news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ketika Harapan Hidup Pasien Kritis COVID-19 Bergantung pada Ventilator

Konten dari Pengguna
29 Maret 2020 13:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ventilator yang dipasangkan di tubuh pasien. Foto : Pinterest.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ventilator yang dipasangkan di tubuh pasien. Foto : Pinterest.
ADVERTISEMENT
Ventilator menjadi alat kesehatan yang sangat krusial bagi pasien COVID-19. Ventilator memang tidak menjamin kesembuhan, tapi alat ini menawarkan peluang terbaik bagi pasien yang sudah parah untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Sederhananya, ventilator akan mengambil alih proses pernapasan tubuh ketika penyakit sudah menyebabkan kegagalan fungsi paru-paru. Dengan kata lain, ventilator akan memberikan pasien corona waktu lebih banyak untuk melawan infeksinya dan pulih.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80 persen pasien COVID-19 memang dapat sembuh tanpa perawatan rumah sakit. Tapi satu dari enam orang akan mengalami sakit parah hingga kesulitan untuk bernapas.
Bagaimana Ventilator Bekerja
Mengutip BBC, dalam kasus pada pasien COVID-19 yang parah, virus menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Sistem kekebalan tubuh mendeteksi hal ini dan memperluas pembuluh darah sehingga lebih banyak sel kekebalan yang masuk. Situasi ini beresiko masuknya cairan ke paru-paru, membuat pasien kesulitan bernapas dan kadar oksigen di dalam tubuhnya menurun.
ADVERTISEMENT
Untuk meringankan sakit pasien, mesin ventilator digunakan untuk mendorong udara dengan peningkatan kadar oksigen ke paru-paru. Ventilator juga memiliki pelembap udara, yang memodifikasi panas dan kelembapan udara medis sehingga cocok dengan suhu tubuh pasien.
Pasien kemudian diberi obat untuk mengendurkan otot-otot pernapasan sehingga pernapasan mereka dapat sepenuhnya diatur oleh mesin. Untuk orang dengan gejala yang lebih ringan, cukup diberikan alat bantu pernapasan berupa sungkup muka, masker hidung, atau corong mulut yang memungkinkan udara bertekanan atau campuran gas didorong ke dalam paru-paru.
Tudung, tempat oksigen bertekanan dipompa masuk melalui katup, juga biasa digunakan untuk merawat pasien COVID-19, sebagian digunakan untuk mengurangi risiko penularan virus melalui udara dari droplet. Proses ini dikenal sebagai ventilasi non-invasif, karena tidak diperlukan pipa internal.
ADVERTISEMENT
Namun, Unit Perawatan Intensif (ICU) umumnya akan menempatkan pasien yang menderita gangguan pernapasan akut pada ventilasi mekanis dengan cepat, untuk memastikan kadar oksigen dalam tubuh tetap normal.
Dr Shondipon Laha dari Intensive Care Society, mengatakan kepada BBC bahwa sebagian besar pasien COVID-19 tidak memerlukan ventilator mekanik dan dapat dirawat di rumah atau dengan oksigen tambahan.
Pemasangan ventilator memang memiliki risikonya sendiri, namun dalam situasi tertentu ventilator merupakan satu-satunya jalan untuk memasukkan oksigen ke paru-paru pasien.
“Ventilator adalah sesuatu yang kompleks , itu dapat menyebabkan trauma pasien jika tidak dipasang dengan benar,” kata Dr Laha.
“Aspek teknisnya menantang. Orang memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis ventilator dalam spesialisasi lain, tetapi mungkin memerlukan dukungan dalam menggunakannya dalam perawatan intensif jika mereka tidak terbiasa dengan ini,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Senjata Utama Melawan Kematian
Kekurangan ventilator akan membahayakan jiwa banyak orang, itu kenapa otoritas kesehatan di seluruh dunia melakukan segala upaya untuk mendapatkan alat ini lebih banyak. Jika kebutuhan ventilator tidak terpenuhi, maka petaka di depan mata.
Hindustantimes memuat pengalaman di banyak negara bahwa 5 persen pasien COVID-19 akan membutuhkan ventilator. Untuk jumlah penduduk India sebanyak 1,3 miliar, saat ini hanya tersedia 4000 ventilator.
Prof David Story, Wakil Direktur Pusat Perawatan Kritis Terpadu Universitas Melbourne sekaligus ahli anestesi staf di Rumah Sakit Austin, kepada The Guardian mengatakan, tanpa ventilator krisis ini akan semakin memburuk.
“Karena tanpa ventilator, pasien akan mati,” kata Prof David Story.
Prof Sarath Ranganathan, anggota Dewan Lung Foundation Australia dan direktur obat pernapasan dan tidur di The Royal Children's Hospital, Melbourne, mengatakan pengalaman di Italia dan Spanyol, serta pemodelan yang digunakan oleh ahli matematika di seluruh dunia menunjukkan jumlah pasien COVID-19 yang kritis akan terus meningkat, melebihi ketersediaan alat bantu pernapasan yang ada. Dan jika kebutuhan ventilator ini tidak segera terpenuhi, maka petaka yang nyata ada di depan mata.
ADVERTISEMENT
“Tanpa akses ke ventilator, banyak pasien yang mungkin seharusnya selamat dari infeksi akan mati,”ujar Prof Sarath. (Widi Erha Pradana / YK-1)