Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Isu Kesejahteraan Hewan Ternak di Tiap Gigitan Ayam Goreng
9 Juni 2021 15:14 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Bayangkan, setiap ingin makan ayam goreng atau sate kambing kita mesti masuk ke hutan dulu untuk berburu. Betapa besarnya usaha yang mesti kita keluarkan hanya untuk mengganjal perut yang lapar. Tapi itulah yang dilakukan oleh orang-orang pada ribuan tahun yang lalu sebelum nenek moyang kita mengenal cara beternak atau mendomestifikasi binatang-binatang liar untuk bisa dimakan tanpa berburu.
ADVERTISEMENT
Domba, kambing, dan babi adalah hewan yang pertama kali didomestikasi menjadi hewan ternak, sekitar tahun 7.000 sebelum masehi. Setelah itu baru disusul dengan sapi pada 6.500 sebelum masehi, kemudian ayam pada 6.000 sebelum masehi. Berkat orang-orang yang pertama kali mendomestikasi hewan menjadi ternak itulah sekarang kita bisa menikmati ayam goreng di warung-warung lesehan kaki lima pinggir jalan, dan tak perlu susah payah masuk hutan untuk berburu.
Awalnya, domestikasi dilakukan secara tradisional dan sangat sederhana, seperti cara orang-orang desa memelihara ayam kampung. Ayam-ayam itu dibiarkan bebas, tanpa dikurung di dalam kandang. Namun saat ini, domestikasi hewan menjadi ternak sudah mencapai level industri yang sama sekali berbeda dengan era tradisional. “Saat ini kita sudah sampai pada tahap ternak sebagai sumber pangan utama manusia. Dan pola ternaknya benar-benar hanya menimbang produktifitas, kandangnya sempit dan sangat jauh berbeda dengan cara hidup ternak di habitat aslinya. Maka isu kesejahteraan hewan ternak mulai mengemuka,” kata Dekan Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus di Yogyakarta, Selasa (8/6).
ADVERTISEMENT
Ya, isu kesejahteraan ternak telah menjadi salah satu isu utama dalam dunia peternakan pada era sekarang. Salah satu upaya untuk memenuhi kesejahteraan ternak itu, menurut Ali Agus, adalah penerapan metode peternakan dengan sistem umbaran atau cage free.
Sistem umbaran merupakan cara ekstensif yang biasanya digunakan untuk beternak ayam kampung. Hewan ternak dibiarkan tidak dikurung di dalam kandang baterai sehingga mereka lebih leluasa bergerak sesuai keinginannya.
Di beberapa negara, cara peternakan seperti ini sudah banyak dilakukan. Salah satu yang sudah menerapkannya adalah Belanda. Di negara Kincir Angin itu, peternakan menggunakan kandang baterai sudah tidak ada lagi, hampir semuanya sudah menggunakan cara umbaran atau cage free.
“Di Indonesia, kami pernah survei bahwa praktik pemeliharaan ayam secara umbaran yang memperhatikan kesejahteraan ternak ini belum terlalu populer,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Belum diterapkannya sistem umbaran dalam dunia peternakan di Indonesia disebabkan karena beberapa alasan seperti besarnya biaya harian, besarnya investasi, serta lebih sulitnya kontrol kesehatan ternak dibanding kandang batery.
Pusat Pelatihan Kandang Umbaran Pertama di Asia
Pada Senin (7/6) lalu, Fakultas Peternakan UGM menandatangani perjanjian kerja sama dengan Global Food Partners dan AERES University of Applied Sciences untuk mengembangkan pusat pelatihan kandang umbaran untuk ayam petelur. Pusat pelatihan ini akan menjadi yang pertama di Indonesia, bahkan Asia, dan akan dibangun di Kampus Bulaksumur UGM.
“Dalam kerja sama ini, Global Food Partners telah merancang konten kursus, menghadirkan keahlian teknologi, dan akan memberikan dukungan berkelanjutan melalui tim ahlinya,” ujar Ali Agus.
Sedangkan UGM sebagai tuan rumah, akan menyediakan tanah, bangunan, infrastruktur, staf, melakukan pemeliharaan harian, serta sumber daya lain untuk mendukung kerja sama ini. Sistem ternak umbaran ini menurut Ali Agus sangat menguntungkan para peternak, terutama peternak kecil dengan jumlah ternak di bawah 1.000 ekor.
ADVERTISEMENT
Dengan jumlah kepemilikan yang tidak terlalu banyak, transfer teknologi kepada peternak lain yang ingin mengadopsinya juga semakin mudah. Untuk harga jual, produk yang dihasilkan dari ternak yang dibudidayakan dengan sistem umbaran juga punya harga lebih tinggi. Lantas, apakah produk yang dihasilkan dari ternak yang dibudidayakan pakai sistem umbaran punya kualitas lebih baik dibandingkan dengan yang ada di dalam kandang baterai?
“Kami sedang mempelajari perilaku hewan yang happy, happy chicken dibandingkan dengan unhappy chicken, apakah ada perbedaan kualitas produknya atau tidak, tapi ini perlu penelitian jangka panjang,” kata ujarnya.
Namun jika melihat tuntutan konsumen terhadap produk-produk ternak seperti daging, telur, dan susu, saat ini pasar punya kecenderungan menuntut produk yang bebas antibiotika, bebas kimia, bebas mikrobia atau penyakit-penyakit yang bisa menular ke manusia.
ADVERTISEMENT
“Pola umbaran atau cage free inilah yang bisa dikembangkan, dengan memperhatikan kesejahteraan ternak,” kata Ali Agus.
Apa Indikator Hewan Ternak yang Sejahtera?
Jika manusia punya standar kesejahteraan yang meliputi beberapa aspek, hewan ternak juga punya aspek-aspek yang mesti dipenuhi untuk bisa dikatakan sejahtera. Kesejahteraan ternak ini mencakup kondisi fisik maupun mental ternak yang mengacu pada prinsip-prinsip alaminya. Menurut Ali Agus, paling tidak, ada lima indikator yang mesti dipenuhi supaya hewan ternak dapat dikatakan sejahtera.
Pertama, hewan ternak harus terbebas dari rasa lapar, haus, dan kekurangan gizi. Sebab, hewan yang awalnya hidup liar di alam bebas, ketika mereka diternak atau dibudidaya oleh manusia, maka urusan makan, minum, dan gizi menjadi tanggung jawab manusia sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
“Jangan sampai kita membudidayakan ternak tapi minumnya kurang, makannya kurang atau tidak seimbang, ini jadi tanggung jawab manusia,” kata Ali Agus.
Indikator berikutnya, hewan ternak mesti mendapatkan lingkungan atau tempat tinggal yang nyaman misalnya dari segi temperatur, kelembaban, cahaya, kebersihan, serta luasan. Jangan sampai hewan ternak hidup dalam kandang yang sempit dan kotor.
Yang ketiga, hewan ternak mesti terbebas dari rasa sakit, cedera, dan penyakit. Manusia mesti menjamin kesehatan hewan ternak yang dia budidaya dengan cara mencegah mereka terkena penyakit atau mengobati yang sakit. Hewan ternak juga mesti terbebas dari rasa takut dan tertekan atau stress.
“Rasa takut ini bisa berasal dari manusia atau pemiliknya, misalnya karena dipukuli, atau diperlakukan secara tidak hewani sehingga ternak merasa ketakutan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir, hewan ternak juga mesti bebas untuk mengekspresikan perilaku alaminya. Misalnya untuk ayam, mereka punya perilaku alami yang suka bertengger, suka menggaruk-garuk tanah dengan kakinya, atau mandi menggunakan debu atau pasir. Setelah dewasa, mereka juga punya perilaku alami untuk kawin atau melakukan reproduksi, dan ini semua mesti difasilitasi oleh pemilik ternak.
“Karena manusia mengeksplorasi dan mengeksploitasi ternak untuk kepentingannya, makanya manusia juga bertanggung jawab untuk memenuhi kesejahteraan ternak,” kata Ali Agus.