Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Decision Maker: Liana Tasno, Direktur Perempuan yang Bawa PSIM Lolos ke Liga 1
29 April 2025 16:52 WIB
·
waktu baca 16 menit
ADVERTISEMENT
Yuliana Tasno menjadi sosok pemecah kebuntuan PSIM Jogja yang sudah terjebak di Liga 2 selama 18 tahun. Ia menjadi Presiden Direktur PSIM Jogja sejak 2019, bersamaan dengan proses akuisisi klub oleh konsorsium investor.
ADVERTISEMENT
Sebagai sosok yang dipercaya untuk memimpin salah satu klub tertua di Indonesia, perempuan yang akrab disapa Ci Liana ini mengawali langkahnya dengan pemetaan menyeluruh atas kelemahan yang ada. Fokus utamanya tertuju pada aspek teknis dan struktur manajerial tim, termasuk pentingnya posisi pelatih kepala, staf pendukung, serta peran manajer tim dalam menjembatani kebutuhan antara manajemen dan lapangan.
PSIM kini tengah bersiap untuk menghadapi kompetisi Liga 1, setelah penantian panjang selama hampir dua dekade. Liana mengoordinasikan upaya bersama timnya untuk menyesuaikan struktur organisasi, standar operasional, hingga kesiapan finansial agar klub dapat bersaing secara berkelanjutan di level tertinggi.
Sebagai perempuan yang memimpin klub profesional di liga utama, posisi Liana juga menunjukkan dinamika baru dalam tata kelola sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pandangan Jogja berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Liana dalam program ‘Decision Maker’, untuk mengungkap kunci suksesnya membawa PSIM lolos ke Liga 1, sekaligus visi besarnya untuk klub sepak bola kebanggaan warga Jogja ini.
Berikut adalah hasil wawancara langsung dengan Liana Tasno, Direktur Utama perempuan PSIM yang berhasil membawa PSIM kembali ke Liga 1 setelah 18 tahun.
PSIM sudah terjebak selama 18 tahun di Liga 2 sebelum Anda akhirnya datang. Apa kelemahan utama yang Anda temukan saat pertama jadi direktur di PSIM?
Aku ikut PSIM itu kan dari 2019 ya, dari konsorsium investor ini mengakuisisi PSIM secara keseluruhan. Aku ngomong, 2019 itu memang aku tuh nggak ngerti bola kan ya, Mas. Cuma aku mengamati dari 2019 ini memang sebenarnya problem apa sih yang ada, terutama di bagian teknis, karena aku memang in charge-nya memang di bisnis dan komersial.
ADVERTISEMENT
Cuma aku punya pandangan atau analisa tersendiri, gitu ya. Memang yang menjadi problem di PSIM itu adalah urusan technical-nya dalam first team. Itu kelemahan yang aku lihat dan aku pikir memang itu sangat perlu dikuatkan di PSIM.
Jadi dari sisi technical-nya, karena head of technical ini kan kalau besok di Liga 1 itu challenge yang terbaru lagi buat saya sebagai Presdir karena Liga 1 ini beda sama Liga 2. Kalau Liga 1, head coach-nya itu mereka sudah yang lulusan UEFA, minimal harus pro kalau di Liga 1. Terus coach-coach di Liga 1 memang udah canggih banget.
Gimana aku juga dengar untuk mencapai sertifikasi kalau yang UEFA itu harus menunjukkan portofolio dulu. ‘Ini portofolio saya, saya pernah kerja di sini, terus saya sudah menang beberapa kali’, baru itu diterima di sertifikasi kepelatihan tersebut. Ini jadi challenge tersendiri untuk saya.
ADVERTISEMENT
Cuma yang saya lihat kemarin itu memang ini technicalnya dulu yang harus dikuatkan di PSIM. Selain technical-nya itu, which is head coach, tim kepelatihannya, itu kan asisten, dan kawan-kawan. Asisten pelatih fisik, itu penting banget. Goalkeeper, itu penting juga. Even sampai ke dokternya yang bisa mempercepat penyembuhan pemain, sampai ke fisio-nya itu memang harus bisa dan harus sat-set juga.
Ini kan yang harus aku kuatkan di situ. Nggak bisa kita menerima orang di PSIM itu yang misalnya punya kepentingan pribadi, itu paling parah. Terus misalnya yang nggak bisa kerja, itu lebih parah lagi.
Aku tuh udah banyak menganalisa, karena aku di dunia sports juga udah lama. Jadi pas aku membangun tim teknis untuk proyek yang aku dipercaya oleh investor ini, itu dulu yang aku kuatkan jadinya.
ADVERTISEMENT
Selain juga, yang paling penting adalah manajer. Karena manajer ini yang menjembatani antara perwakilan dari manajemen menjembatani kepada first team. Ini manajernya juga harus kuat.
Sampai kepada implementasi, asistennya juga harus kuat juga yang membantu si manajer ini untuk urusan-urusan nonteknis. Nonteknis ini maksudnya adalah, contoh kita away, hotelnya gimana sih, terus akomodasinya gimana, pemain supaya nggak capek itu dia naik pesawat, terus naik apa naik itu harus dipikirkan, harus dikerjakan dengan detail, sehingga membantu first team ini yang bisa membawa kemenangan.
Pas aku dulu jadi vice business di PSIM, aku memperhatikan, ini orang-orangnya harusnya begini, harusnya gini, harusnya gini. Waktu aku dapat proyek ini, aku dipercaya 100 persen, ya sudah itulah yang aku bangun dan aku kuatkan.
ADVERTISEMENT
Kalau ditanya kelemahan, kelemahannya dulu teknis.
Apa keputusan terbesar yang mungkin paling radikal yang Anda ambil sebagai Direktur PSIM?
Keputusan terbesar? Radikal? Harus bisa menganalisa.
Aku kan nggak ngerti bola. Harus bisa menganalisa, harus bisa memberikan kebijakan, di mana kebijakan itu ketika diimplementasikan itu harus benar. Yang in charge di dalam PSIM ini pasti kan orang-orang yang memang punya passion di bola. Contoh aja misalnya investor, mereka passion banget di bola. Mereka juga punya style-nya masing-masing.
Pasti banyak yang memberi masukan pada saya. ‘Kenapa sih kamu bisa, contoh nih, kenapa kamu kok gaya bermain kamu itu, kamu defend aja harusnya. Jangan nyerang, kamu jangan terlalu berani’.
Nggak ada yang benar, nggak ada yang salah di bola. Semua punya karakter dan style masing-masing, benar nggak? Cuma pada akhirnya kan sebagai pemimpin bola itu kan harus memutuskan, oke sebenarnya apa sih yang harus saya putusin di sini?
ADVERTISEMENT
Jadi ketika saya melihat, kok masukan dari seseorang ini kok kurang ya? Nggak lah, saya memutuskannya demikian. Kalau saya sudah mempunyai intuisi, ‘Nggak, ini saya sudah investigasi’, dan lain-lain, ‘Saya harus memutuskan seperti ini demi kebaikan PSIM’. Karena saya sudah bekerja keras dan saya tahu, saya punya Tuhan untuk memutuskannya.
Itu harus dijaga keseimbangannya. Harus punya strategi-strategi tersendiri juga, sehingga perhatian banyak orang terhadap PSIM ini bisa menjadi sama-sama beriringan, berjalan, nggak sesuatu yang nggak gampang sih sebenarnya. Perlu kerja keras dan berdoa.
Seberapa siap PSIM menghadapi kompetisi Liga 1 yang hanya tinggal beberapa bulan lagi? Kelemahan apa yang jadi prioritas untuk bisa dilengkapi?
Terus terang ya, kalau kelemahan, kita nggak melihat dari sisi kelemahan. Karena kita pasti selalu memberikan yang terbaik, dengan kita memberikan yang terbaik untuk PSIM itu, pasti kita melihat kekuatan kita itu apa.
ADVERTISEMENT
Cuma Liga 1 ini, sesuatu yang kita ini memang belum punya adalah pengalaman di sana. Kita ini baru di sana, tapi kita harus memberikan yang terbaik untuk PSIM ini lagi. Lagi-lagi kita harus memberikan yang terbaik untuk PSIM.
Ini kita harus juga belajar, banyak belajar dari orang-orang yang sudah ada di Liga 1. Kita memang sudah mempunyai koneksi itu, dan kita sudah berteman dengan mereka. Jadi mereka juga baik, dengan kita mereka juga puji Tuhan, banyak yang baik sama PSIM, banyak banget.
Jadi kita banyak mendengar juga pembelajaran-pembelajaran dari mereka. Contoh misalnya tadi yang tentang cost. Karena Liga 1 itu sudah berbeda, kita ini sudah harus beda mainannya, kita sudah harus sadar betul bahwa ini sudah Liga 1, beda dengan Liga 2. Sehingga kita harus mempersiapkannya.
ADVERTISEMENT
Nggak cuma di first team, tapi juga di manajemen. Jadi di manajemen ini, ketika Liga 2 misalnya, satu PIC ini masih bisa dipakai. Tapi ketika kita sudah masuk ke Liga 1, kalau kita merasa ini nggak bisa memperkuat PSIM di Liga 1, kita harus cut, dan kalau harus kita ganti, ya kita ganti.
Yang kita persiapkan, ya satu tadi sudah pasti funding. Karena saya sebagai leader di PSIM, saya kepengin PSIM itu selalu menjadi klub yang sehat. Dalam artian saya kepengin PSIM itu terus menjadi klub yang memberikan hak-hak anggota daripada PSIM ini. Jadi yang nomor satu, pasti saya harus secure itu dulu.
Karena bagaimana pun, dana itu yang bisa membuat kita running di operasional satu musim ke depan. Tapi saya bekerja sama dengan Razi (Manajer PSIM) di sini, karena dia sudah partner saya di bagian teknis. Jadi kita bagi-bagi tugas, tapi saya juga nggak melepas 100 persen monitor saya terhadap Razi.
ADVERTISEMENT
Saya tetap nanya, ‘Raz, head coach-nya gimana Raz? Terus permainan yang dipertahankan siapa saja Raz? Terus oke, lu kalau mau perkuat, kira-kira yang dari kemarin itu, apa yang harus kita perkuat Raz?’
Itu tetap saya monitor. Jadi, sudah dipersiapkan kok. Malahan semua orang tuh yang kayak, ‘Ci Liana tuh libur ya’, boro-boro bisa libur. Penginnya sih iya. Cuma kan, gimana ya? Kayak benar-benar udah nggak bisa tenang banget.
Pas sudah terima piala aja tuh, selalu mikirin PSIM terus. Sudah terima piala, pulang ke Jakarta, langsung keliling ke Liga 1 untuk belajar. Nanya-nanya, belajar, mendengar masukan dari banyak orang. Di bagian sisi yang, ‘Oh kita mesti beli LED ya, di Liga 1 regulasinya baru ya’.
ADVERTISEMENT
Sudah deh, kita bertahan dulu aja, yang penting, coba deh kita coba dulu, yang penting, kalau misalnya Tuhan kasih kita lagi di 10 besar, terus bisa kita sustain di situ aja. Nah sudah baru kita mikirin bisnis dan developer-nya. Itu semua udah kita kerjakan untuk PSIM.
Perihal transfer pemain, kemarin sempat ada isu nama-nama besar seperti Ramadan Sananta, katanya mau masuk ke PSIM , dan sebagainya. Seperti apa progress transfer pemain PSIM saat ini?
Nanti Mas kalau mau nanya-nanya mengenai kayak gitu, lebih baik ke Razi ya, nanti dia marah sama saya, kalau saya ngomong. Karena itu memang kita udah bagi tugas, gitu. Jadi itu, ya tugasnya dia.
Cuma, aku percayalah dia bisa membantu first team. Tapi yang pasti kita head coach dulu.
ADVERTISEMENT
Jadi kalau misalnya ada isu-isu begini begitu, saya pastikan nggak benar, gitu. Karena head coach-nya aja juga, walau, ya kita udah milih, udah milih kok head coach-nya. Cuman dari kedua, berdiskusi terus antara anak-anak ini ya, Razi dan Coach Erwan, berdiskusi terus untuk menciptakan permainan PSIM di Liga 1 nanti ini yang sudah mereka sepakati bersama.
Tapi kalau misalnya udah ada isu begini, isu begitu, harusnya sih belum, ya. Karena si coach-nya ini juga baru-baru ini mau tanda tangan dengan kita, gitu. Tapi kalau dikerjakan sih udah, list-nya udah, gitu.
Kira-kira mungkin udah 80 persen, tapi kan kita masih tetap ya, bongkar pasang, sampai menemukan formula yang betul-betul ideal.
Di Liga 1 musim depan, siapa yang akan menakhodai PSIM? Coach Erwan, Seto, atau ada incaran pelatih lain?
ADVERTISEMENT
Kita pakai asing. Karena terus terang kita sudah belajar ya sama Liga 1. Bagaimanapun juga memang mereka tuh di sana sudah mempercayakan kepada asing.
Di mana coach-coach asing itu memang sertifikasinya tingkatannya berbeda. Mereka pasti udah pernah di Eropa dan lain-lain. Kita tetap pakai asing sih.
Terlepas dari kita menghargai jasanya Coach Erwan, yang dia sudah meloloskan membantu PSIM dengan luar biasa. Kita tahu bahwa Coach Erwan itu satu human resource yang memang spesial. Dan dia itu human resource yang dilahirkan oleh Kota Jogja.
Jadi kita bangga sekali dengan Coach Erwan. Kita looking forward mau sekolahin Coach Erwan at April, gitu kan. Dan kita menunggu Coach Erwan, kalau bisa nggak lama-lama lah. Tapi kita nggak lepas (Coach Erwan). Cuma sekarang nakhodanya, kita menunjuk Head Coach yang baru ini asing.
ADVERTISEMENT
Untuk pengumumannya kapan, nggak tahu, tanya Razi aja deh. Harus ada timingnya.
Untuk stadion, mana yang akan jadi home base PSIM ke depan, mengingat Mandala Krida sampai saat ini masih belum siap untuk digunakan terutama untuk menggelar pertandingan malam?
Kita sudah mengajukan opsi-opsi stadion kepada LIB dan PSSI selaku operator LIB. Kita sudah mengajukan surat.
Nanti kita tunggu ya, dari mereka bagaimana. Karena gini, di Liga 1 itu regulasi mengenai stadion juga banyak. Jadi nggak cuman ‘harus lampu’. Nggak cuman only that.
Gimana kalau LIB saja yang mutusin, kita di mana? Jadi aku sudah memberikan opsi-opsi tersebut. Nanti akan kita publish juga. Tapi kita sudah kerjakan itu, dan kita lagi menunggu.
Tadi Anda bilang tidak tahu apa-apa soal sepak bola, tapi apa yang kemudian membuat Anda jatuh cinta dengan olahraga ini?
ADVERTISEMENT
Soalnya, saya percaya betul bahwa berdasarkan pengalaman saya tadi, yang paling bisa dikomersialisasikan, bisnisnya itu bisa, industrinya bisa, setidaknya ada revenue, bisa menimbulkan revenue itu sepak bola, terus terang.
Karena kenapa? Karena 90 menit itu sepak bola itu ngumpulin orang di lapangan tergantung marketing. Kita nggak usah bicara timnas lah, kita bicara tentang klub Liga 1, itu ngumpulin 10 ribu itu easy, ngumpulin 20 ribu masih it’s oke, ngumpulin 30 ribu sekian kalau itu memang big match, itu very easy, gampang. Kemarin pas final itu 17 ribu, rekomendasi dari kepolisian, dan kita merilis gitu.
Mas, tahu nggak, yang ngantre itu masih ada 17 ribu orang lagi untuk beli. Jadi kalau kita pakai stadion mana, Persebaya kali yang gede ya, itu mungkin bisa terisi semua. Jadi menurut aku di sepak bola ini, karena aku orang pemasaran, memang hati aku, ability aku, dan aku memang suka sama pemasaran dan olahraga.
ADVERTISEMENT
Jadi menurut aku, memang football secara pemasaran itu yang paling seksi buat aku. Makanya kenapa aku tetap ada di bola sampai sekarang ini. Belum ke bulu tangkis gitu misalnya, atau ke voli gitu.
Jika lihat ke belakang, direktur laki-laki sebelumnya selalu gagal bawa PSIM ke Liga 1, lalu apa yang membuat Anda berani menduduki posisi ini?
Ini pertanyaannya kemarin yang pas di podcastnya Daniel Mananta, aku udah share juga. Jadi memang Daniel ngomong gini, sama aku, nanya, ‘Liana, lu tuh udah triple minority gitu kan, perempuan, Chinese, Christian, kok bisa sih, kok lu nekat untuk ambil challenge ini?’
Waktu itu memang ketika aku dipercaya sama investor saat 2019, aku bisa merasakan bahwa mereka menghargai aku sebagai human resource-nya mereka. Sebagai seorang profesional mereka, aku tahu, dan aku merasakan sekali, mereka menghargai.
ADVERTISEMENT
Waktu aku dapet challenge ini, yang membuat aku berani adalah, aku mendengar jawaban dari Tuhan bahwa Tuhan akan bersama aku untuk menyukseskan proyek ini. Dan kedua adalah izin dari orang tua.
Jadi aku kan izin dulu nih sama Papa, bukannya aku langsung terima, karena keren nih proyek gila, nggak sama sekali. Aku takut, ingat lho teman-teman, karena waktu pas aku dikasih challenge itu, Kanjuruhan, ingat nggak?
Itu kan fear di dalam sepak bola Indonesia yang kita nggak boleh lupain, Kanjuruhan itu. Itu crazy lho. Itu nyawa orang, 130 sekian itu nyawa orang. Nggak boleh dilupain lho itu. Untuk menduduki suatu klub dengan basis suporter yang besar itu tanggung jawabnya luar biasa lho. Nggak gampang ya.
ADVERTISEMENT
Jangan lupa, makanya kita juga jangan pernah lupa nih, urusan Kanjuruhan tuh nggak main-main. Orang kan udah lupa. Ribut lagi. Lempar-lempar lagi, disulut sama kepentingan, suatu kepentingan tertentu. Merusak klub yang kamu bilang katanya kamu cintai. Aku nggak ngomong tentang ‘this club’. Aku ngomong football in general.
Ini nggak gampang. Sesuatu yang nggak mudah.
Jabatan ini bukan jabatan yang orang buat petantang-petenteng di sini dan pride. Keren ya, ada di Premiere League jadi Presiden Direktur. Saya juga ngerasa nggak sanggupnya juga sering banget kok mas. Sering. Bangun tidur tuh nggak selalu saya yang kayak Liana yang optimis terus tuh nggak. Ups and down juga kok.
Aku bangun tidur, aduh capek ya ngurusin bola. Sering, sering banget.
Apakah Anda pernah merasa di titik yang hampir frustrasi mengelola sepak bola?
ADVERTISEMENT
Sering, sering. Yang bikin frustrasi? Itu kalau udah suporter nggak kondusif. Itu aku frustrasi.
Karena gini, kalau di saat tim kalah, PSIM lagi amit-amit kalah, tapi aku disemangatin sama orang-orang untuk terus semangat, aku sedih itu aku bisa jadi semangat. Tapi kalau udah lagi kalah, dicaci maki, difitnah aku jual pertandingan pula, itu yang membuat aku capek, terus terang. Aku capek aja, capek lah.
Apalagi kantor aku sampai dipecahin kacanya, dirusak, dicoret-coret kantor aku, dipasangin spanduk gede banget, dicaci maki, segala macam. Itu yang membuat aku capek.
Karena kenapa? Aku tulus kok di sini. Aku terus terang aku tulus kok di sini. Aku tetap ada di PSIM karena kenapa? Karena aku cinta sama PSIM, bukan PSIM-nya, tapi keluarganya PSIM yang aku cintai di sini. Orang-orang yang dari lokal, dari pemerintahan setempat, yang baik sekali sama aku, Mas. Dari Kapolda, Kapolres, Pak Wali Kota.
ADVERTISEMENT
Aku sayang sama mereka. Aku suka banget pas menang, mereka kan ketemu aku. Pak Kapolres pas ketemu aku, Pak Ari, polisi-polisi sana yang lahir di Jogja itu. Mereka melindungi aku seperti apa. Aku cuma kepikiran, aku senang sama mereka. Jadi itu yang membuat aku terus mau menghidupi PSIM.
Apalagi Pak Gubernur, Ngarsa Dalem. Gimana Ngarsa Dalem sama saya bisa memberikan waktunya selama 2 jam lho buat PSIM. Bagaimana ketika dia memberikan wejangannya kepada aku, ‘kamu scouting yang bener’. ‘Ketika kamu sudah scouting, pembinaan itu dilakukan nggak? Kamu nggak gitu-gitu’.
Aku semangat. Aku merasa menjalankan amanah untuk terus. Aku semangat untuk ada di PSIM ini karena orang-orang ini.
Dari segi bisnis, apakah PSIM sudah menjadi klub yang menguntungkan?
ADVERTISEMENT
Enggak. Dari 2019 nggak pernah untung. Nggak apa-apa saya ngomong. Saya nggak gengsi kok.
Saya udah pakai auditor di sini. Kita pakai auditor nggak tahu klub lain. Kalau Liga 1 pasti pakai auditor ya? Karena kan itu regulasi dari licensing, benar nggak? Aku nggak tahu kalau mereka pakai auditornya bagus atau nggak. Tapi karena saya ini under konsorsium perusahaan TBK juga, di Jakarta yang pertama, yang besar juga, jadi kita pakai auditor bagus.
Kita pakai auditor bagus, kita bayar pajak, kita segala macam, kita menjalankan administrasi dengan sangat baik. Nggak untung. Saya juga bingung ya kalau misalnya ada orang yang bilang, ‘Ini secara bisnis bisa jalan, gini gini gini’.
Nggak ngerti saya caranya gimana, belum ngerti. Cuman memang dari 2019 belum untung. Cuman bagaimana bisa menyeimbangkan burn cost-nya itu saja. Tapi saya nggak mau bicara tentang 2019 karena saya bukan presiden direktur di sana, karena pertanggungjawaban saya sebagai presiden itu baru tahun kemarin dan tahun ini.
ADVERTISEMENT
Yang bisa saya katakan adalah saya mengelola PSIM ini, satu dari mendatangkan revenue dari sponsor dan menyeimbangkan dari tiket dan lain-lain itu, itu yang harus saya lakukan dengan sangat baik. Dengan bekerja keras dan sangat baik.
Dan saya juga harus kontrol budget. Kontrol budget dan lain-lain itu harus saya lakukan dengan saksama, dengan teliti dan saksama.
Sehingga cost itu ketika burning di akhir tahunnya itu, itu nggak menyakitkan hati orang. Nggak menyakitkan terutama investor. Itu yang saya lakukan selama ini begitu. Machester United itu emang untung gitu ya.
Cuman aku punya visi tersendiri. Sekarang aku kepengin bisnisnya komersial PSIM, dan revenue-revenue yang tadi. Maksudnya bisa nggak sih kita melahirkan pemain dan kita bisa membuat pemain ini bisa ada nilai transfernya dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Itu bisa menjadi pemasukan buat klub. Itu mau saya, saya punya visi seperti itu untuk PSIM ini.
Terakhir, apa target jangka panjang atau rencana Anda untuk PSIM?
Kalau jangka panjang boleh bicara mimpi lah ya. Mimpinya ya penginnya kita yang tetap memperkuat squad gitu. Tapi kan memperkuat permainan itu ujung-ujungnya lagi itu bicara tentang finansial. Karena semakin kuat finansial, walaupun gak jamin gitu kan ya, tapi kan memang harus butuh finansial yang kuat sehingga klub ini bisa bersanding di Asia gitu kan ya, yang di mana bisa nomor 1, 2, 3 di Liga 1, kemudian di PSIM. Jadi butuh finansial yang sangat kuat gitu.
Nah, cuma aku kepengin melihat PSIM ini punya stadion tersendiri dengan infrastruktur yang baik, dengan retail yang ada di sekelilingnya. Pengen gitu punya kayak gitu, yang bener-bener kayak pusat dari entertainment sports Kota Jogja gitu.
ADVERTISEMENT
Terus bisa juga di PSIM ini dibangun seperti, ya kalau orang kayak ke Inggris gitu, terus ke Old Trafford gitu kan. Pengen PSIM ini jadi ikonik seperti itu.
Yang pasti simpel dulu deh gitu. PSIM ini gak akan bisa kalau misalnya gak didukung dari setempat dulu gitu ya. Jadi harus banyak yang mendukung PSIM ini, harus banyak banget, terutama dari suporter. Harus banget mendukung terus gitu.
Mendukungnya, jangan pas lagi menang doang gitu kan. Tapi ketika lagi kalah itu justru, yang perlu didukung itu justru pas lagi kalahnya gitu.
Kita semua dianggap hero di sini, tapi ketika kita kalah kita dilupakan gitu kan. Duh jangan begitu dong gitu. Karena PSIM ini kan milik kita semua gitu.
ADVERTISEMENT