Konten Media Partner

Berkaca Kasus Bu Trimah: Relasi Ibu Beranjak Lansia dan Anak yang Berumah Tangga

3 November 2021 17:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pola komunikasi yang sehat jadi kunci hubungan antara orang tua yang beranjak lansia dan anak yang beranjak dewasa. Dan semua harus dimuai sejak dini.
Ibu Trimah di panti wreda Malang. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ibu Trimah di panti wreda Malang. Foto: Istimewa
Kisah Bu Trimah, 65 tahun, seorang lansia asal Magelang, Jawa Tengah yang dititipkan oleh tiga anaknya ke sebuah panti jompo atau panti wreda di daerah Malang, Jawa Timur, menyisakan pilu di tengah masyarakat. Namun, kisah antara Bu Trimah dan anak-anaknya sebenarnya sangat mungkin dialami siapapun.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Perilaku, Kesehatan Lingkungan dan Kedokteran Sosial, FK-KMK UGM, Yayi Suryo Prabandari, mengatakan bahwa ada banyak pemicu hubungan yang tidak harmonis antara anak dan orangtua, namun yang paling mendasar adalah adanya pola komunikasi yang tidak sehat di antara mereka. Komunikasi yang tidak sehat, akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapanpun.
“Kuncinya yang utama memang komunikasi sejak awal,” kata Yayi Suryo Prabandari, Senin (1/11).
Komunikasi yang baik ini merupakan tipe pola asuh demokratis, dimana di dalamnya terdapat keterbukaan dan komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Hal itu sebenarnya bisa dilakukan melalui hal-hal sederhana, seperti makan bersama, jalan-jalan, dan sebagainya.
Melalui pola asuh demokratis yang diterapkan sejak dini, ketika dewasa anak akan menjadi lebih dekat dan terbuka juga dengan orangtuanya. Berbeda dengan pola asuh otoriter yang mengontrol penuh anak dan memaksa anak untuk mematuhi seluruh perkataan orangtuanya, atau pola asuh permisif yang justru membebaskan anak sebebas-bebasnya tanpa kendali dari orangtua.
Yayi Suryo Prabandari. Foto: Humas UGM
Namun, Yayi menyadari bahwa hal-hal sederhana untuk menerapkan pola asuh yang demokratis, terkadang juga tidak dapat diterapkan di keluarga-keluarga dengan kondisi tertentu.
ADVERTISEMENT
“Mungkin ketika kecil orangtuanya sibuk bekerja, atau si anak lebih sering kegiatan di luar rumah sehingga tidak dekat dengan orangtuanya, tentu ini akan berpengaruh ketika dia dewasa nanti,” ujarnya.
Terlebih, secara psikologi semakin tua seseorang akan berdampak kepada kondisi psikologisnya. Apalagi jika melihat kasus Bu Trimah yang sebelum dititipkan sempat mengalami sakit stroke, menurut Yayi hal itu memang sangat berpengaruh pada sisi psikologis seseorang, selain juga membutuhkan perawatan khusus yang lebih intensif. Dan sangat mungkin hal ini akan menambah konflik di antara orangtua dan anak.
“Karena sakit itu kan stressful sekali ya, tidak bisa kembali ke kondisi semula dan biasanya jadi lebih rewel memang. Karena ada teman yang kemarin cerita kalau sejak ibunya sakit memang betul-betul jadi merepotkan dan selalu marah,” ujar Yayi Suryo Prabandari.
Dwi Endah Kurniasih. Foto: Dok. Pribadi
Hal serupa disampaikan oleh Direktur Indonesia Ramah Lansia yang juga pengajar Kesehatan Masyarakat di Universitas Respati Yogyakarta (Unriyo), Dwi Endah Kurniasih. Menurutnya, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perubahan kondisi psikologis manusia seiring bertambahnya usia kerap kali juga jadi pemicu konflik antara orangtua dan anak.
ADVERTISEMENT
“Semakin tua, emosinya akan meningkat, lebih sensitif, dan sebagainya sehingga membuat anak jadi kesal, akhirnya memilih menitipkan orangtuanya ke panti wreda untuk mengambil gampangnya,” ujar Dwi Endah Kurniasih.
Ibu Trimah. Foto: Istimewa
Padahal, para lansia tidak pernah ingin bersikap demikian. Hal itu terjadi karena adanya kemunduran dari sisi psikologis, psikis, dan mental pada lansia, itu mengapa seringkali mereka menjadi seperti anak-anak lagi. Jika hal itu tidak dipahami, maka anak-anak, atau siapapun yang merawat mereka pasti akan merasa kesal ketika menghadapinya. Dan itu, akan terjadi pada semua orang ketika dia semakin tua nanti.
“Harus sabar, anggap itu sebagai ibadah karena surga kan di telapak kaki ibu. Bagaimanapun kita pasti nanti juga akan tua dan tentu ingin hidup bahagia dengan anak dan cucu kita,” ujar Dwi Endah Kurniasih. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT