Di LAFEST #1, Peri Sandi Bicara Pentingnya Puisi Hadir di Panggung Pestapora

Konten Media Partner
11 Oktober 2023 18:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampilan Peri Sandi di panggung LAFEST #1 di Sleman. Foto: ESP
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan Peri Sandi di panggung LAFEST #1 di Sleman. Foto: ESP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peri Sandi Huizche, penyair yang pembacaan puisinya sering viral di media sosial, punya perhatian besar pada persoalan-persoalan kepenontonan. Bagi Peri, dengan medium media sosial (medsos) sebagai distribusi utama semua konten termasuk dalam hal ini puisi, maka penting bagi penyair pada hari ini untuk memahami apa yang diharapkan audiance medsos dari puisi.
ADVERTISEMENT
“Hari ini, di medsos, puisi dilihat, didengarkan, dirasakan. Kayaknya dengan itu, puisi bisa diperlakukan dengan lebih ugal-ugalan,” kata Peri Sandi sesaat sebelum membacakan puisinya di Literary Art Festival Minggir #1 di Pondok Pesantren Minggir asuhan KH Ahmad Muwafiq, pada Sabtu (7/10).
Untuk diketahui, dengan nama akun Peri Sandi Huizche, penyair yang menjalani masa kecilnya di Banten ini memiliki 214 ribu followers di Youtube. Pembacaan puisinya bisa ditonton hingga 2,6 juta kali. Di Instagram dan TikTok, pembacaan puisi Peri Sandi juga ditonton hingga jutaan kali.
Masih di atas panggung pementasan puisi di malam itu, Peri mengungkapkan harapan besarnya untuk bisa menghadirkan puisi di panggung-panggung musik besar nasional seperti Pestapora dan Synchronize Fest.
ADVERTISEMENT
“Minimal, di keriuahan pesta musik ada jeda yang puitis. Renda melakukan itu di Kantata Taqwa. Kami bersama teman-teman sedang mengupayakan bisa hadir di panggung Pestapora dan Synchronize Fest. Tanggal 28 Oktober besok di Festival Dermaga di Cirebon, saya juga akan baca puisi di panggung musik, kolaborasi dengan Noice,” papar Peri kepada Pandangan Jogja, usai baca baca puisi di panggung.
Peri mengisahkan awal mula ia gelisah dengan persoalan-persoalan kepenontonan. Hal itu dimulai saat ia tak pernah memenangkan lomba baca puisi sejak ia duduk di bangku sekolah. Sampai ia memutuskan untuk berhenti mengikuti lomba dan fokus menghadirkan puisi langsung ke penonton.
Joko Pinurbo membacakan puisinya di panggung LAFEST Minggir #1. Foto: ESP
Peri menemukan, penonton memiliki dinamika sendiri yang berbeda dengan para dewan juri lomba puisi. Anak-anak TK, siswa sekolah, mahasiswa, punya harapan yang berbeda-beda terhadap puisi dan pembacaan puisi.
ADVERTISEMENT
“Saya merasa ada momen yang seringkali sastra dijejalkan ke para pendengarnya. Mungkin dari situ awal mula sastra justru teralineasi dari masyarakatnya. Lalu saya mencari-cari keterhubungan saya dengan puisi sejak masa kecil saya, dari sana saya kemudian memasuki kehidupan puisi saya,” papar Peri.
Di Banten Peri akrab dengan mantra. Untuk mencapai tujuan apapun ada mantranya. Supaya memiliki wajah yang bercahaya ada mantranya.
“Teksnya kayak gini, sisir aing sisir gedhe ditarik kumundung dua ya garu ya garu ya garu. Apa hubungan kerbau dengan kegagahan? Kan tidak ada. Tapi kalau didalami dalam konteks konotatif itu salah satu hewan yang disucikan, hewan mitologis, teman petani,” kata Peri.
Gus Muwafiq menjawab pertanyaan wartawan mengenai alasan kenapa mengadakan LAFEST Minggir #1 di Ponpes yang diasuhnya, Ponpes Minggir, Sleman. Foto: ESP
Di setiap zaman, di setiap elemen masyarakat, menurut Peri, masing-masing memiliki keterhubungan dengan bahasa puitik dan metafora. Sehingga menurut Peri, semua harapan tentang puisi dari setiap elemen masyarakat musti bisa mendapat jawaban yang baik dari penyair.
ADVERTISEMENT
“Jadi kayaknya saya butuh untuk jadi penengah, menjadi penyair, menjadi penulis, untuk orang-orang awam,” kata Peri mengakhiri wawancara. Sudah banyak para penonton LAFEST Minggir #1 yang ingin berfoto bersamanya.
Di LAFEST #1 Minggir pada Sabtu (7/10) yang berlangsung sehari semalam suntuk, selain pembacaan puisi juga ada pentas musik, lomba baca puisi, dan kelas penulisan puisi yang hasil akhirnya diterbitkan menjadi buku.