Manusia Bisa Tidur Panjang Alias Hibernasi Sampai Selesai Masa Pandemi

Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 15:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tidur panjang alias hibernasi. Foto: Boredpanda.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tidur panjang alias hibernasi. Foto: Boredpanda.com
ADVERTISEMENT
Vaksin sudah disuntikkan. Dalam seremonial yang disiarkan secara langsung itu, Pak Presiden disuntik vaksin Sinovac. Apakah itu adalah akhir dari pandemi di Indonesia? Tentu tidak.
ADVERTISEMENT
Vaksin hanyalah perangkat tambahan untuk melindungi diri dari virus, bukan membuatnya kebal sama sekali. Ibarat perang, Anda tidak bisa langsung berlari bergoyang di tengah pertempuran hanya karena mengenakan rompi anti peluru. Vaksin tidak memberikan kemenangan apapun, namun membantu kita untuk mencapai kemenangan.
Masih lama bagi kita rakyat jelata untuk mendapatkan suntikan ini. Seperti kita ketahui, gelombang suntikan pertama menyasar pejabat publik dan tenaga kesehatan, selang dua minggu kemudian suntikan kedua akan diberikan. Masyarakat biasa yang mendapat SMS vaksinasi (cek info peserta vaksinasi) akan mendapat gilirannya pada April nanti.
Apa yang bisa kita lakukan sembari menunggu tanggal itu? Kita bisa tertidur hingga hari itu tiba. Tidur panjang sangat bisa mengurangi risiko terpapar virus, serta jelas menghemat keuangan di tengah ekonomi yang semakin tidak pasti di masa berlakunya PPKM.
ADVERTISEMENT
Mungkinkah kita bisa tidur selama itu? Mungkin. Ilmuwan menemukan bukti yang mengarah ke kesimpulan itu.
Tulang Kelainan Efek Hibernasi
Peneliti menemukan tulang belulang Neanderthal di salah satu situs palaeontologi terpenting di dunia. Berlokasi di Atapuerca, Spanyol Utara, Sima de los Huesos atau lubang tulang, menyimpan koleksi tulang belulang manusia berusia sekitar 400 ribu tahun. Tulang belulang ini lain daripada tulang manusia purba lainnya. Ada jejak kelainan yang muncul karena efek tidur panjang alias hibernasi!.
Bagi kita masyarakat kere dan tergilas kelesuan efek pandemi, kabar ini bisa menjadi jalan keluar sementara kesusahan kita. Sebagaimana umumnya diketahui, hibernasi dilakukan oleh beruang kutub untuk melewati musim dingin. Mereka berburu kalori dan menimbun lemak untuk kemudian tertidur sepanjang musim dingin yang bisa berlangsung berbulan-bulan. Mamalia lainnya juga melakukannya, Neanderthal –sepupu Sapiens, juga mungkin melakukannya. Sementara dunia hanya berisi kabar buruk, membuat kita berada dalam kondisi hidup enggan mati tak mau, tidur panjang bisa menjadi opsi penengah.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah paper yang dipublikasikan dalam jurnal L’Antrhopologie, Juan-Luis Arsuaga, yang memimpin penggalian situs, dan Antonis Bartsiokas dari Universitas Demokritus Thrace di Yunani, berargumen bahwa fosil-fosil yang ditemukan di situs ini menunjukkan variasi musiman yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan tulang mengalami gangguan selama beberapa bulan tiap tahunnya.
Temuan ini membuat peneliti berpikir mungkin saja manusia-manusia pemilik tulang belulang ini mampu membuat tubuhnya berada dalam status metabolisme tertentu yang membantu mereka untuk selamat dari musim dingin jahanam yang berlangsung lama dalam keadaan minim pasokan makanan. Orang-orang ini melakukan hibernasi dan ini terlihat dari terganggunya perkembangan dan pertumbuhan tulang mereka. Mungkin terdengar seperti fiksi, namun fakta bahwa banyak mamalia termasuk primata melakukannya membuat hibernasi juga mungkin bagi spesies mamalia lainya: manusia.
ADVERTISEMENT
“Ini menyarankan bahwa basis genetik dan fisiologi seperti sebuah hypometabolisme dapat ditekan oleh banyak spesies mamalia termasuk manusia,” sebagaimana pernyataan dari Arsuaga dan Bartsiokas yang dikutip oleh The Guardian.
Pola Luka Seperti Beruang
Pola luka yang ditemukan di tulang manusia di gua Sima adalah sama dengan jenis luka yang didapat dari mamalia yang melakukan hibernasi, termasuk beruang gua. “Sebuah strategi hibernasi akan menjadi solusi satu-satunya bagi mereka untuk menyintas kondisi ekstrim di dalam gua selama berbulan-bulan,” kata penulis laporan.
Mereka juga menunjukkan fakta bahwa bekas hibernasi beruang gua (Ursus deningeri) juga ditemukan di lubang Sima. Memberi tambahan bukti bahwa manusia juga melakukan hal yang sama saat kondisi ekstrim dan kelangkaan makanan terjadi.
ADVERTISEMENT
Dalam jurnal itu penulis juga menjawab pertanyaan-pertanyan yang melemahkan pendapat mereka. Orang-orang Inuit modern dan Sámi, meskipun juga tinggal di wilayah yang sama keras dan dinginnya, mereka tidak melakukan hibernasi. Jadi apa yang membuat orang-orang di gua Sima melakukannya?
Faktor makanan, jawab Arsuaga dan Bartsiokas. Orang-orang Sámi dan Inuit tidak memerlukan hibernasi, karena stok pangan mereka masih tersedia. Sebaliknya, wilaya di sekitar situs Sima setengah miliar tahun lalu tidak menyediakan banyak makanan. Faktor makanan, ekonomi masyarakat kere sudah terpukul oleh pandemi, dan masih ditambah tempe yang sempat langka. Alasan tambahan untuk kita hibernasi.
“Sangat mungkin manusia untuk dapat berhibernasi,” kata Kelly Drew, profesor di Institut Biologi Arktik Universitas Alaska.
ADVERTISEMENT
Drew mempelajari Tupai Tanah Arktik, hewan pengerat kecil yang menghilang dalam liangnya selama delapan bulan dalam setahun.
“Mengatur suhu tubuh adalah inti dari hibernasi,” jelas Drew. Penurunan suhu inti tubuh menyebabkan metabolisme rendah mendekati kondisi “mati suri”, kondisi saat hewan tidak memerlukan makanan sama sekali. Sebagian besar kalori yang kita bakar digunakan untuk menjaga suhu tubuh kita –tingkat metabolisme basal kita. Dengan cara ini, kita bisa melewati waktu berbulan-bulan tanpa makanan. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)