Achmad Charris Zubair: Pasar Malam Sekaten, Simbol Kebahagiaan Rakyat Kecil

Konten Media Partner
26 Oktober 2021 18:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustasi pasar malam sekaten. Foto: Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Ilustasi pasar malam sekaten. Foto: Wikipedia
ADVERTISEMENT
Budayawan Yogya, Achmad Charris Zubair mengatakan bahwa pasar malam di Perayaan Sekaten tidak boleh ditiadakan karena itu adalah simbol kebahagiaan rakyat kecil. #publisherstory
ADVERTISEMENT
Sejak 2019, Pasar malam sekaten di Alun-alun Utara Yogyakarta yang selalu meramaikan upacara sekaten dari tahun ke tahun ditiadakan. Padahal, pasar malam sekaten adalah simbol dari kebahagiaan rakyat kecil.
Hal itu disampaikan Budayawan Kota Yogyakarta, Achmad Charris Zubair.
Sebuah pasar malam atau festival akan membawa kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat kecil dalam berbagai bentuk: jalan-jalan bersama keluarga, belanja barang-barang murah, naik komedi putar, atau sekadar menyaksikan kemeriahan yang tak setiap malam bisa disaksikan.
“Kalau masa kecil saya itu naik komedi putar, itu senang sekali, bahagia. Kebahagiaan rakyat kecil kan biasanya justru dalam bentuk-bentuk yang sederhana,” kata Achmad Charris ketika dihubungi, Senin (25/10).
Selain itu, alun-alun adalah ruang publik. Hal ini seperti konsep catur gatra, konsep yang dipakai dalam membangun kerajaan Mataram Islam.
ADVERTISEMENT
Ada empat komponen kerajaan di dalam konsep catur gatra, yakni keraton sebagai pusat pemerintahan, pasar sebagai pusat perekonomian, masjid sebagai pusat spiritualitas dan peribadatan, serta alun-alun sebagai ruang publik.
Karena itu, meniadakan pasar malam sekaten sama saja meniadakan satu ruang publik paling penting masyarakat Yogya, sekaligus menghapus kebahagiaan rakyat kecil yang selama bertahun-tahun menjadi pelipur lara mereka.
“Padahal menikmati sesuatu yang menyenangkan itu kan hak hidup siapapun, masyarakat kebanyakan kan butuhnya senang-senang,” lanjutnya.
Memberikan ruang kebahagiaan kepada rakyat banyak juga akan memberikan dampak lebih luas, salah satunya meminimalkan tindak kejahatan. Sebab, secara psikologis, orang-orang bahagia memiliki potensi lebih kecil untuk melakukan tindak kejahatan.
“Memberikan kebahagiaan dan kesenangan kepada rakyat banyak ini merupakan investasi sosial yang akan membangun kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri,” kata Achmad Charris.
ADVERTISEMENT
Bukan Esensi Namun Tidak Berarti Bertentangan
Gunungan sekaten. Foto: istimewa
Pasar malam dinilai tidak sesuai dengan sejarah sekaten dan terutama nilai-nilai dalam upacara sekaten, yakni sebagai peringatan Maulid Nabi SAW sekaligus sebagai sarana syiar ajaran Islam. Itulah alasan utama kenapa Keraton Yogyakarta akhirya meniadakan pasar malam.
Achmad Charris sepakat bahwa esensi peringatan sekaten memang peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pasar malam, menurut dia memang bukanlah esensi dari upacara sekaten, kendati demikian bukan berarti bertentangan dengan tradisi tersebut.
“Kalau dikatakan bertentangan dengan esensi upacara sekaten terus terang saya tidak setuju,” ujarnya.
Apalagi pasar malam dan upacara sekaten juga memiliki hubungan yang panjang. Sejak awal perayaan sekaten, bahkan sejak zaman Kerajaan Demak, perayaan sekaten selalu mengundang massa sebagai medium para wali untuk berdakwah. Karena banyak orang yang datang, secara otomatis akan mendatangkan banyak orang juga yang berjualan.
ADVERTISEMENT
“Kemudian perlahan berkembang menjadi apa yang disebut pasar malam, dan itu adalah konsekuensi logis dari berkumpulnya banyak orang,” lanjutnya.
Di Kelahiran Nabi, Rakyat Berhak Bahagia
Sekaten 2019 tanpa pasar malam. Foto: ESP
Kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah selayaknya diperingati dengan penuh kebahagiaan dan suka cita. Dan sekaten, adalah salah satu media yang menyajikan kebahagiaan untuk banyak orang itu. Apalagi sekaten bisa dibilang telah sukses mendatangkan banyak orang dari berbagai kalangan, dan itu bisa jadi target untuk melakukan dakwah.
Meskipun, secara spiritualitas sebenarnya peniadaan pasar malam sekaten tidak mengurangi esensi dari upacara sekaten itu sendiri.
“Tapi buat apa melakukan suatu kegiatan jika kemudian tidak menyisakan kebahagiaan untuk masyarakat?” ujar Achmad Charris.
Apalagi selama ini pasar malam telah menjadi pusat perekonomian dengan perputaran ekonomi yang cukup besar. Ini menurutnya juga bisa dimanfaatkan untuk mengembngkan pegiat UMKM yang saat ini sedang dikampanyekan di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Jikapun ada hal-hal di dalam pasar malam yang tidak sesuai dengan syariat Islam, misal beberapa tahun lalu ada acara dangdut yang terlampau vulgar, maka bukan berarti seluruh kegiatan pasar malam harus dihapuskan. Sederhana kata dia, hapuskan saja kegiatan-kegiatan di dalamnya yang dinilai menyimpang. Bukankah untuk membunuh tikus tidak harus dengan cara membakar lumbungnya?
Karena munculnya pasar malam sekaten juga melalui sebuah proses yang panjang, jika akan mengurangi kegiatan di dalamnya juga perlu dilakukan perlahan.
“Berjalanlah secara alami, jangan main larang-larang, jangan langsung ditiadakan sama sekali. Harus pelan-pelan,” tegasnya.