Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.104.0
Konten Media Partner
Dari Pitch ke Premiere : Ruang Baru Para Sineas, Membangun Ekosistem Film Jogja
26 April 2025 10:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar Gala Premiere Jogja Film Pitch & Fund di Studio 1 Empire XXI, Kamis (24/4). Gala premiere atau peluncuran film pendek hasil fasilitasi Dana Keistimewaan 2024 ini sebagai bentuk dukungan terhadap perkembangan ekosistem perfilman di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini merupakan bagian dari program berkelanjutan hasil fasilitasi Dana Keistimewaan 2024, yang bertujuan membuka ruang kreasi dan produksi bagi sineas di Yogyakarta.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, mengatakan pihaknya memberi kepercayaan penuh kepada para sineas yang terpilih untuk mengeksplorasi karya mereka secara bebas.
“Kami dari Dinas Kebudayaan memberikan kepercayaan penuh kepada teman-teman perfilman. Kami berdiskusi ini arahnya mau ke mana, setelah kami bersepakat maka detailnya kami serahkan kepada teman-teman perfilman,” ungkapnya dalam siaran persnya.
Empat film pendek yang diputar dalam Gala Premiere Jogja Film Pitch & Fund mewakili ragam perspektif dan pendekatan artistik dari sineas-sineas Yogyakarta, dengan tema-tema yang menyentuh, reflektif, sekaligus relevan dengan konteks sosial budaya hari ini.
"Cerita Sepanjang Jalan" karya Febfi Setyawati adalah sebuah dokumenter berdurasi 37 menit yang menyusuri kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus di Yogyakarta melalui sudut pandang mobil siaga “Untuk Teman”. Lebih dari sekadar kendaraan medis, film ini menampilkan potret komunitas yang hidup dari kasih sayang, gotong royong, dan ketabahan dalam menghadapi berbagai keterbatasan. Dokumenter ini menjadi cermin hangat tentang kemanusiaan yang tumbuh di tengah kesederhanaan.
ADVERTISEMENT
"Kholik", film fiksi berdurasi 17 menit garapan Mandella Majid, menghadirkan satire cerdas tentang benturan antara keyakinan lokal dan logika modern. Ketika Kholik bersikeras bahwa ia melihat UFO, warga kampung justru percaya bahwa ia melihat pulung gantung—pertanda musibah. Dengan bingkai yang jenaka dan kritis, film ini menggali bagaimana mitos dan realitas bisa saling bertabrakan dalam kehidupan sehari-hari.
Lewat "Wali", sutradara Jihad Adjie membawa penonton menyelami relasi keluarga yang dibayangi masa lalu. Film fiksi berdurasi 23 menit ini bercerita tentang seorang perempuan yang tetap menginginkan ayah kandungnya—mantan tahanan politik—menjadi wali nikahnya. Film ini menjadi ruang reflektif tentang rekonsiliasi, penerimaan, dan penghormatan terhadap sejarah pribadi yang tak selalu sederhana.
Sementara itu, "Saat Lanjut Usia" karya Khusnul Khitam menawarkan perenungan lembut tentang kebersamaan di usia senja. Film berdurasi 30 menit ini mengisahkan tiga sahabat lansia yang harus menghadapi perpisahan karena hidup membawa mereka ke arah berbeda. Dalam perjalanan singkat ke tepi pantai, film ini menjadi semacam meditasi sunyi tentang persahabatan, kehilangan, dan keberanian untuk melangkah sendiri.
ADVERTISEMENT
Terkait kepemilikan karya, perwakilan kurator Jogja Film Pitch & Fund, Dwi Sujanti Nugraheni, menjelaskan film hasil program ini bersifat milik bersama, dengan pengaturan hak distribusi yang fleksibel untuk mendukung karier para sineas.
“Film dimiliki bareng-bareng tapi copyright-nya di-share. Dinas mengadakan premiere, setelah itu distribusinya akan diserahkan kepada filmmaker, untuk dibawa ke berbagai festival,” ujarnya
“Nanti umurnya akan selama 2 tahun, Dinas Kebudayaan memberikan waktu selama 2 tahun kepada filmmaker untuk mendistribusikan filmnya. Setelah itu nanti akan kita upload ke Youtube atau pemutaran-pemutaran keliling. Jadi sebenarnya dinas memberikan kesempatan besar kepada para filmmaker untuk mendistribusikan filmnya,” jelasnya.
Diharapkan lewat film kebudayaan Yogyakarta dapat berkembang dengan pesat, dengan membangun ekosistem di dalamnya. Sesuai dengan visi bersama yaitu mengembangkan, memelihara dan memanfaatkan kebudayaan lewat intervensi dalam film.
ADVERTISEMENT
“Ketika kita bersinergi bersama teman-teman perfilman maka sebenarnya keterkaitannya adalah memajukan kebudayaan. Pada dasarnya film itu merupakan sebuah media, alat, atau sarana untuk memeriahkan kebudayaan,” ungkap Dian.
Dia mengungkapkan, program Jogja Film Pitch & Fund terus berlanjut. Untuk tahun 2025, proses pitching masih dibuka hingga 28 April 2025, memberi kesempatan luas bagi sineas-sineas Jogja untuk mengajukan ide dan mewujudkannya ke layar.
Ditulis oleh Gracetika Joice Purba.