Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten Media Partner
Komite Sekolah Bantah Ada Pungli di SMKN 2 Yogyakarta, Sifatnya Sukarela
15 September 2022 13:51 WIB
·
waktu baca 3 menit![Papan nama SMKN 2 Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gczya5z2g238534p6n2y9t5h.jpg)
ADVERTISEMENT
Komite SMK Negeri 2 Yogyakarta angkat bicara mengenai tudingan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh komite sekolah. Sebelumnya, otoritas sekolah tersebut disebut memberlakukan pungutan hingga total Rp 5 juta kepada orang tua siswa untuk biaya pembangunan sejumlah fasilitas sekolah.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Komite SMK Negeri 2 Yogyakarta, Adiharsa Winahyu, membantah bahwa komite maupun sekolah memberlakukan pungutan kepada orang tua siswa.
Adapun tangkapan layar pesan berisi rincian nominal sebesar Rp 5 juta di dalam grup Komite Sekolah menurutnya adalah rincian biaya yang dibutuhkan oleh sekolah untuk menjalankan program-programnya, bukan nilai yang harus dibayar orang tua siswa.
"Kalau pungutan itu tidak ada," kata Adiharsa Winahyu saat dihubungi, Rabu (14/9).
Adapun rincian biaya tersebut dihasilkan dari usulan orang tua, termasuk usulan untuk membangun kantin, tempat parkir, hingga gazebo taman baca. Nilai tersebut kemudian disampaikan kepada orang tua siswa untuk dimintai tanggapan berapa besar kesediaan mereka untuk membantu atau menyumbang.
Dia memastikan bahwa tidak ada penentuan nominal nilai yang harus dibayar oleh orang tua dan tak ada tenggat waktu akhir pembayaran. Bahkan, bagi orang tua yang tak mampu juga tidak masalah jika tidak menyumbang.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita enggak matok sekian, kalau tidak bayar dikejar-kejar, tidak seperti itu," ujarnya.
Adiharsa juga memastikan tidak akan ada diskriminasi ataupun pembedaan perlakuan bagi siswa yang menyumbang dan tidak menyumbang. Sumbangan itu menurutnya tidak akan mempengaruhi proses belajar siswa di sekolah. Nama-nama siswa yang tidak menyumbang juga tidak akan diumumkan ke publik untuk mengantisipasi anak merasa malu, apalagi sampai menahan ijazah anak karena tidak menyumbang.
"Kalau pun diumumkan hanya untuk keperluan transparansi, saya jamin tidak akan ada diskriminasi. Kalau semisal ada, bilang ke saya, langsung saya selesaikan," kata dia.
Sumbangan semacam ini sebenarnya sudah biasa dilakukan di SMKN 2 Yogyakarta dari tahun ke tahun. Pasalnya, dana BOS maupun BOS Daerah menurut dia tidak cukup untuk merealisasikan program-program sekolah.
ADVERTISEMENT
"Tahun kemarin pun begitu, orang tua ditanya berapa kesanggupan menyumbangnya. Kalau ada orang tua yang merasa dipaksa menyumbang, silakan hubungi saya," tegas Adiharsa Winahyu.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan SMK Negeri 2 Yogyakarta ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atas dugaan melakukan pungutan kepada orang tua siswa sebesar Rp 5 juta.
Anggota AMPPY, Robani Iskandar, menielaskan bahwa jumlah itu akan digunakan sebagai dana pendidikan sebesar Rp 150 ribu dikali 12 bulan sehingga menjadi Rp 1,8 juta, uang sumbangan pribadi Rp 450 ribu, dan uang pembangunan sebesar Rp 2,75 juta.
“Uang pembangunan itu digunakan untuk membangun kantin, gazebo taman baca, dan tempat parkir sekolah,” kata Robani Iskandar, di kantor ORI DIY, Rabu (14/9)
ADVERTISEMENT
Robani menjelaskan, bahwa berdasarkan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016, sekolah negeri tidak diizinkan untuk memberlakukan pungutan apapun kepada siswa. Yang diperbolehkan hanya sumbangan yang sifatnya sukarela.
Sementara itu, Ketua ORI Perwakilan DIY, Budi Masthuri, mengatakan bahwa ORI masih akan melakukan penelusuran terhadap dugaan pungli tersebut.
Dia mengatakan, meskipun sebuah penggalangan dana diberi nama sumbangan, infak, shodaqoh, donasi, dan sebagainya, namun jika dalam praktiknya tidak memberikan pilihan kepada orang tua untuk tidak menyumbang, maka sifatnya menjadi wajib.
"Sifat wajib ini meskipun tidak disebutkan secara eksplisit merupakan unsur utama sebagai pungutan. Padahal, pungutan hanya sah jika ada dasad hukumnya dan dilakukan oleh petugas yang memiliki kewenangan. Di luar itu merupakan pungli," kata Budi Masthuri.
ADVERTISEMENT