Konten Media Partner

Kadang Jadi Teman Kadang Jadi Lawan, Bagaimana Petani Kendalikan Emprit?

28 Maret 2021 13:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Burung pipit di sawah Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
zoom-in-whitePerbesar
Burung pipit di sawah Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, Sunarno merasa senang ketika pemerintah mempedulikan nasib petani dengan rencana mengendalikan burung emprit yang kerap dianggap sebagai hama padi. Tapi di sisi lain, dia ketar-ketir kalau rencana itu akan membuat petaka di desanya sekitar dua dekade silam terulang lagi.
ADVERTISEMENT
Sunarno, atau sapaan akrabnya Timbul, adalah seorang Pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Sinduadi, Mlati, Sleman. Dia juga salah satu pendiri Joglo Tani Yogyakarta dan Sustainable Education Empowerment Development Strategy (SEED’S) Indonesia.
Sebelum DPRD Kabupaten Sleman mengeluarkan rekomendasi supaya pemerintah kabupaten menganggarkan anggaran hingga ratusan juta rupiah untuk memberantas burung emprit, sebuah hal yang pernah dilakukan oleh masyarakat di desanya beberapa waktu sebelumnya. Hanya saja yang diberantas bukan burung emprit, melainkan ular.
Pembasmian itu dilakukan setelah ada seorang warga yang menjadi korban gigitan ular di sawah. Beramai-ramai, warga kampung turun ke sawah dan menangkapi ular-ular tersebut untuk dibasmi.
“Hasilnya, tidak lama setelah itu tikus merajalela, gagal panen di mana-mana,” kata Timbul Sunarno ketika ditemui di rumahnya, Jumat (26/3).
ADVERTISEMENT
Dia takut hal serupa akan terulang lagi, terlebih jika dilakukan dalam skala luas: satu kabupaten. Bisa jadi, Sleman mengalami bencana pangan yang mengerikan. Karena dengan hilangnya satu komponen rantai makanan, maka akan mengakibatkan komponen lain mengalami over populasi sehingga membuat ekosistem tidak seimbang.
“Takutnya nanti ada hama yang lain. Saya takutnya ulat itu lho yang malah jadi merajalela,” lanjutnya.
Jika memang populasi burung emprit akan dikurangi secara signifikan, dia yakin akan mengakibatkan gangguan yang serius di kemudian hari. Boleh saja populasi burung emprit dikurangi jika dirasa memang sudah sangat mengganggu, tapi harus jangan jadi satu-satunya solusi. Harus direncanakan juga solusi-solusi jangka menengah dan jangka panjang ke depan.
“Waktu SD kan diajari rantai makanan, kalau yang dihilangkan satu saja pasti akan hancur, yakin. Mungkin dua tahun tiga tahun baru terasa dampaknya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pasca pembasmian ular sekitar dua dekade lalu yang mengakibatkan populasi tikus meledak, warga menurut dia juga sudah melakukan solusi yang cukup efektif untuk mengendalikan lagi populasi tikus. Cara yang dilakukan adalah tukar menukar kucing dengan petani di wilayah Sayegan dan Turi.
Kucing-kucing tersebut kemudian dibuatkan rumah-rumahan di sekitar sawah dan dilepasliarkan untuk memangsa tikus, sebab tidak mungkin mereka sengaja melepasliarkan lagi ular di sawah sebagai predator tikus. Hasilnya mulai mereka rasakan setahun berikutnya, sebelum lagi-lagi ulah manusia merusak semuanya.
“Kemudian kucing itu pada diburu sampai habis karena dianggap mengganggu. Jadi yang tadinya kita projek bareng, hancur semua,” kata Timbul Sunarno.
Dia tidak bisa membayangkan jika nantinya burung emprit diburu secara besar-besaran. Maka dampak kerusakannya dapat dipastikan terjadi lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Menurutnya akan lebih aman jika pengendalian populasi burung emprit dilakukan secara ilmiah, bukan dengan ditangkapi oleh manusia. Misalnya dengan melepaskan predator-predator emprit seperti alap-alap yang zaman dulu menurutnya banyak terdapat di sawah.
“Jadi harapan saya tetap pakai hayati, barang hidup yang bisa berkembang di situ untuk mengendalikan populasi,” ujarnya.
Kadang, Emprit Juga Jadi Sahabat Petani
Petani memperbaiki jaring pelindung padi di persawahan Kelurahan Monjok, Mataram, NTB, Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
Tak selamanya emprit menjadi hama bagi petani. Menurut Timbul, emprit harus dilihat perannya secara menyeluruh. Emprit memang menjadi hama ketika mereka memakan padi-padi milik petani ketika menjelang panen. Tapi menurut Timbul, itu adalah bayaran yang setimpal atas apa yang telah dilakukan oleh para emprit itu untuk petani.
Memangnya seberapa besar peran emprit untuk petani?
Ketika usia tanaman padi masih muda, akan banyak kelompok telur berbentuk tanah yang menempel pada batang padi. Telur-telur itu adalah calon hama penggerek batang padi yang berpotensi menjadi ancaman serius jika tidak segera ditangani.
ADVERTISEMENT
Untugnnya, pada saat seperti itu emprit datang dan memangsa para penggerek batang itu sebelum mereka menghabisi tanaman-tanaman padi muda. Ketika tanaman padi mulai dewasa, emprit juga akan memakan lumut-lumut yang ada di permukaan tanah. Tanpa adanya emprit, Timbul khawatir populasi lumut jadi tidak terkendali.
Jika lumut-lumut ini dibiarkan, mereka akan terus berkembang dan mengakibatkan pemupukan yang dilakukan petani tidak optimal. Alih-alih membuat tanaman padinya subur, pupuk yang diberikan justru membuat lumut-lumut itu semakin subur.
Ketika tanaman padi mulai berbunga, kedatangan kawanan emprit juga akan membantu proses penyerbukan. Tanpa adanya penyerbukan, maka petani hanya akan menghasilkan gabah-gabah hampa tanpa beras di dalamnya. Sehingga tidak terlalu berlebihan jika Timbul mengatakan gabah-gabah yang dimakan emprit merupakan bayaran yang setimpal atas kebaikan yang telah mereka berikan kepada petani.
ADVERTISEMENT
“Jangan sedikit-sedikit dendam sama hewan kayak gitu, yang didendami itu lho yang mematok harga beras murah,” kata Timbul terkekeh.
Bukan hanya untuk petani padi, menurut Timbul, di komoditas pertanian lain burung emprit justru sangat dibutuhkan. Misalnya untuk komoditas cabai, emprit akan memangsa hama ulat. Apalagi untuk petani pisang, burung terutama emprit adalah pengendali utama ulat-ulat yang bisa menghabiskan daun pisang.
“Emprit itu bukan cuman milik petani padi, tapi juga petani cabai, petani pisang, milik orang kota juga. Kalau emprit habis, mereka mau beli cabai sama pisang dari mana, orang sudah habis dimakan ulat,” ujarnya.
Dia berharap ada program-program yang lebih bijak dari pemerintah dalam mengendalikan populasi burung emprit. Kajian dan analisis mendalam juga harus dilakukan sebelum program tersebut benar-benar dieksekusi. Jangan sampai niat baik untuk membantu petani nantinya justru membuat petani semakin sengsara karena keputusan yang gegabah.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau konfrontasi dengan alam, harus berani menanggung konsekuensinya, karena pasti akan mbalik. Saya enggak yakin ini akan benar-benar menyelesaikan masalah,” kata dia.
Membuat Sawah Ramai Lagi
Ilustrasi burung pipit. Foto: pixabay/rbalouria
Petani-petani zaman dulu sebenarnya sudah punya cara yang lebih ramah untuk mengendalikan burung emprit supaya tidak menjadi ancaman serius petani. Direktur Omah Tani Sleman, Agus Subagyo, mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu, petani masih banyak yang membuat pengusir burung emprit ketika padi-padi mereka mulai menua.
Pengusir burung itu bisa berupa orang-orangan sawah, bendera, atau tali yang diberi kaleng dan sebagainya sehingga ketika ditarik akan menimbulkan suara yang ramai. Dengan adanya suara itu, maka burung emprit yang ada di sekitarnya akan takut lalu pergi.
ADVERTISEMENT
“Tapi sekarang sawah kan sudah sepi, sudah hampir enggak ada lagi petani yang buat begituan,” ujar Agus Subagyo.
Dengan adanya perkembangan teknologi, menurut Agus bisa juga pengusiran burung emprit dilakukan dengan pembising semacam sirine. Atau jika mau lebih kreatif lagi, bisa juga diadakan lomba membuat memedi sawah, seperti halnya perlombaan layangan dengan beraneka macam desain.
Dengan adanya event-event perlombaan seperti itu, otomatis sawah menjadi ramai karena banyak dikunjungi orang. Dan ketika sawah ramai, maka burung akan takut dan tidak akan berani mendekat.
“Kalau dibuat kerumunan, burung itu juga takut, tidak akan makan. Tapi kalau sepi, ya dia akan memakani padi-padi itu,” kata dia. (Widi Erha Pradana / YK-1)