Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Kontainer Ekspor Menghilang, Pengusaha dan Pemerintah Tak Berkutik
10 Februari 2021 12:03 WIB
ADVERTISEMENT
Saat memerlukan tambahan perputaran uang dari ekspor, kontainer justru menghilang dari pelabuhan Indonesia. Pemerintah pun angkat tangan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Ekspor produk furnitur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali terpuruk di awal tahun 2021. Sebelumnya, industri furnitur di DIY sempat bergeliat pada semester kedua 2020 setelah terjun bebas pada semester sebelumnya hingga 50 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, nilai ekspor mebel kayu pada semester pertama 2019 mencapai 71,03 juta dolar AS. Sementara pada semester pertama 2020, nilai ekspor mebel kayu hanya sebesar 32,21 juta dolar AS.
Industri furnitur sempat mendapat harapan karena pada semester kedua 2020 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Hingga November 2020, nilai ekspor furnitur mencapai 61,4 juta dolar AS. Tapi harapan tinggal harapan, memasuki semester pertama 2021, ekspor industri furnitur DIY malah tersungkur lagi.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Kayu Indonesia (Asmindo) DIY, Timbul Raharjo, terpuruknya ekspor furnitur menurut Timbul terutama disebabkan karena kelangkaan kontainer pengangkut. Langkanya kontainer membuat para pengusaha tidak bisa mengirimkan produk-produknya ke konsumen di luar negeri.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak paham itu masalahnya apa, tetapi tidak ada kontainer yang datang ke Indonesia,” kata Timbul Raharjo ketika dihubungi, Senin (8/2).
Kelangkaan kontainer membuat harga naik gila-gilaan. Harga naik tiga hingga empat kali lipat, yang semula di kisaran 2.500 sampai 3.000 dolar AS, kini mencapai angka 10.000 dolar AS. Harga ini tidak terjangkau oleh pengusaha, sehingga produk-produk mereka tertahan. Para pembeli juga banyak yang menunda pembelian, bahkan tidak sedikit yang membatalkannya.
Menurutnya, saat ini yang paling dibutuhkan oleh para pengusaha furnitur adalah subsidi harga kontainer. Untuk pasar, sebenarnya menurut dia para pembeli dari luar negeri sudah kehabisan stok dan perlu suplai mebel dari Indonesia, termasuk DIY. Tapi karena tingginya harga kontainer, membuat pengiriman tidak bisa dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Itu sudah cukup membantu untuk pengusaha mebel sebenarnya,” kata Timbul.
Sulit Dilakukan
Namun pemberian subsidi tak semudah mengulur jabat tangan. Kepala Seksi Fasilitasi Ekspor dan Impor Disperindag DIY, Theresia Sumartini, mengatakan, bahwa subsidi itu sulit dilakukan mengingat keuangan negara maupun daerah yang terbatas dan sedang tidak sehat. Dalam situasi keuangan seperti sekarang, sangat sulit bagi pemerintah untuk memberikan bantuan sebesar itu.
“Jumlah eksportirnya berapa, keuangannya kita berapa, kayaknya agak sulit. Dan memang harga kontainernya luar biasa,” kata Theresia Sumartini, di Yogyakarta, Selasa (9/2).
Mengatasi kelangkaan kontainer menurutnya juga bukan perkara gampang. Pasalnya, sampai saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada perusahaan kontainer luar negeri.
Kelangkaan kontainer ini menurut dia disebabkan karena melonjaknya jumlah eksportir pada semester kedua 2020 setelah tidak bisa melakukan ekspor karena pembatasan pandemi. Jumlah kontainer yang tidak sebanding dengan tingkat ekspor yang melonjak itu membuatnya menjadi langka, dan akhirnya harganya menggila.
ADVERTISEMENT
“Jangankan kita yang di daerah ya, pemerintah pusat pun saya kira sulit karena ini kan perdagangan internasional ya,” ujarnya.
Tingkatkan Nilai Ekspor
Adanya pandemi membuat beberapa program untuk peningkatan nilai ekspor di sektor furnitur dan kerajinan tidak bisa dilakukan. Misalnya pameran berskala internasional yang mustahil dilaksanakan secara ideal. Pameran virtual akhirnya dilakukan ketimbang tak melakukan apapun.
“Walaupun mungkin masih tahap seperti coba-coba, tetapi ternyata bisa dilakukan,” ujar Theresia Sumartini.
Saat ini, pemerintah juga sedang membuat aplikasi untuk menjembatani antara pengusaha dengan pemerintah untuk melakukan berbagai konsultasi. Di dalamnya, terdapat juga beberapa instansi yang mengurusi ekspor, seperti bea cukai, karantina, perbankan, serta kantor pajak.
Pemerintah juga mempermudah persyaratan ekspor dengan memangkas beberapa syarat yang sudah tidak relevan. Dengan begitu, industri-industri kecil menengah (IKM) juga memungkinkan untuk merambah ke pasar ekspor.
ADVERTISEMENT
“Dulunya UMKM itu merasa jauh banget kalau mau ekspor, sekarang syaratnya dipermudah, sehingga mereka juga bisa ekspor kalau memang berniat karena secara persyaratan sekarang sudah sangat dimudahkan,” ujar Theresia Sumartini. (Widi Erha Pradana / YK-1)