Konten dari Pengguna

Keju Natural Asli Jogja ini Menyembuhkan Kelainan Jantung Sang Buah Hati

18 Februari 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keju Natural. Foto instagram Mazaraat Artisan Cheese
zoom-in-whitePerbesar
Keju Natural. Foto instagram Mazaraat Artisan Cheese
ADVERTISEMENT
Sore menjelang maghrib, Nieta Pricillia Puspitasari baru saja pulang dari Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Dia baru saja meninjau kandang sapinya yang rusak akibat hujan badai yang menerjang wilayah Yogyakarta, Jumat (14/2) kemarin.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya sapi-sapi itu bukan miliknya, tapi milik para peternak yang telah menjalin kerja sama dengan Nieta untuk menyuplai susu berkualitas. Sudah hampir lima tahun ini Nieta menekuni usaha keju natural dan susu berkualitas adalah harga mati untuk menghasilkan keju yang berkualitas pula.
Keju-keju yang dia produksi, sebagian besar dikirim ke Bali, sisanya baru ke beberapa kota seperti Jakarta dan Yogyakarta.
“Di Indonesia baru beberapa (usaha keju natural), kalau di Jogja setahu saya baru kami ya,” kata Nieta, di workshop kejunya di daerah Kadipaten, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, Sabtu (15/2).
Padahal, permintaan keju natural sangat besar, bahkan jumlah produksi Nieta sampai sekarang masih sangat jauh dari permintaan yang datang. Ada perbedaan mendasar antara keju industrial dengan keju natural. Bahan yang digunakan dalam pembuatan keju industrial banyak yang tidak alami, sementara bahan keju natural hanya susu murni, garam non-yodium, rennet, serta kultur mesofilik.
ADVERTISEMENT
“Kalau keju industrial itu susu murninya hanya 16 persen atau bahkan kurang. Kalau keju natural itu benar-benar susu murni,” lanjutnya.
Berawal dari Sakit Sang Anak
Keju Natural. Foto instagram Mazaraat Artisan Cheese
Usaha keju bermula ketika Nieta melahirkan anak pertamanya pada 2011. Kondisi anak sulungnya tidak terlalu baik, dia mengalami kebocoran jantung di dua titik. Tak ingin kehilangan buah hati tercintanya, Nieta dan sang suami berusaha bagaimana caranya supaya sang buah hati bisa melewati masa-masa sulit itu.
Dokter menawarkan dua pilihan, melakukan terapi menggunakan obat atau secara alami tanpa obat-obatan. Tak tega jika anak mereka yang baru berusia dua bulan itu harus mengonsumsi obat-obatan, Nieta dan suaminya sepakat untuk menggunakan pilihan kedua.
Karena tanpa obat-obatan, Nieta harus memperhatikan betul apa yang dimakan oleh sang buah hati demi menjaga kondisinya. Asupan yang diberikan kepada sang anak harus natural, tidak boleh mengandung pewarna, perasa, dan pengawet. Yang artinya akan sangat susah jika dia mencari di toko atau pasaran.
ADVERTISEMENT
Hal itu sebenarnya tidak jadi masalah sampai anaknya berusia enam bulan, susu cukup untuk asupan sang buah hati. Namun setelah enam bulan ke atas, sang anak tentu harus diberi makanan lain selain susu.
“Saya cari-cari, akhirnya di grup orangtua yang juga memiliki masalah yang sama menyarankan, coba dikasih keju sama dikasih resepnya semua,” lanjutnya.
Dari sana, Nieta mulai membuat keju dan lama kelamaan justru jatuh cinta dengan keju. Tuhan mulai membuka jalan, ada salah seorang saudara yang tahu kalau Nieta dan suaminya suka membuat keju. Saudaranya itu lalu merekomendasikan sebuah kelas pelatihan pembuatan keju di Kanada. Berangkatlah sang suami ke Kanada untuk mengikuti kelas tersebut. Sepulang sang suami itulah Nieta mulai menjalankan bisnis kejunya secara professional dengan nama usaha ‘Mazaraat Artisan Cheese.’
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan kondisi sang anak? Berkat asupan makanan yang benar-benar dijaga, saat ini sang anak sudah bugar dan sehat. Dua titik kebocoran di jantungnya sudah rapat dan sekarang sudah duduk di kelas 2 SD.
Sulitnya Mengenalkan Keju
Keju Natural ini sering dikira tahu oleh pelanggan di pasar tradisional. Foto instagram Mazaraat Artisan Cheese
Nieta mengakui, cukup sulit mengenalkan keju kepada masyarakat Indonesia. Sampai sekarang pun, mayoritas konsumen kejunya adalah kalangan ekspatriat. Untuk mengenalkan keju pada masyarakat lebih luas, dia memulai menjual kejunya di pasar Kemisan di daerah Maguwoharjo.
“Orang-orang ya pada tanya, Mbak jualan tahu ya?” kata Nieta mengenang awal-awal usahanya.
Nieta berpikir, bagaimana caranya untuk menarik perhatian orang-orang. Akhirnya dia memulai dengan memasak di pasar untuk memancing rasa ingin tahu orang-orang. Benar saja, aktivitasnya memancing perhatian orang-orang untuk bertanya, kesempatan itu tidak dia sia-siakan untuk memberikan penjelasan tentang keju.
ADVERTISEMENT
“Yang penting mereka tahu dulu lah, kenal sama keju, belum terlalu mikir tentang penjualan dulu,” lanjutnya.
Nieta kemudian menggencarkan promosinya lewat media sosial, terutama Instagram. Dan ternyata berdampak cukup signifikan terhadap perkembangan bisnisnya. Saat ini, usaha kejunya justru kewalahan memenuhi permintaan pasar.
Untuk Bali saja, permintaannya bisa mencapai 150 sampai 200 kilogram perminggu. Sedangkan produksinya perminggu hanya sekitar 180 sampai 200 kilogram. Praktis, hanya cukup untuk menyuplai Bali saja.
“Jadi gap-nya masih jauh banget antara supply dan demand-nya, permintaannya jauh lebih besar,” ujarnya.
Mencari Susu Berkualitas
Keju Natural. Foto instagram Mazaraat Artisan Cheese
Ketika suaminya baru pulang dari Kanada, mereka langsung mempraktikkan langsung ilmu yang baru saja diperoleh dalam membuat keju. Percobaan demi percobaan dilakukan, namun semua berakhir pada kegagalan.
ADVERTISEMENT
Keduanya berpikir keras, apa yang salah dengan proses pembuatan mereka, atau mungkin iklim Indonesia tidak cocok untuk membuat keju? Semua spekulasi muncul, mereka menerka-nerka apa sebenarnya yang menyebabkan pembuatan keju mereka gagal.
“Setelah ditelusur-telusur, ternyata masalah di susunya,” kata Nieta.
Awalnya, Nieta menggunakan susu dari koperasi yang tidak jelas sumbernya dari mana. Padahal, untuk membuat keju, susu yang digunakan harus benar-benar jelas dari mana sumbernya. Susu yang digunakan harus berasal dari peternak yang bagus, hanya diberi makan rumput dan hijaan, tidak terkena antibiotik, serta pakan sapi tidak mengandung pestisida.
“Itu yang sangat sulit didapatkan,” lanjutnya.
Nieta mulai mencari peternak-peternak sapi di Yogyakarta, terutama di daerah Kaliurang, yang mau bekerja sama dan bersedia merawat ternak-ternaknya dengan baik; pakan berasal dari hijauan, tidak suntik antibiotik, serta pakan tidak terkena urea atau zat kimia.
Nieta Pricillia Puspitasari, pendiri Mazaraat Artisan Chesee. Foto : Istimewa
Nieta menyayangkan jika ada berita tentang peternak sapi atau petani garam yang gulung tikar karena harga produknya terlampau rendah. Padahal, dia sangat membutuhkan susu-susu dan garam berkualitas. Untuk itu, dia berencana untuk memiliki peternakan sapi sendiri supaya bisa memenuhi kebutuhan produksi.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya agak ragu, selain nanti fokusnya pasti pecah, kami juga tidak mau mengambil lahan orang lain. Tapi gimana lagi, susah mencari susu yang berkualitas,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, dia akan memindahkan tempat usahanya ke daerah Cangkringan, Sleman. Selain karena kapasitas produksi di Kota Jogja yang sekarang sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan, dia juga ingin mendekatkan tempat produksi dengan peternakan. Sebab, susu setelah diperah sampai pada proses pengolahan, maksimal hanya 40 menit. Sehingga dengan didekatkannya tempat produksi dengan peternakan, selain memangkas waktu, harapannya juga bisa meningkatkan kualitas produk juga.
Dengan nama brand Mazaraat Artisan Cheese, omzetnya kini sudah mencapai Rp 150 juta perbulan. Sekarang, Nieta sedang mengurus dokumen-dokumen untuk sertifikasi produknya di tingkat nasional. Meski produk lokal, namun kualitas keju buatannya tidak kalah dengan keju-keju internasional.
ADVERTISEMENT
“Setelah bisa memenuhi permintaan dalam negeri, jelas kami juga ingin masuk ke pasar ekspor. Karena selain stok kami masih terbatas, proses perizinannya kan sangat rumit juga,” ujar Nieta. (Widi Erha Pradana / YK-1)