Melihat 'Selat Gibraltar' di Palu

Konten Media Partner
20 Februari 2019 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi Pantai Tamanria, Teluk Palu, di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Amar Burase/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi Pantai Tamanria, Teluk Palu, di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Amar Burase/PaluPoso
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena alam tak lazim terjadi di Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Di teluk ini terdapat pertemuan dari dua warna air laut yang sangat berbeda. Bahkan seolah-olah ada garis batas yang memisahkan ke dua warna itu.
ADVERTISEMENT
Perbedaan warnanya akan semakin mencolok ketika Kota Palu dan sekitarnya diguyur hujan lebat.
Fenomena Teluk Palu ini mengingatkan pada Selat Gibraltar. Di selat yang memisahkan benua Afrika dan Eropa, tepatnya antara Negara Maroko dan Spanyol itu, terdapat pertemuan dari dua jenis air laut yang berbeda. Perbedaan itu akan sangat terlihat jelas dari warna lautnya. Bahkan ada garis batas yang memisahkan keduanya, dan uniknya air dari kedua sisi lautan itu tak bercampur satu sama lain.
Nelayan di Pantai Tamanria, Teluk Palu, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Amar Burase/PaluPoso
Fenomena tak lazim di Selat Gilbrartar itu sudah banyak diketahui dan mengundang decak kagum dunia, bahkan ilmuan banyak tertarik menilitinya. Sementara di Teluk Palu, belum banyak ilmuwan yang tertarik menelitinya.
Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Abdullah, menjelaskan, air laut yang keruh di Teluk Palu, khususnya di sekitar muara Sungai Palu akibat dari tingginya debit sedimen Sungai Palu.
ADVERTISEMENT
Sebagai gambaran katanya, untuk tahun 1998 saja, debit sedimen Sungai Palu sekitar 16.128 meter kubik per hari. “Dan, tentu saja ini meningkat dari hari ke hari,” kata Abdullah saat dihubungi, Rabu (20/2).
Nelayan di Pantai Tamanria, Teluk Palu, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Amar Burase/PaluPoso
Menurut dosen Fisika Fakultas MIPA Untad ini, debit sedimen yang tinggi di Sungai Palu diakibatkan oleh erosi di daerah aliran sungai (DAS) Palu yang sangat tinggi. Malah beberapa tempat di daerah aliran sungai sering longsor. Ketika terjadi hujan maka hasil erosi dan longsor tersebut dibawa ke tempat yang rendah oleh aliran permukaan.
“Dan tempat terendah di DAS Palu adalah aliran sungai Palu,” kata Abdullah.
Saat terjadi gempa 7,4 magnitudo pada 28 September 2018 katanya, berakibat cukup banyak titik-titik longsor di DAS Palu. Sehingga, ketika terjadi hujan, maka hasil longsoran tersebut akan terbawa ke Sungai Palu, yang seterusnya ke Teluk Palu.
ADVERTISEMENT
“Inilah membuat Teluk Palu sekitar muara semakin keruh,” ujarnya.
Seorang ibu nelayan Teluk Palu, saat mengangkat ikan yang habis dijemur di Pantai Tamanria. Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Foto: Amar Burase/PaluPoso
Penulis: Abidin/Amar Burase (PaluPoso)