Konten Media Partner

Ahli Hukum: Digitalisasi dan AI Penting, Hukuman Adil Dorong Budaya Anti Korupsi

31 Desember 2024 20:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi Harvey Moeis usai menghadiri sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/12/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi Harvey Moeis usai menghadiri sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/12/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyatakan dukungannya atas arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik markup dalam penganggaran pemerintah. Selain menyoroti pentingnya digitalisasi dan teknologi kecerdasan buatan (AI), Hardjuno juga menekankan bahwa hukuman yang adil bagi pelaku korupsi menjadi elemen kunci dalam membangun budaya anti-korupsi yang kuat.
ADVERTISEMENT
“Kasus-kasus seperti yang menjerat Harvey Moeis, di mana hukumannya hanya beberapa tahun, sangat disayangkan. Bandingkan dengan pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut hukuman untuk korupsi itu mustinya bisa mencapai 50 tahun, ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk mereformasi kebijakan hukuman agar memberikan efek jera,” ujar Hardjuno, Senin (30/12).
Menurutnya, hukuman yang ringan bagi pelaku korupsi melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan tidak memberi pesan tegas kepada masyarakat bahwa korupsi adalah kejahatan berat. “Hukuman yang setimpal, sesuai dengan dampak kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap negara dan rakyat, sangat penting untuk membangun kepercayaan publik pada sistem hukum kita,” tambahnya.
Teknologi dan Budaya Anti-Korupsi
Kandidat Doktor di Bidang Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Hardjuno juga menjelaskan pentingnya penerapan teknologi digital dan AI untuk mencegah penggelembungan anggaran (mark up). “Dengan analisis data real-time, AI mampu mendeteksi pola penggelembungan anggaran dan memastikan bahwa harga barang atau jasa yang diajukan sesuai dengan harga pasar,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, ia mengingatkan bahwa teknologi saja tidak cukup. “Digitalisasi seperti e-catalog dan e-government harus dibarengi dengan budaya anti-korupsi yang kuat. Edukasi tentang integritas dan keberanian pemerintah untuk menindak tegas pelanggaran adalah kunci keberhasilan,” ujar Hardjuno.
Hukuman Adil untuk Efek Jera
Kandidat Doktor di Bidang Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Pribadi
Hardjuno menyebut bahwa hukuman berat, seperti yang disinggung oleh Presiden Prabowo, perlu diterapkan untuk menciptakan efek jera. “Ketegasan dalam menjatuhkan hukuman, terutama untuk kasus-kasus besar, dapat menjadi pelajaran penting bagi pejabat lain agar tidak mencoba-coba melakukan korupsi,” tambahnya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya dalam Musrenbangnas di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, menegaskan bahwa praktik mark up adalah bentuk korupsi yang harus diberantas. Ia juga menyebutkan pentingnya hukuman berat sebagai bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
ADVERTISEMENT
Hardjuno menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kombinasi digitalisasi, teknologi AI, dan penegakan hukum yang tegas akan menjadi pilar utama untuk membangun budaya anti-korupsi yang berkelanjutan. “Dengan langkah ini, Indonesia dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi,” pungkasnya.