Istri Korban Petrus: Saya Capek Dijanjiin, sampai Bapak Meninggal Tak Ditepati

Konten Media Partner
13 Januari 2023 18:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Istri salah seorang korban penembakan misterius (petrus) di Yogya, Wahyu Handayani. Foto: Widi RH Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Istri salah seorang korban penembakan misterius (petrus) di Yogya, Wahyu Handayani. Foto: Widi RH Pradana
ADVERTISEMENT
“Saya sebenarnya capek dikasih janji terus, mau dibantu ini-itu, tapi sampai Bapak (Kentus) meninggal enggak pernah ditepati,” kata Wahyu Handayani, Jumat (13/1).
ADVERTISEMENT
Matanya langsung berkaca saat mengucap kalimat pertamanya. Suaranya bergetar menahan tangis. Air matanya akhirnya tak bisa dibendung.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap 12 pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia, salah satunya adalah penembakan misterius (petrus) yang terjadi pada 1982 sampai 1985. Jokowi juga berjanji untuk memulihkan hak-hak korban dan keluarga korban dari pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Dan salah satu korban dari pelanggaran HAM berat itu adalah Kentus, suami Wahyu Handayani. Kentus menjadi salah satu korban petrus yang meledak di Yogya pada tahun 1983. Meski Kentus bisa selamat dari timah panas para petrus, tapi sejak tragedi itu hidup keluarganya tak pernah sama lagi.
“Bapak itu seperti diasingkan. Kerja enggak bisa, perusahaan enggak ada yang mau nerima kerja dia karena takut,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Kampung Jlagran, Yogya.
ADVERTISEMENT
Selepas ditahan di Koramil dan Polresta Yogya, Kentus yang sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah sekolah di Yogya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal, dari proses hukum yang dijalani, Kentus terbukti tak terlibat dalam aksi kejahatan yang dituduhkan kepadanya.
“Waktu itu semua pengusaha diundang, ditanya, apa pernah dimintai uang sama Bapak (Kentus), semuanya jawab enggak pernah,” kata dia.
Istri salah seorang korban penembakan misterius (petrus) di Yogya, Wahyu Handayani. Foto: Widi RH Pradana
Hingga akhirnya Kentus menjadi seorang kenek bus dengan gaji tak seberapa. Di saat bersamaan, keempat anaknya semakin besar, kebutuhan biaya hidup keluarga makin banyak terutama untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
“Sampai pernah anak saya pulang sekolah sambil nangis, disuruh pulang sama sekolahnya karena belum bayar,” kata dia.
Mendengar kabar bahwa pemerintah berjanji untuk memulihkan hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, termasuk korban petrus, Bu Nuk, sapaan akrab Wahyu Handayani, tampak tak terlalu antusias. Pasalnya, dia mengaku sudah sering mendapat janji dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, yang akan memberikan berbagai bantuan kepadanya.
ADVERTISEMENT
“Tapi sampai sekarang ya cuma janji, saya cuma ditanya perlu bantuan apa, tapi ya enggak dibantu,” ujarnya.
Bahkan hingga suaminya meninggal dunia karena sakit, bantuan-bantuan yang dijanjikan tak pernah datang.
“Sampai semua berkas-berkas dari Komnas HAM saya buang semua, karena sampai Bapak meninggal bantuan yang dijanjikan enggak pernah ditepati,” kata dia.
Jika memang pemerintah sungguh-sungguh ingin memulihkan haknya dan keluarganya sebagai korban dari tragedi petrus itu, maka paling tidak negara membayar semua kerugian yang dia tanggung pelanggaran HAM yang dialami keluarganya. Sebab, gara-gara tragedi Petrus itu, suaminya tak bisa bekerja, dan keluarganya hidup dalam situasi yang serba sulit.
“Dihitung saja berapa kerugian yang keluarga saya tanggung karena Bapak, membesarkan anak, menyekolahkan anak, sampai biaya berobat Bapak, itu kan sangat banyak. Dan sampai sekarang, kami masih hidup dalam trauma, sampai sekarang kalau keingat lagi masa-masa itu saya pasti nangis,” kata Bu Nuk atau Wahyu Handayani.
ADVERTISEMENT