Ki Ompong Sudarsana, Pemain Wayang Blang Bleng Mendalang di Kuburan

Konten dari Pengguna
1 September 2020 20:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ki Ompong Sudarsana. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Ki Ompong Sudarsana. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ki Ompong Sudarsana baru saja turun dari panggung pertunjukan sederhana dalam acara pembukaan Omah Budaya Kahangnan di Pajangan, Bantul, Yogyakarta, Rabu (19/8) malam. Dia baru saja memainkan pertunjukan wayang dengan lakon ‘Kahanan’, sebuah lakon yang menceritakan situasi yang ada di sekitar panggung pertunjukan.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti dalang-dalang wayang klasik pada umumnya, tidak ada layar besar di depan Ki Ompong Sudarsana, tidak ada juga ratusan wayang kulit yang berjejer tertata rapi di hadapannya. Hanya ada sekitar 20 wayang yang ditancapkan di batang pisang kecil di depannya. Juga tidak ada perangkat gamelan dan sinden yang mengiringi penampilannya, Ki Ompong Sudarsana tampil sendiri bersama wayang-wayangnya.
Kendati demikian, Ki Ompong enggan disebut bahwa wayang yang dimainkannya berbeda dengan wayang-wayang pada umumnya. Menurutnya, semua wayang itu sama, perbedaannya hanya terletak dari penilaian setiap orang yang menyaksikannya.
“Sebenarnya wayang itu sama, tidak ada perbedaan. Perbedaan hanya di penilaiannya saja, penilaian dari orang yang menyaksikan,” kata Ki Ompong Sudarsono selepas tampil.
ADVERTISEMENT
Setiap orang akan memiliki penilaiannya masing-masing terhadap wayang, tergantung siapa dalang yang memainkannya. Tapi pada prinsipnya, wayang menurut Ki Ompong itu selalu sama, yakni sebagai ajaran moral dan budi pekerti luhur.
“Lewat wayang-wayang itu adalah ungkapan dari cita-cita, bayangan, semua harus punya wayang,” lanjutnya.
Wayang Blang Bleng Khas Ki Ompong
Wayang Blang Bleng. Foto: Widi Erha Pradana
Ki Ompong menamai wayangnya sebagai wayang blang bleng, sebuah pertunjukan wayang kontemporer yang bermakna spontan. Lakon yang dia mainkan selalu dilakukan secara spontan dan situasional.
“Tapi tetap kita memegang tradisi, kita tetap memegang dhawuh leluhur bahwa tokoh Kresna itu harus ada,” ujar Ki Ompong.
Dengan memainkan wayang blang bleng ini, Ki Ompong berharap dapat mendekatkan tradisi kepada generasi-generasi muda yang sudah terlalu jauh dari tradisi leluhurnya. Akan sulit jika langsung mengenalkan anak-anak dengan wayang-wayang klasik dengan semua kedalamannya. Tapi dengan wayang-wayang yang sudah dikembangkan dengan penampilan yang lebih menarik, harapannya bisa membuat keingintahuan anak-anak terhadap wayang semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
Dia juga tidak punya patokan waktu ketika tampil, seperti pertunjukan wayang klasik pada umumnya yang dimulai malam hari dan baru selesai menjelang subuh. Hal itu yang menurutnya membuat anak-anak justru semakin jauh dengan wayang, pasalnya pagi hari mereka juga harus sekolah sehingga tidak memungkinkan untuk menyaksikan wayang sampai selesai.
“Kasihan yang mau belajar, atau yang besoknya mau kerja. Jadi kita yang harus menyesuaikan,” lanjutnya.
Karena memainkan wayang berdasarkan spontanitas dan situasional, maka selalu ada hal-hal tidak terduga yang akan ditemui selama mendalang. Misalnya ada daun kering yang jatuh, kucing lewat, suara kambing dari kejauhan, semuanya akan menjadi tokoh dalam lakon yang dimainkan Ki Ompong.
Apapun Bisa Jadi Wayang
Wayang yang dimainkan oleh Ki Ompong bukan hanya yang ada di depannya. Wayang yang dia mainkan juga bukan hanya wayang kulit seperti yang telah dikenal secara umum. Ki Ompong bisa memainkan apapun di sekitarnya sebagai wayang: dedaunan kering, pohon, burung, atau kucing yang lewat di dekatnya saat dia tampil.
ADVERTISEMENT
Wayang menurut Ki Ompong sangat luas, dan tidak melulu harus dibuat dari kulit. Misalnya wayang-wayang miliknya yang biasa dimainkan, ada yang terbuat dari dedaunan kering, plastik, kertas, aluminium, kain, serta bahan-bahan daur ulang yang masih bisa dimanfaatkan.
“Ini konteks wayang sesuai dengan pengembangan,” ujar Ki Ompong.
Alasannya memilih barang-barang daur ulang sebagai bahan pembuatan wayang adalah sebagai efektivitas. Dia ingin menunjukkan bahwa apapun yang ada di sekitarnya bisa dijadikan wayang dan dimainkan, sehingga tidak ada barang yang akan terbuang sia-sia.
Menurutnya, wayang sebagai suatu bentuk budaya tidak cukup hanya dijaga saja, tapi juga perlu dikembangkan supaya tetap relevan dengan perkembangan zaman. Analoginya, jika air hanya dijaga, maka dia hanya akan menjadi air putih, namun ketika dikembangkan air bisa menjadi berbagai bentuk minuman dari teh, kopi, sirup, jus, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
“Tujuannya semua itu akan kembali ke tradisi, cara mencintai tradisi nenek moyang kita harus dikenalkan melalui berbagai pengebangan tanpa merusak dhawuh leluhur,” lanjut dalang dengan rambut gondrong dan gimbal itu.
Karena itu, menurutnya semua dalang harus inovatif dengan penemuan-penemuan dan pengembangan baru namun tetap tidak meninggalkan hal-hal yang sifatnya esensial. Meski penampilannya tidak biasa, Ki Ompong merasa tidak takut dikatai menyimpang dari pakem. Justru kritikan-kritikan semacam itu merupakan wahana dia melakukan introspeksi untuk terus berkembang dan memperbaiki penampilannya.
“Kalau ada yang bilang, ‘Ompong itu dalang enggak pakem’, itu tandanya mereka sayang sama saya, dan saya sangat bahagia sekali,” lanjutnya.
Tampil di Kuburan untuk Menghibur Alam
Ki Ompong Sudarsana. Foto: Widi Erha Pradana
Ki Ompong tidak pernah mempersoalkan siapa audiens yang akan menyaksikannya mendalang, bahkan tanpa penontonpun dia akan tetap tampil, kapan saja dan di mana saja. Tolok ukurnya mementaskan wayang bukanlah audiens atau banyaknya penonton, tetapi penghargaanya terhadap penonton-penonton yang tidak hidup seperti pohon, batu, air, angin, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
“Dan saya sering kok mas, pentas di kuburan, di kali, di kandang, karena mereka juga makhluk hidup yang dianggap mati. Tapi ini bukan halusinasi, ini upaya untuk menyatu dengan alam,” ujar Ki Ompong.
Wayang baginya adalah ungkapan doa kepada Tuhan. Karena itu, apapun yang dia temui, apapun yang dia lihat dan dia rasa, harus mengingatkannya pada Tuhan. Dan melalui semua itu, dia panjatkan doa kepada Tuhan.
Ketika seseorang sudah menyatu dengan alam, maka hidupnya akan merasa lebih damai dan bahagia. Dia percaya, meski tidak mendapat bayaran berupa materi, tetapi dia yakin semua yang dia hibur akan mendoakan keselamatan dan kebahagiaan untuknya. Dia yakin, pohon, batu, tanah, angin, air, hewan, dan semua yang dia hibur akan mendoakannya.
ADVERTISEMENT
“Makhluk-makhluk itu kan juga bernyawa, dia punya harapan. Pokoknya kalau sudah singkron, pasti nikmat. Kita sama-sama menghargai sebagai makhluk Tuhan,” lanjutnya.
Hasilnya, Ki Ompong tidak pernah merasa gelisah dengan segala persoalan duniawi. Dalang asal Temanggung itu sangat yakin, semesta akan berkompromi dan membantunya jika manusia juga berbuat baik kepada alam. Tuhan juga tidak akan membiarkan makhluknya kesusahan jika dia suka berbuat baik kepada siapapun.
“Saya tidak takut dengan apapun, selama saya tidak menciptakan bibit-bibit ketakutan, bibit-bibit kebencian. Yang penting berbuat baik dengan siapa saja, dengan apa saja,” ujar Ki Ompong, dalang yang pembawaannya selalu ceria. (Widi Erha Pradana / YK-1)