Konten Media Partner

Bra Victoria’s Secret yang Harganya Rp 1,6 Juta Itu, Ternyata Dibikin di Bantul

17 Mei 2023 13:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi produk bra Victoria's Secret. Foto: Charley Gallay/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi produk bra Victoria's Secret. Foto: Charley Gallay/Getty Images
ADVERTISEMENT
Salah satu merek bra paling terkenal, Victoria’s Secret, ternyata diproduksi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di Kabupaten Bantul. Sebagai informasi, Victoria’s Secret merupakan salah satu merek pakaian dalam perempuan paling populer di dunia yang telah memiliki ribuan toko di seluruh negara.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Kawasan Berikat DIY, Heru K Setiono, mengatakan bahwa salah satu pabrik yang memproduksi bra Victoria’s Secret ada di Kabupaten Bantul, DIY. Produsen tersebut adalah PT Busana Remaja Agracipta (BRA).
“PT BRA di Bantul itu yang memproduksi bra merek Victoria’s Secret, harganya per pcs Rp 1,6 juta,” kata Heru K Setiono, di sela acara KADIN Yogyakarta, Senin (15/5).
PT BRA menurut Heru memang menghasilkan produk-produk bra yang kualitasnya sudah diakui oleh dunia internasional. Di DIY, perusahaan ini bahkan menjadi penyumbang nilai ekspor terbesar, dan secara nasional menjadi penyumbang ekspor terbesar untuk komoditas bra.
“PT BRA juga memiliki nilai ekspor bra terbesar nasional, mencapai Rp 1,8 triliun, produsen underwear pertama terbesar di Indonesia, dan di dunia menempati ranking 10,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Kawasan Berikat DIY, Heru K Setiono. Foto: ES Putra
Heru mengatakan bahwa produk bra DIY memang memiliki kualitas yang sudah diakui oleh dunia internasional. 100 persen produk bra yang dihasilkan DIY menurutnya diekspor ke luar negeri, mulai dari Asia, Eropa, dan paling besar ke Amerika.
“Ekspornya terbesar ke Amerika, ada juga ke Eropa dan Asia,” kata Heru K Setiono.
Di kesempatan yang sama, Komisi Tetap Pembinaan & Pengembangan Kesekretariatan Kadin DIY, Tim Apriyanto mengatakan manufacturing besar di DIY seperti pendirian pabrik, tidak akan semassif di kota-kota sekitar seperti di Boyolali, Kudus, maupun di Batang Jawa Tengah. DIY memiliki kendala harga tanah yang sudah tidak support untuk manucturing besar. Dan sudah dinyatakan oleh pemimpin tertinggi DIY yakni Gubernur DIY Sri Sultan HB X, DIY musti tumbuh sebagai kota UMKM.
ADVERTISEMENT
“DIY didesain sebagai kota wisata, budaya, pendidikan, kota kreatif yang penopang ekonomi utamanya adalah UMKM. Maka penting bagaimana dari keahlian pabrik-pabrik di kawasan berikat di DIY itu diturunkan ke UMKM, misalnya, produk-produk ekspor DIY ini dipajang di tempat-tempat menarik seperti di hotel atau tempat wisata untuk pamer sekaligus memperlihatkan pada UMKM-UMKM ini lho produk DIY yang berkualitas ekspor,” papar Tim.
Komisi Tetap Pembinaan & Pengembangan Kesekretariatan Kadin DIY, Tim Apriyanto. Foto: ES Putra
Produk ekspor menurut Tim, memiliki tingkat kerumitan yang sangat tinggi dan hanya bisa dihasilkan oleh sistem pabrikasi yang kuat dari mulai masuknya bahan baku hingga QC (Quality Control) saat barang keluar. DIY selama ini ekspornya ditopang, pertama oleh fashion, baru disusul dengan furniture and craft baru kemudian produk kulit. Sehingga sebenarnya ada peluang transfer knowledge di 3 komoditas ekspor utama tersebut pada UMKM.
ADVERTISEMENT
“Jadi ada transfer knowledge dan disiplin kerja dari kawasan berikat, pabrik-pabrik itu, ke UMKM sehingga pada suatu saat UMKM juga bisa jadi pemain ekspor penting seperti yang sekarang didukung KADIN dengan membuka warehouse di Australia khusus untuk produk UMKM,” papar Tim.