Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Punahnya Kunang-kunang, Petaka bagi Manusia
email: [email protected]
13 Februari 2020 11:05 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pendakian di tengah hutan malam hari, seorang teman yang berasal dari Bekasi tiba-tiba tersentak, dia terkejut dengan sebuah cahaya yang terbang tak jauh dari lokasi kami berjalan.
ADVERTISEMENT
“Di Bekasi nggak ada kunang-kunang ya?” kata teman saya yang asal Boyolali.
Teman saya yang dari Bekasi terus mengamati kunang-kunang itu, sepertinya memang baru kali itu dia melihat kunang-kunang. Sekitar satu dekade silam, ketika malam, banyak kunang-kunang yang masuk ke rumah saya di Banyumas. Kalau mau keluar, di halaman jauh lebih banyak.
Kami, anak-anak desa, suka sekali menangkapi kunang-kunang itu lalu memasukkannya ke dalam plastik atau botol bening. Kami berlomba-lomba, siapa yang dapat kunang-kunang paling banyak. Kami tak peduli, meski kata orangtua kami, kunang-kunang itu adalah kukunya orang mati. Dan teman saya dari Bekasi, tak pernah merasakan asiknya berburu kunang-kunang.
Tapi sebulan lalu, ketika saya pulang ke Banyumas, saya sama sekali tak menemukan kunang-kunang. Jangankan masuk rumah, di halaman depan rumah pun tak kelihatan.
ADVERTISEMENT
Kabar buruk datang. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Bioscience awal bulan Feburari ini, menyatakan si api terbang ini tengah menghadapi ancaman kepunahan. Ancaman itu lantaran aktivitas manusia yang mengakibatkan rusak dan semakin sempitnya habitat kunang-kunang.
Rusaknya Habitat dan Cahaya Buatan
Pakar Serangga Institut Pertanian Bogor (IPB), Damayanti Buchori, mengatakan ada beberapa hal yang mengancam kunang-kunang menuju kemusnahan. Kerusakan lingkungan yang merupakan habitat asli kunang-kunang merupakan ancaman utamanya. Contohnya, maraknya deforestasi, alih fungsi lahan, penggunaan pestisida, serta pencemaran-pencemaran lain yang diakibatkan dari aktivitas manusia.
“Di Indonesia kita tidak punya data populasi kunang-kunang, tapi dengan banyaknya alih fungsi lahan, sudah dapat dipastikan bahwa populasi (kunang-kunang) menurun drastis. Sungai-sungai tercemar dan degradasi lahan jadi sebab utama,” ujar Damayanti ketika saya hubungi awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
Kawasan bakau atau mangrove, yang menjadi salah satu tempat kunang-kunang untuk menyelesaikan siklus hidupnya juga semakin rusak, baik karena dikonversi maupun karena aktivitas pariwisata.
Tak hanya rusaknya ekosistem, polusi cahaya akibat pembangunan juga menjadi ancaman serius untuk kunang-kunang. Kunang-kunang sangat terganggu dengan adanya lampu-lampu dan cahaya kota, sebab mereka menggunakan cahaya sebagai media komunikasinya.
“Jadi ketika malam hari menjadi terlalu terang, mereka jadi sulit berkomunikasi,” lanjut Damy, panggilan akrab Damayanti.
Kunang-kunang juga menggunakan sinyal berupa cahaya untuk menarik lawan jenisnya sebelum kawin. Setiap individu karakteristik cahaya yang berbeda, baik dari segi intensitas maupun lama dia menyala.
“Jadi warna cahaya, terang redup cahaya dan lama cahaya akan membedakan individu berbeda, menarik sekali,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Predator Hama dan Inspirasi Budaya
Kunang-kunang bukan hanya kerlip cahaya di malam gelap sebab sebagian kunang-kunang dewasa akan mengisap cairan nektar yang membantu proses penyerbukan pada tanaman tersebut.
“Kunang-kunang juga ada yang jadi predator dan memangsa serangga-serangga lain yang berpotensi jadi hama,” kata Damy.
Keberadaannya akan menjaga keseimbangan ekosistem dan rantai makanan. Kepunahannya, tentu akan mengakibatkan populasi serangga yang tadinya merupakan makanannya akan mengalami peningkatan.
Kunang-kunang tak hanya memegang peran ekologis, menurut Damayanti, kunang merupakan sumber inspirasi bagi banyak budaya dan telah menjelma jadi cerita-cerita rakyat.
“Kisah-kisah ini merupakan produk budaya yang penting karena sering mengandung arti-arti tertentu,” lanjutnya.
Lalu, hal buruk apa yang bisa menimpa manusia jika kunang-kunang punah? Kepunahan kunang-kunang akan menyebabkan hilangnya salah satu komponen dalam rantai makanan, akibatnya stabilitas ekosistem jadi terganggu. Ekosistem tersebut harus mencari keseimbangan baru, mungkin saja peran kunang-kunang bisa digantikan oleh jenis lain.
ADVERTISEMENT
“Tapi kehilangan satu spesies saja sebetulnya merupakan kehilangan yang besar bagi kehidupan dan peradaban ini,” tegas Damy.
Ilmu-ilmu bioteknologi sebenarnya juga sudah mulai memanfaatkan gen kunang-kunang yang menyebabkan dia bisa bercahaya. Mereka mempelajarinya dan kemudian menyisipkan gen tersebut ke genome organisme lain seperti ikan atau tanaman.
“Untuk komersial saja sih,” lanjutnya.
Keberadaan kunang-kunang jangan hanya dilihat dari segi kebermanfaatannya saja bagi kehidupan manusia. Sebab, semua ciptaan Tuhan, pasti memiliki manfaatnya masing-masing.
Menurut Damy, saat ini mungkin kita belum bisa melihat seluruh manfaat kunang-kunang selain sebagai predator hama. Namun ketika dia punah, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk memahami keberadaannya lebih jauh.
Untuk menjaga keberadaan kunang-kunang, tidak ada pilihan yang lebih baik ketimbang menjaga kelestarian habitatnya. Hutan, mangrove, dan sungai-sungai, harus dijaga betul-betul kelestariannya. Penggunaan pestisida di dunia pertanian yang membuat banyak kunang-kunang musnah juga sebisa mungkin dikurangi.
ADVERTISEMENT
“Dan yang tidak kalah penting, jauhi hutan-hutan dan habitat asli kunang-kunang dari lampu-lampu buatan manusia,” tegas Damy. (Widi Erha Pradana / YK-1)