Developer: Yogya Butuh Hunian Vertikal, Bisa Dibangun di Atas Kantor Camat

Konten Media Partner
25 Oktober 2022 16:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hunian vertikal di Yogyakarta. Foto: Kemen PUPR
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hunian vertikal di Yogyakarta. Foto: Kemen PUPR
ADVERTISEMENT
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih memiliki backlog perumahan atau kekurangan rumah sekitar 250.000 unit. Hal itu diungkapkan oleh Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY, Ilham Muhammad Nur.
ADVERTISEMENT
Ilham mengatakan, kekurangan hunian di DIY ini akan sangat sulit dipenuhi jika yang dikembangkan masih berupa landed house atau rumah tapak. Pasalnya, tingginya harga tanah di DIY membuat harga produk hunian semakin mahal sehingga semakin tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat yang tingkat pendapatannya masih rendah.
“Karena itu saya pikir sudah saatnya Jogja berpikir ke arah hunian vertikal sebagai salah satu alternatif,” kata Ilham Muhammad Nur, Senin (24/10).
Ketua DPD REI DIY, Ilham Muhammad Nur. Foto: Istimewa
Dengan hunian vertikal, maka biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah menurut dia bisa ditekan. Sehingga, harga rumah bisa jauh lebih murah dan terjangkau dibandingkan dengan rumah-rumah tapak.
“Dengan jumlah manusia yang terus bertambah, di sisi lain luas lahan yang bisa dipakai semakin berkurang, maka hunian vertikal adalah keniscayaan,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya ada beberapa kawasan di DIY yang bisa dijadikan sebagai hunian vertikal. Jika melihat rencana tata ruang DIY, dimana ke depan akan dibangun outer ringroad, maka di sekitarnya bisa dijadikan sebagai kawasan hunian vertikal sebagai kawasan penyangga Yogya.
“Pemda DIY semestinya sudah memikirkan bagaimana moda transportasinya, bagaimana akses ke publiknya, bagaimana memenuhi kebutuhan ekonomi, kesehatan, itu salah satu titik yang bisa diharapkan,” kata dia.
Selain kawasan outer ringroad, hunian vertikal ini juga bisa dibangun di atas tanah-tanah negara di dalam kawasan penyangga kota Yogya. Bahkan bukan tidak mungkin pembangunan hunian vertikal dijadikan satu dengan kantor-kantor pemerintahan.
“Misalnya bawahnya kantor kecamatan, atasnya hunian vertikal. Kalau pengaturan landscaping-nya, arsitektural, pengaturan teknisnya bisa dipertanggung jawabkan, kenapa tidak?” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain akses ke kantor pemerintahan menjadi lebih mudah, membangun hunian vertikal di atas tanah negara juga akan menghemat biaya produksi yang sangat besar.
Ilham menjelaskan, untuk bisa memproduksi rumah subsidi dengan harga Rp 150.500, paling tidak harga maksimal tanah adalah Rp 250.000 per meter. Dan saat ini, nyaris mustahil mencari harga tanah Rp 250.000 meter, bahkan di kawasan pinggiran yang cukup jauh dari pusat kota.
“Dengan hunian vertikal, apalagi dibangun di tanah negara, maka peluang masyarakat untuk memiliki tempat tinggal di Jogja bukan menjadi sesuatu yang mustahil lagi,” kata Ilham Muhammad Nur.
Namun ada yang musti segera disiapkan di sisi kultur masyarakat Yogya yang belum familiar dengan hunian vertikal. Pasalnya, dalam hunian vertikal maka semua fasilitas publik menjadi milik bersama, masyarakat harus siap untuk berbagi ruang dengan penghuni lain.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kultur yang ada selama ini dalam rumah tapak, dimana masyarakat punya otoritas penuh atas rumahnya sendiri.
“Tentu harus ada tenggang rasa, harus ada pengaturan, harus ada hal-hal yang membutuhkan budaya-budaya yang sangat berbeda dengan ketika kita tinggal di rumah yang landed,” ujarnya.