Bagaimana Mahasiswa UGM Sidang Skripsi "Online" Karena Virus Corona

Konten dari Pengguna
17 Maret 2020 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga penguji sidang skripsi Ilmu Ekonomi UGM, Heni Wahyuni, Akhmad Akbar Susamto, serta Amri Anjas Asmara sedang melakukan tugasnya pada Senin (16/3). Foto : Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Tiga penguji sidang skripsi Ilmu Ekonomi UGM, Heni Wahyuni, Akhmad Akbar Susamto, serta Amri Anjas Asmara sedang melakukan tugasnya pada Senin (16/3). Foto : Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Basu Gede Pangestu merasa sangat lega. Sidang skripsinya kelar juga, dan selangkah lagi dia akan mengakhiri statusnya sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM yang sudah dia sandang sejak tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Sebuah pesan whatsApp dari dosen pengujinya masuk ke ponselnya, belum genap sejam setelah selesai sidang. Isinya adalah nilai sidang skripsinya hari itu.
“Alhamdulillah, lulus dengan nilai A,” kata Basu lega, Senin (16/3).
Basu sebenarnya agak merasa aneh karena mendapat pengumuman kelulusan ujian melalui pesan whatsApp berupa tangkap layar hasil penilaian. Tapi tak mengapa, yang penting dapat nilai A, dan gelar sarjana di depan mata.
Basu adalah salah seorang mahasiswa FEB UGM yang pertama kali melakukan sidang skripsi secara daring. Ya, UGM mulai memberlakukan semua kegiatan perkuliahannya secara daring, menyusul status pandemik virus corona atau Covid-19 dunia. Basu sudah memiliki firasat buruk ketika melihat kasus Covid-19 semakin serius.
“Udah mikir jangan-jangan nanti ujiannya mundur atau daring,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ternyata firasatnya benar. Minggu (15/2) siang, sehari sebelum sidang skripsi (pendadaran), Basu mendapatkan pemberitahuan dari pihak fakultas tentang sidang skripsinya dilakukan secara daring. Sesuatu yang sama sekali tidak biasa, kalau sekadar kuis atau ujian semester daring memang tak asing bagi Basu, tapi ini adalah sidang skripsi.
“Sebelumnya belum pernah ada yang pendadaran daring,” kata dia.
Basu bingung, tak tahu harus bertanya pada siapa. Dia putuskan menghubungi bagian akademik fakultas melalui email. Beruntung, pesannya tetap direspon meski hari libur.
Deg-degan tapi Lebih Santai
Basu Gede Pangestu seusai pendadaran. Foto : dokumen Basu Gede.
Basu mengaku cukup berdebar beberapa jam menjelang sidang skripsinya. Apalagi dia belum akrab dengan aplikasi conference yang akan digunakan untuk sidang skripsinya. Sekitar dua jam menjelang sidang, dosen pengujinya baru mengirimkan tautan sebagai akses Basu untuk masuk ke aplikasi. Namun tautan tidak bisa dibuka. Sejam kemudian, dia baru mendapat tautan yang bisa dia buka.
ADVERTISEMENT
“Sebelum pendadaran agak deg-degan memang. Apalagi saya belum akrab dengan aplikasi conference yang digunakan dan baru saja belajar beberapa menit sebelum pendadaran,” ujarnya.
Awalnya Basu juga sangat mengkawatirkan kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi seperti listrik padam, jaringan internet yang lemot, atau laptopnya bermasalah. Untungnya kekhawatiran-kekhawatiran itu tidak terjadi.
Basu sudah tersambung dengan tiga pengujinya. Dia bisa melihat ketiga wajah pengujinya dari layar laptopnya, pun suaranya. Ujian dimulai.
“Biasanya ujian pendadaran harus berdiri saat presentasi. Tapi waktu pendadaran daring kita duduk depan laptop, jadi agak lebih santai,” lanjut Basu.
Selain itu, Basu juga bisa melihat isi materi sembari melakukan presentasi. Sehingga ketegangannya tidak sebesar ketika melakukan sidang skripsi secara tatap muka.
ADVERTISEMENT
Tanpa Kertas
Presentasi Basu Gede Pangestu bisa dilihat oleh dosen penguji melalui layar proyektor. Foto : Widi Erha Pradana
Saya berkesempatan menyaksikan proses pendadaran daring secara langsung di salah satu ruang yang disediakan khusus di Gedung FEB UGM. Di dalam, ada tiga penguji yang sedang menyaksikan presentasi dari Basu tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko likuiditas perbankan di Indonesia pada 2014 sampai 2018. Tiga dosen penguji itu adalah Heni Wahyuni, Akhmad Akbar Susamto, serta Amri Anjas Asmara. Ketiganya duduk berjauhan, ketiganya menggunakan masker penutup hidung dan mulut.
Di layar proyektor, terlihat wajah ketiga dosen penguji, Basu, serta materi yang sedang dipresentasikan. Sesekali, tanya jawab antara dosen penguji dan Basu terjadi. Nyaris tak ada kendala dalam proses sidang skripsi yang berjalan sekitar satu jam itu. Hanya sesekali saja mereka saling mengecek mikropon masing-masing, memastikan setiap orang mendengar suara satu sama lain.
ADVERTISEMENT
“Semuanya Alhamdulillah lancar,” kata Heni setelah proses sidang skripsi selesai.
Meski baru hari itu dilaksanakan, menurut Heni tidak ada kendala serius. Semua berjalan sesuai rencana. Meskipun dia masih merasa agak aneh karena memang baru kali itu menguji mahasiswa secara daring.
Tapi itu tak jadi soal serius, karena pendadaran daring pun memiliki manfaat sendiri, salah satunya paperless atau tanpa menggunakan kertas sama sekali.
“Jadi semua daring, nilai pun langsung kita masukkan ke sistem daring. Jadi benar-benar paperless,” jelasnya.
Karena baru pertama kali, Basu juga masih merasa agak aneh melakukan pendadaran secara daring karena dia seperti berbicara sendiri di depan laptop. Dia juga merasa sidang skripsi yang dia jalani tidak sedramatis seperti biasanya. Ketika teman-temannya melakukan sidang skripsi di sebuah ruangan khusus, dia cukup di depan laptop sambil duduk santai.
ADVERTISEMENT
Ketika sidang skripsi secara tatap muka, biasanya dosen penguji juga membuat sedikit drama saat akan mengumumkan hasil pendadaran, sehingga membuat perasaan jadi dag dig dug. Apalagi di luar ruangan sudah menunggu banyak teman dengan beragam hadiah yang mereka bawa.
“Tapi karena ini daring, setelah ujian pendadaran jadi rasanya kayak habis video call gitu. Tapi secara umum lancar, Alhamdulillah,” kata Basu. (Widi Erha Pradana / YK-1)