AMPPY: Difabel di DIY Susah Masuk Sekolah Negeri, Disuruh ke SLB

Konten Media Partner
12 Agustus 2022 18:56 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumpa pers AMPPY. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers AMPPY. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), mengemukakan bahwa penyandang difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih susah masuk sekolah negeri padahal provinsi ini sering mengkampanyekan pendidikan inklusif.
ADVERTISEMENT
Alih-alih diterima untuk belajar di sekolah negeri, seringkali mereka justru diarahkan untuk mendaftar ke sekolah luar biasa (SLB) karena dinilai tidak akan bisa mengikuti pembelajaran di dalam kelas.
"Mereka dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran, padahal gurunya yang tidak mampu mendidik," kata pegiat AMPPY, Setya Adi Purwanta, dalam konferensi pers di Yogyakarta, Jumat (12/8).
Jikapun diterima di sekolah umum, seringkali keluarga siswa tersebut dibebankan biaya tambahan untuk membayar tenaga pendamping khusus.
"Sudah disabilitas, masih dibebankan biaya tambahan, di mana keadilannya?" ujar pendidik yang juga penyandang tuna Netra ini.
Namun, dalam konferensi pers tersebut, Setya enggan menyebutkan di sekolah mana terjadi penolakan terhadap penyandang disabilitas tersebut. Ia hanya menyebut, banyak sekolah negeri melakukannya.
ADVERTISEMENT
Pegiat AMPPY lainnya, Novitasari, mengatakan, masih banyak PR pendidikan di Yogyakarta menyusul ramainya masalah pemaksaan penggunaan Jilbab di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY.
Selain pemaksaan penggunaan jilbab dan penolakan difabel di sekolah negeri, ada beberapa permasalahan lain yang selama bertahun-tahun menurut Novi tak kunjung kelar.
Di antaranya masalah jual-beli seragam di dalam sekolah; pelanggaran PPDB seperti numpang KK hingga 'membeli' kursi; pungutan liar di sekolah yang berdampak pada penahanan ijazah, tidak dapat mengikuti ujian, hingga perundungan.