Objek Wisata Mangrove di Morowali, Sulteng, Terabaikan

Konten Media Partner
10 November 2019 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah seorang pengunjung tengah mendatangi lokasi objek wisata tracking Mangrove di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng. Foto: Intan/PaluPoso
zoom-in-whitePerbesar
Salah seorang pengunjung tengah mendatangi lokasi objek wisata tracking Mangrove di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng. Foto: Intan/PaluPoso
ADVERTISEMENT
Tidak banyak yang tahu di Ibu Kota Kecamatan Kabupaten Morowali, yakni Bungku Tengah memiliki objek wisata tracking mangrove. Objek wisata tersebut telah ada sejak tahun 2018. Dan sampai hari ini masih menyedot perhatian warga setempat. Namun hingga kini kondisinya memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Objek wisata tracking mangrove dibangun di atas lahan pohon bakau (mangrove) dengan luas sekitar 1 haktare lebih dan terletak di Desa Matansala, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng.
Untuk memudahkan pengunjung ke tempat itu sembari menikmati suasana hutan Mangrove, dibangun jembatan sepanjang kurang lebih 200 meter dari pintu masuk wisata yang berhadapan langsung dengan alun-alun Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Morowali.
Dua pengunjung wisata Mangrove Morowali sedang melihat keindahan mangrove dari ketinggian. Foto: Intan/PaluPoso
Pengunjung tidak perlu bayar alias gratis untuk masuk ke tempat itu. Kebijakan tersebut dibuat oleh Pemerintah Kabupaten sendiri selaku penginisiatif pembentukan objek wisata tersebut, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten.
Seperti namanya tracking mangrove, tracking berasal dari Bahasa Inggris yang artinya mengikuti jalan. Untuk memudahkan kegiatan tracking, pengelola sengaja tidak hanya membangun jembatan penghubung di tengah rimbunan hutan mangrove yang sengaja dibabat, tetapi juga membangun jembatan di atas jembatan. Gunanya untuk memudahkan pengunjung agar dapat melihat mangrove dari ketinggian.
ADVERTISEMENT
Dari situ, akan terlihat sepanjang mata memandang hanyalah hamparan mangrove.
Objek wisata Mangrove di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng. Foto: Intan/PaluPoso
Sayang, di tengah suasana itu, dari amatan PaluPoso, lokasi tersebut nampak tidak terurus. Tidak ada petugas menjaga tempat itu. Pintu masuk di depan wisata terus tertutup dengan pagar besi. Beruntung, walaupun pagar tertutup, pengunjung tetap bisa memasukinya dengan cara melompat karena ketinggian pagar besi hanya selutut.
Di sepanjang jalan jembatan yang berdampingan dengan pohon mangrove, beberapa pohon mati ditebang. Kursi tempat istirahat dalam rumah singgah di dalam wisata tersebut kelihatan dicorat-coret oleh warga yang tidak bertanggung jawab.
Sedangkan pada bagian kayu jembatan yang terpahat halus, terdapat dua buah balok kayu yang rapuh. Kondisi itu membahayakan pejalan bila melalui jembatan dan tidak memperhatikan kondisi kayu.
Tumpukan kayu untuk pembuatan jembatan penghubung lokasi objek wisata Mangrove hanya teronggok karena pembangunannya tak dilanjutkan. Foto: Intan/PaluPoso
Pembangunan jembatan tersebut juga belum keseluruhan selesai karena sebagian kayu jembatan pengecetannya belum rampung, tidak seperti penampakan jembatan yang berdekatan dengan pintu masuk yang telah dicat warna-warni.
ADVERTISEMENT
Penampakan yang paling merusak adalah di bagian sisi kiri dan kanan pohon mangrove, di pertengahan dan ujung jembatan kelihatan sengaja ditebang. Penebangan tersebut kontras dengan kondisi mangrove di pintu masuk yang terlihat berdempet-dempetan. Nampak sekali, penanggungjawab pembangunan proyek objek wisata ini, berencana ingin menambah jalur jembatan mangrove.
Kondisi tersebut merusak pemandangan karena pengunjung bukannya melihat rimbunan pohon mangrove, tetapi lahan mangrove yang gundul.
Pohon-pohon mangrove yang sudah ditebang untuk pembangunan jembatan penghubung namun belakangan tidak dilanjutkan. Foto: Intan/PaluPoso
Masalah tidak berhenti sampai di situ. Saat sampai di ujung lokasi tracking, terdapat beberapa tumpukan kayu yang telah dihaluskan namun belum difungsikan. Di ujung jembatan itu, juga berdiri rumah yang dibangun di atas jembatan tetapi belum selesai pengerjaannya. Sehingga hanya nampak rangka-rangka kayu berdiri di atas jembatan.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, warga tetap antusias mengunjungi wisata tersebut. Kehadiran wisata tersebut cukup menghibur. Banyak dari pengunjung suka berfoto di tempat itu. Seperti yang dilakukan Eko dan dua kawannya.
"Saya sudah berapa kali ke sini. Tapi dulu panjangnya tidak begini. Dulu dia pendek saja jembatannya," ujar Eko pengunjung di Tracking Mangrove, Minggu (10/11).
Sejumlah pengunjung objek wisata mangrove di Morowali terlihat antusias di tempat tersebut. Foto: Intan/PaluPoso
Ia dan dua temannya terlihat antusias ke tempat tersebut. Mereka juga tidak lupa mengabadikan foto di atas ketinggian jembatan mangrove.
Selain Eko dan tiga temannya, beberapa anak remaja perempuan nampak terus mengabadikan gambar di dekat pintu masuk wisata tersebut. Tidak lupa mereka membawa kamera DLSR agar kualitas foto di tengah hutan mangrove terlihat lebih baik.
Salah satu pengunjung bersama anaknya sedang bermain di Gasebo yang ada di objek wisata Mangrove ini. Gasebo ini satu-satunya ada ditempat ini nampak tidak terurus. Foto: Intan/PaluPoso
Tanggapan Pemda
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi wisata tracking tersebut, PaluPoso menghubungi Kabid Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Morowali, Norma. Kepada PaluPoso ia membenarkan kondisi jembatan wisata mangrove memang demikian adanya. Hanya saja pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena saat ini anggaran pembangunan jembatan mangrove sudah tidak ada lagi.
"Untuk lebih jelasnya, silahkan tanya langsung ke mantan Kabid saya Pak Zaenal Lampisu. Beliau yang dulunya mengetahui pasti pembangunan jembatan tersebut. Karena saya tidak tahu lagi," kata Norma. Ia kemudian memberikan nomor kontak mantan kabidnya.
Sementara itu Zaenal yang saat ini dipindahtugaskan di Dinas Kesehatan saat pelantikan sebulan yang lalu, membenarkan kondisi wisata tersebut sudah demikian. Itu menurutnya karena anggaran pembangunan jembatan tersebut sudah habis. Pihaknya sudah berupaya meminta tambahan anggaran selanjutnya, namun tidak mendapat respon dari pimpinan.
ADVERTISEMENT
"Awalnya kami memasukkan Rp 1 miliar untuk pembangunan jembatan itu karena rencananya kami mau buat dua jalur. Jalur masuk dan jalur keluar panjangnya sampai ke pantai," kata Zaenal.
Tampak depan pintu masuk ke lokasi objek wisata Mangrove di Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulteng. Foto: Intan/PaluPoso
Namun, anggaran yang ditetapkan tahun 2017/2018 saat itu hanya Rp 200 juta. Sedangkan untuk anggaran 2019, pihak DLH Morowali tidak lagi menganggarkannya.
Dari keterangan Norma, tahun ini mereka fokus penganggaran pada budidaya penanaman mangrove di beberapa kecamatan.
Ide awal wisata tersebut dicetuskan oleh mantan Bupati Morowali dua periode Anwar Hafid, namun saat ini kepemimpinan tersebut telah digantikan oleh Taslim.
Intan