Konten Media Partner

130 Sapi di Bantul Terserang PMK, 11 Ekor Dilaporkan Mati

3 Januari 2025 14:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi peternakan sapi. Foto: Antara/Yusran Uccang
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peternakan sapi. Foto: Antara/Yusran Uccang
ADVERTISEMENT
Sebanyak 130 ekor sapi di wilayah Kabupaten Bantul, DIY, dilaporkan sakit karena terserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bantul mencatat, hingga hari ini sudah ada 11 sapi yang mati.
ADVERTISEMENT
Kepala Bidang Tenaga Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bantul, Novriyeni, mengatakan bahwa dari 11 sapi yang mati, paling banyak berada di Kapanewon Kretek.
“Kasus terbanyak ada di Kretek dengan 6 ekor, Imogiri 4 ekor, dan Pundong 1 ekor. Hari ini ada tambahan dua kasus di Imogiri,” ujar Novriyeni, Jumat (3/1).
Salah satu wilayah yang perlu menjadi perhatian kata dia adalah Kapanewon Imogiri, sebab di tempat tersebut terdapat pasar hewan yang cukup besar dan menjadi pusat keluar-masuk perdagangan sapi.
"Biasanya kasus di sana berasal dari sapi yang dibeli di Pasar Siyono, Gunungkidul, atau sapi yang didatangkan dari Jawa Timur," jelasnya.
Masih Aman Dikonsumsi Manusia
Ilustrasi peternakan sapi. Foto: Shutterstock
Beberapa sapi yang terserang PMK di Bantul kata Yeni ada yang dijual murah oleh pemiliknya untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Ia menyebut, sapi yang terserang PMK masih aman untuk dikonsumsi selama diolah dengan baik, sebab PMK adalah jenis penyakit yang hanya menular antarhewan.
ADVERTISEMENT
“PMK hanya menular antarhewan. Daging dari sapi yang sakit tetap aman dikonsumsi asalkan dimasak dengan baik dan benar,” tegasnya.
Meski sudah ada ratusan sapi yang terserang PMK, namun situasi ini kata dia masih cukup terkendali jika dibandingkan dengan puncak wabah PMK pada 2022 yang mencapai 400 kasus.
Dengan populasi sapi yang mencapai sekitar 70 ribu ekor di Bantul, upaya pengendalian terus dilakukan melalui edukasi dan pengobatan. “Kami fokus pada Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada peternak serta memantau laporan dari petugas di lapangan,” pungkas Novriyeni.