Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Jogja Art+Book Festival: Ngomongin Buku dan Literasi Enggak Melulu ‘Angker’
17 Mei 2023 15:11 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Gelaran Jogja Art+Book Festival 2023, yang dibuka sejak 2 Mei silam, ditutup oleh penampilan sejumlah musisi dan sastrawan, Selasa (16/5) malam. Di panggung yang penuh sesak, malam terakhir Jogja Art+Book Festival 2023 menampilkan Kukuh Prasetya Kudamai, penulis lagu Mendung Tanpo Udan, berkolaborasi dengan sastrawan Joko Pinurbo (Jokpin).
ADVERTISEMENT
Acara puncak ditutup oleh suara merdu Leilani Hermiasih alias Frau dengan lantunan pianonya yang menghipnotis. Para penonton terlihat kecewa ketika Frau membawakan lagu terakhir berjudul Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa dari Majelis Lidah Berduri (Melbi), karena menginginkannya bernyanyi lebih lama lagi.
Selain musik, festival ini juga menyajikan sejumlah acara, mulai dari diskusi, bedah buku, bazar buku, hingga pameran seni rupa.
Joko Pinurbo, saat ditemui setelah tampil mengatakan bahwa festival ini menjadi festival yang unik karena berusaha memadukan dunia literasi dengan dunia seni. Padahal selama ini, literasi dan seni banyak dianggap sebagai dunia yang berbeda dan memiliki wilayah sendiri sehingga sulit untuk dipertemukan.
“Tapi era sekarang memang menuntut kolaborasi dari berbagai bidang. Kini dunia seni dan dunia literasi bisa bekerja sama dan dipadukan,” kata Joko Pinurbo.
Kolaborasi ini menurutnya memberikan keuntungan untuk kedua bidang tersebut. Dunia literasi yang selama ini digambarkan selalu serius, bisa disajikan dengan tampilan yang lebih hangat dan cair. Sementara dunia seni dapat memperluas penggemarnya melalui komunitas-komunitas literasi yang ada.
ADVERTISEMENT
“Supaya dunia literasi juga kesannya tidak dingin, angker. Sebaliknya juga dunia seni bisa memperluas penggemarnya melalui masyarakat atau komunitas literasi. Saya kira masing-masing akan mendapatkan keuntungan,” ujarnya.
Gagasan ini menurutnya sempat diutarakan oleh seniman asal Yogya, Fadjar Sidik, yang memiliki impian untuk menyatukan dunia seni, dunia filsafat, dan ilmu pengetahuan menjadi satu praktik bersama.
“Dan ini saya kira eksperimen yang patut dilanjutkan dan dikembangkan di tahun-tahun berikutnya,” kata Joko Pinurbo.
Iksan Skuter, musisi asal Malang, yang sebelumnya juga sempat tampil di panggung Jogja Art+Book Festival 2023 juga mengatakan hal serupa. Menurutnya meski mengusung literasi sebagai isu utamanya, namun festival ini bisa tampil dengan wajah yang sangat menyenangkan.
“Ini sangat membahagiakan ya, karena acara literasi yang identik dengan diskusi yang berat-berat, ternyata bisa rame karena berkolaborasi dengan musik yang bisa mencairkan suasana,” kata Iksan Skuter.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, untuk bisa menjangkau lebih banyak orang, kegiatan-kegiatan literasi memang perlu mencoba hal-hal baru. Misalnya dengan cara-cara yang lebih diminati oleh anak muda, salah satunya dengan menyajikannya bersama musik.
“Ternyata bisa kok literasi tidak melulu harus diskusi methentheng (spaneng). Acara ini serius, tapi dikemas dengan sangat cair dengan mengkolaborasikannya dengan seni,” ujarnya.
Sementara itu, Frau mengungkapkan kegembiraannya bisa tampil di acara puncak Jogja Art+Book Festival 2023. Menurutnya memang jarang ada event yang menggabungkan seni dengan dunia literasi. Biasanya, dunia seni hanya berorientasi untuk menghibur, sedangkan dunia literasi hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan namun kurang memahami audiens sehingga segmentasinya menjadi sempit.
“Ini penghormatan yang luar biasa untuk aku, bisa menjadi bagian dari acara sekeren ini, bahkan tampil di acara puncaknya,” kata Frau.
Direktur Jogja Art+Book Festival 2023, Dodo Hartoko, mengatakan bahwa total ada 22 band yang melibatkan hampir 60 seniman yang terlibat dalam festival ini. Karena festival ini menjadikan literasi sebagai tema besarnya, semua seniman tersebut juga dikurasi.
ADVERTISEMENT
“Kita pilih musisi yang praktik-praktik estetiknya itu terkait dengan literasi,” kata Dodo Hartoko.
Menurutnya, literasi bukan sekadar tentang buku dan literatur. Berbagai praktik kesenian mulai dari seni rupa sampai musik menurut dia juga merupakan praktik literasi dalam bentuk yang lain.
“Banyak sekali kita memiliki musisi-musisi yang di dalam lagunya bukan hanya enak di dengar, tapi juga mengandung nilai-nilai literasi di dalamnya,” ujarnya.
Dodo mengatakan bahwa sejak dibuka pada 2 Mei silam, hingga ditutup pada 16 Mei, antusiasme masyarakat di luar ekspektasinya. Tak cuma datang untuk menonton penampilan musik, acara-acara diskusi dan bedah buku yang diadakan setiap hari juga selalu penuh. Penjualan buku di bazar yang diikuti sekitar 100 penerbit menurut dia juga moncer.
ADVERTISEMENT
“Pengunjungnya luar biasa. Tidak hanya dari Jogja, tapi juga dari luar kota. Ada dari Solo, Semarang, Purwokerto, kata Dodo Hartoko.