Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tangkapan Iklan Selama Pandemi Stabil tapi Nelayan DIY Khawatirkan Cantrang
email: [email protected]
19 Juni 2020 12:55 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah pandemi virus corona, nelayan tangkap di DIY masih tetap melaut seperti biasa. Misalnya nelayan di Pantai Baron, Gunungkidul. Selama pandemi, mereka tetap melaut seperti biasa, bahkan hasil tangkapannya sedikit mengalami peningkatan, meski harga jual ikan sedikit menurun. Tapi legalisasi cantrang justru menjadi ketakutan utama para nelayan.
ADVERTISEMENT
“Semua nelayan di Baron masih bisa tetap beraktivitas. Selama cuaca mendukung kami berangkat melaut,” kata Sumardi, Ketua Paguyuban Nelayan Baron, Sumardi, Rabu (17/6).
Jenis ikan yang paling banyak ditangkap terutama tongkol dan layur. Selain mengakibatkan penurunan harga, pandemi memang tidak berdampak serius terhadap aktivitas nelayan tangkap. Yang kerap menjadi persoalan justru faktor cuaca. Karena saat ini sedang dalam masa pergantian musim, maka cuaca sering tidak menentu sehingga membuat nelayan tidak berangkat melaut.
Hal senada disampaikan oleh Sekjen Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DIY, Gamal Asgar. Menurutnya, saat ini aktivitas nelayan tangkap di DIY tidak banyak berubah dibandingkan sebelum adanya pandemi. Hasil tangkapan mereka juga masih stabil. Soal cuaca yang kerap tidak stabil memang selalu terjadi setiap tahun antara akhir Mei sampai awal September. Meski begitu, tidak setiap hari terjadi gelombang tinggi, sehingga nelayanpun masih bisa melaut.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan nelayan budidaya yang memang sangat terdampak karena pandemi. Pasalnya, sebagian besar hasil ikan nelayan budidaya disuplai untuk kebutuhan dunia usaha seperti restoran, hotel, dan sebagainya yang di masa pandemi ini banyak yang tutup.
“Tapi untuk nelayan tangkap sampai sekarang masih stabil,” kata Gamal Asgar saat dihubungi.
Yang dikhawatirkan saat ini justru kebijakan pemerintah yang mengizinkan kembali penggunaan cantrang sebagai alat tangkap ikan. Ketika dipimpin Susi Pudjiastuti, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sempat melarang penggunaan cantrang karena merupakan alat tangkap ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Akibatnya cantrang dapat merusak ekosistem terumbu karang dan mengambil semua yang terjaring, termasuk ikan-ikan kecil yang belum layak jual.
Di DIY, kata Gamal, tidak ada nelayan yang menggunakan cantrang. Selain karena alasan lingkungan, sumber daya yang ada juga belum cukup untuk mengoperasikan alat tangkap tersebut. Gamal mengkhawatirkan, nantinya izin penggunaan cantrang selain merusak lingkungan juga membuat nelayan-nelayan kecil kehilangan tangkapannya karena sudah terjaring semua oleh cantrang.
ADVERTISEMENT
“Terus terang kami agak terganggu dengan adanya kebijakan ini, karena terus terang kami di DIY tidak mengenal cantrang. Kami cukup mengkhawatirkan karena bisa merugikan nelayan-nelayan kecil,” lanjut Gamal.
Gamal juga meminta kepada pemerintah supaya lebih bijak lagi dalam memutuskan aturan ini. Dia khawatir, kebijakan baru ini nantinya akan memicu konflik yang luas antarnelayan. Apalagi sarana dan prasarana nelayan di DIY sampai saat ini masih banyak kekurangan, mulai dari kapal, alat tangkap, sampai pelabuhan yang sampai sekarang baru tersedia satu buah yakni pelabuhan Sadeng.
“Jadi jangan sampai kebijakan melegalkan cantrang ini justru membuat konflik antarnelayan semakin luas,” lanjutnya.
Selain cantrang, ada juga tujuh alat tangkap ikan jenis baru yang diizinkan penggunaannya oleh pemerintah. Tujuh alat tangkap baru tersebut di antaranya pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagis besar dengan dua kapal, payang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis, serta huhate mekanis.
ADVERTISEMENT
Penetapan alat tangkap baru tersebut dilakukan setelah pemerintah mengkaji kembali Instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan. (Widi Erha Pradana / YK-1)