Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten Media Partner
Menengok Dengu-dengu, Tradisi Masyarakat di Morowali Sambut Ramadhan
4 April 2021 20:41 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jika kamu ke Bungku Tengah menjelang Ramadhan, akan melihat pemandangan yang tidak biasa di beberapa ruas jalan. Sebuah rumah kecil yang dibuat dari pohon bambu, berdiri menjulang tinggi hingga beberapa meter ke atas langit. Itulah Dengu-dengu.
Konon, sejak dulu di masa kerajaan Bungku, tradisi tersebut sudah ada. Jika dulunya digunakan untuk memeriahkan acara kerajaan, kini telah berganti untuk memeriahkan bulan Ramadhan sebab dengu-dengu hanya ada saat bulan Ramadhan.
“Sejak dulu tradisi dengu-dengu ini sudah ada. Dari nenek-nenek kami,” kata Ketua RT 1, Arman (43), Desa Sakita, Kecamatan Bungku Tengah, Minggu (4/4).
Pagi itu, Arman baru bersiap-siap akan ke kebun, namun singgah sebentar mengisap rokok di halaman rumahnya yang tepat berdiri dengu-dengu.
ADVERTISEMENT
“Setiap bulan Ramadan, desa kami selalu mengadakan lomba Dengu-Dengu dan nanti diumumkan saat salat idul Fitri,” ujarnya lagi.
Di RT 1, tempat tinggal Arman, Dengu-Dengu didirikan tingginya sekitar 10 meter. Yang mendirikannya anak-anak seputaran RT. Mereka patungan membeli seluruh alat pendukung.
“Nanti di atas Dengu-dengu dibangun pondok tempat anak-anak memainkan alat musik ciptaan mereka sendiri,” katanya tersenyum.
Di atas pondok Dengu-dengu menjadi tempat tinggal pemain alat musik. Alat musik yang digunakan ada gong, gendang dan alat musik lainnya. Umumnya Dengu-dengu akan dibunyikan setiap pukul 12 malam, katanya itu sebagai kode. Lalu menjelang sahur akan dibunyikan lagi saat pukul 03.00 dini hari.
“Dengu-dengu biasanya ada di setiap masjid. Kalau kami di sini Dengu-dengu didirikan setiap RT. Jadi sepanjang Desa Sakita hampir 10 Dengu-Dengu berdiri,” jelas Arman lagi.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Dengu-dengu sangat disukai anak-anak sekitar. Hal itulah yang membuat para orang tua sangat mendukung Dengu-dengu terus dilestarikan. Selain punya histori dalam sejarah warga Bungku, juga menjadi ajang kreativitas anak-anak di kampung. Sehingga anak-anak tidak lagi menghabiskan aktivitasnya di luar desa, melainkan fokus di Dengu-dengu.
“Ada orang tua terpaksa buatkan mereka Dengu-dengu karena anak-anak biasanya menangis kalau tidak dibuatkan. Yah mau bagaimana lagi. Tapi bagusnya mereka jadi tidak ke mana-mana,” ujar seorang warga lainnya.
Sementara itu, Muhammad Tasrik (15), mengaku senang dengan kehadiran Dengu-dengu. Sejak duduk di Sekolah Dasar (SD), ia sudah sering ikut meramaikan memainkan alat musik Dengu-dengu. Di desanya, ia juga ikut berpartisipasi membuat Dengu-dengu.
“Saya senang bermain Dengu-dengu. Saya senang memainkan alat musiknya,” kata Tasrik.
ADVERTISEMENT