Konten Media Partner

Ada 3.000 Kedai Kopi di Yogya, tapi Kok Hampir Semua Kopinya dari Luar Daerah?

4 September 2022 13:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu produk kopi lokal Yogya yang dipamerkan di Jogja Coffee Week #2 di JEC. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu produk kopi lokal Yogya yang dipamerkan di Jogja Coffee Week #2 di JEC. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 3.000 kedai kopi di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, tak banyak kedai-kedai kopi tersebut yang menjual kopi asli dari wilayah DIY. Justru lebih mudah menemui kopi-kopi dari luar daerah, sebutlah kopi Aceh Gayo, Flores, Toraja, atau Bali Kintamani. Paling dekat berasal dari Temanggung atau Wonosobo. Sulit untuk menemukan produk kopi lokal Yogya yang dijual di kedai-kedai kopi Yogya.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo, mengatakan bahwa sebenarnya DIY memiliki beberapa varietas kopi lokal yang secara kualitas bisa bersaing dengan kopi-kopi dari daerah lain, yakni Kopi Suroloyo dan Kopi Merapi. Dua jenis kopi itu menurut Singgih sudah memiliki kualitas dan ciri khas yang sangat kuat.
“Namun yang menjadi hambatan memang dari sisi jumlah produksi yang masih sangat minim,” kata Singgih Raharjo saat ditemui setelah pembukaan Jogja Coffee Week #2 di Jogja Expo Center (JEC), Jumat (2/9).
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo, di Jogja Coffee Week #2. Foto: Widi Erha Pradana
Dengan tingkat produksi yang masih rendah, membuat kopi-kopi lokal tak mampu mencukupi permintaan pasar meskipun hanya untuk wilayah DIY saja. Karena itulah saat ini lebih mudah menemukan kopi-kopi dari luar daerah ketimbang kopi lokal asli dari Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Singgih berharap, ke depan Yogya tak hanya sekadar menjadi pusat pasar tapi juga bisa menjadi penyuplai kopi, paling tidak untuk wilayah DIY dulu. Karena itu, ke depan dia berharap produksi kopi asli Yogya ini bisa terus ditingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas.
“Karena sayang sekali kalau kita punya pasar kopi yang sangat besar, tapi kopi yang dijual bukan berasal dari petani kita sendiri. Karena saya kira kopi lokal enggak kalah dengan yang branded-branded itu,” ujarnya.
Pengusaha kopi arabica Suroloyo, Windarno. Foto: Widi Erha Pradana
Salah seorang pengusaha kopi lokal arabica Suroloyo, Windarno, mengamini bahwa persoalan utama kopi lokal memang terletak pada jumlah produksi yang masih kecil. Apalagi tahun ini dengan curah hujan yang tinggi membuat produksi kopi relatif turun ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, lahan kopi di Suroloyo, Kulon Progo menurutnya baru sekitar 20 hektare, sebab lahan yang bisa digunakan untuk menanam kopi Suroloyo hanya dipilih yang ketinggiannya 800 sampai 1.000 mdpl.
“Saat ini produksi setiap tahun total sekitar 3 ton kalau panennya bagus, sedangkan permintaannya jauh lebih besar dari itu jadi belum bisa kita layani semua,” kata Windarno.
Sebenarnya, untuk menanam kopi jenis arabika ketinggian wilayah Suroloyo masih kurang. Karena untuk menanam kopi jenis arabika ideal ketinggiannya di atas 1.000 mdpl. Namun ternyata cita rasa kopi yang dihasilkan hampir sama dengan kopi-kopi arabika yang ditanam di ketinggian di atas 1.000 mdpl.
“Karena kadar asam tanahnya tinggi, kelembabannya juga dapat, karena iklimnya itu pas kabut di ketinggian 900, jadi cita rasanya bisa sama dengan kopi-kopi di ketinggian 1.000 mdpl ke atas,” ujarnya.
Kopi Suroloyo. Foto: Widi Erha Pradana
Untuk meningkatkan jumlah produksi, menurutnya memang tak ada cara lain selain memperluas lahan tanam. Masalahnya, lahan di Suroloyo yang ketinggiannya di atas 800 mdpl sangat terbatas. Karena itu, sebagai pengusaha kopi Suroloyo kini Windarno lebih fokus untuk meningkatkan kualitas kopi Suroloyo. Sehingga meskipun secara kuantitas kecil, namun nilai jualnya tak kalah dengan kopi-kopi dari daerah lain.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita memaksakan menanami lahan yang ketinggiannya di bawah 800, nanti justru akan menurunkan kualitasnya, jadi lebih baik tidak kita proses dan fokus sama kualitasnya saja,” kata dia.
Untuk pemasaran, kopi Suroloyo menurut dia masih fokus untuk memenuhi permintaan lokal kabupaten seiring dengan semakin banyaknya kedai-kedai kopi di wilayah Kulon Progo. Hampir semua kedai kopi di wilayah Kulon Progo, terutama yang berada di sekitar pegunungan Menoreh, menurutnya sudah tersedia kopi khas Suroloyo.
“Dulu pernah ada industri besar yang mau masuk, tapi produksi kita kan belum mampu, jadi lebih baik kita pasok home industry dulu daripada dipaksa ningkatin produksi tapi malah korbanin kualitas,” kata Windarno.