Konten Media Partner

Museum di Yogya Dihajar Badai Pandemi: 2 Tutup Permanen dan 10 Tutup Sementara

16 Juni 2021 17:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang kurator pameran di Museum Sonobudoyo menjelaskan bagaimana cara kerja museum merawat benda-benda koleksi museum pada sebuah acara tahun 2018. Foto: ESP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang kurator pameran di Museum Sonobudoyo menjelaskan bagaimana cara kerja museum merawat benda-benda koleksi museum pada sebuah acara tahun 2018. Foto: ESP
ADVERTISEMENT
Ada 59 museum di DIY, 40 di antaranya telah tergabung dalam Badan Musyawarah Museum (Barahmus) DIY. Dari 40 itu, 2 museum menyatakan diri tidak aktif (tutup permanen), 10 museum tutup sementara atau belum buka kembali, dan baru 28 museum yang telah aktif kambali.
ADVERTISEMENT
Tanpa pandemi saja, museum tertatih-tatih untuk mendatangkan pengunjung. Padahal, tiket masuk museum terbilang murah meriah, bahkan beberapa ada yang gratis. Dihantam badai pandemi, nasib museum-museum di DIY kian tak tentu seiring dengan banyaknya pembatasan aktivitas masyarakat yang diberlakukan.
Ketua Umum Barahmus DIY, Ki Bambang Widodo mengatakan, jumlah pengunjung museum terjun bebas dan tak kunjung membaik meski pandemi sudah berlangsung setahun lebih. Dari yang sebelumnya jumlah kunjungan seluruh museum menyentuh angka 5 juta pengunjung pada 2019, selama pandemi jumlah kunjungan tak lebih dari 40 persennya. Itupun tidak merata, sebagian besar pengunjung hanya terserap oleh beberapa museum besar saja seperti Museum Keraton Yogyakarta, Museum Benteng Vredeburg, dan Monumen Jogja Kembali.
“Situasinya semakin sulit untuk museum selama pandemi seperti sekarang,” kata Ki Bambang Widodo selepas acara Focus Group Discussion (FGD) tentang Koordinasi dan Sinkronisasi Pemajuan, Pengelolaan, dan Pengembangan Museum di DIY di Kepatihan Yogyakarta, Selasa (15/6).
Ki Bambang Widodo. Foto: Widi Erha Pradana
Situasi sekarang semakin mengkhawatirkan. Jika tak segera membaik, bukan tidak mungkin akan semakin banyak museum yang menyatakan diri tidak aktif karena tak kuat lagi menanggung biaya operasional yang mesti dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Padahal, koleksi-koleksi yang dimiliki museum-museum tersebut merupakan barang-barang yang punya nilai sejarah dan budaya tinggi. Jika museum tak mampu lagi beroperasi, bukan tidak mungkin barang-barang berharga itu akan terbengkalai dan berakhir menjadi barang usang nan berdebu.
“Jangan sampai juga nanti museum-museum itu tutup terus koleksinya dipindah ke luar negeri,” ujarnya.
Sebagai tempat wisata, museum juga kurang dilirik wisatawan. Bahkan, Museum Sonobudoyo yang berada di pusat kawasan wisata utama Jogja pun kesulitan untuk mendatangkan pengunjung. Padahal, Museum Sonobudoyo telah melakukan promosi secara gencar, baik melalui media digital maupun dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti pameran atau bioskop, dan semua itu gratis.
Hal ini menurutnya karena belum terintegrasinya agenda museum dengan agenda pariwisata Jogja secara baik. Keduanya, belum mampu mendukung satu sama lain.
ADVERTISEMENT
“Jadi museum dan pariwisata itu seolah jalan sendiri-sendiri, padahal museum kan sebenarnya juga destinasi wisata yang penting di DIY,” kata Ki Bambang Widodo.
Mengapa Museum Tak Jadi Pilihan Berwisata?
Kendaraan bermotor melewati sebuah spanduk pengumuman pameran di Museum Tino Sidin pada 2017. Foto: ESP
Di beberapa negara maju, museum menjadi salah satu destinasi wisata penting, bahkan menjadi salah satu destinasi utama yang paling banyak diincar wisatawan. Sebutlah misalnya, yang terdekat, Museum of Asian Civilization di Singapore. Di Indonesia, museum tampaknya belum menjadi pilihan menarik sebagai tempat berwisata.
Kepala Bidang Informasi, Komunikasi, dan Kerja Sama Barahmus DIY, yang juga Kepala Museum Wayang Kekayon, Donny S. Megananda, mengungkapkan ada banyak faktor yang membuat museum belum memasyarakat sampai saat ini. Pertama adalah citra museum yang sampai saat ini masih dianggap sekadar tempat penyimpanan barang tak terpakai atau sekadar jadi gudang penyimpanan.
ADVERTISEMENT
Banyak juga museum yang kekurangan anggaran, sehingga tidak mampu untuk membuat display yang menarik atau mengadakan kegiatan-kegiatan yang bisa mengundang antusiasme masyarakat. Anggaran yang ada, hanya cukup untuk membiayai operasional.
“Bahkan banyak museum yang kekurangan anggaran untuk operasional, meskipun syarat dari PP 66 tahun 2015 museum itu harus memiliki anggaran pembiayaan tetap,” ujar Donny.
Donny S. Megananda. Foto: Widi Erha Pradana
Sampai sekarang aspek pembelajaran museum dengan kurikulum pembelajaran di sekolah juga belum terpadu. Di negara-negara dengan museum yang sudah maju, museum telah menjadi bagian dari sumber pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, siswa diajak untuk mengunjungi museum sesuai dengan materi belajarnya. Selain untuk meningkatkan kunjungan, memadukan antara museum dengan materi pembelajaran juga sekaligus dapat menanamkan kesadaran kepada anak akan arti penting museum sejak dini.
ADVERTISEMENT
“Jejaring kerja sama stakeholder pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata harus diperkuat lagi,” ujarnya.
Dalam konteks pariwisata, museum saat ini juga dinilai belum mampu menyesuaikan tren dunia pariwisata kekinian. Misalnya, museum belum mampu mengakomodir keperluan wisatawan untuk berfoto, atau dengan istilah lain museum belum instagramable.
Senada, Wakil Ketua Destinasi Wisata Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Nurcahyadi, mengatakan bahwa display yang menarik dan instagramable menjadi nilai penting jika museum ingin mengincar wisatawan, mengingat yang paling penting bagi wisatawan saat ini ketika berwisata adalah foto yang keren supaya bisa diunggah di media sosial mereka.
“Jadi bukan hanya koleksinya saja yang dipajang bagus, tapi harus dibuat juga supaya instagramable karena itu yang paling dicari wisatawan saat ini,” kata Nurcahyadi.
ADVERTISEMENT
Promosi Museum Lewat Hotel
Seorang pengunjung mencoba permianan interaktif Kembara Gembira, Juni 2021. Foto: Widi Erha Pradana
Nurcahyadi mengatakan, PHRI siap untuk membantu mempromosikan museum-museum di Jogja kepada wisatawan yang menginap di hotel mereka. Salah satunya dengan merekomendasikan museum-museum yang ada di Jogja kepada wisatawan sebagai destinasi wisata tujuan.
Namun sebelum itu, museum-museum perlu lebih dulu mengenalkan dirinya kepada pihak hotel. Sehingga hotel nantinya bisa mempromosikan keunikan-keunikan setiap museum yang mereka rekomendasikan.
“Sekarang ini mereka (karyawan hotel) enggak ngerti apapun tentang museum, museum tidak ada yang diomongin. Jadi perlu dikumpulkan dulu satu atau dua orang dari tiap hotel untuk diajak keliling museum,” ujar Nurcahyadi.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman Dinas Kebudayaan DIY, Rully Andriadi menyambut baik usulan Nurcahyadi.
Rully Andriady. Foto: Widi Erha Pradana
Rully mengatakan, Dinas Kebudayaan siap untuk memfasilitasi PR maupun front office dari sejumlah hotel yang akan melakukan tur ke sejumlah museum untuk mengenal lebih jauh museum-museum yang ada di Jogja sehingga bisa menjadi promotor yang baik nantinya.
ADVERTISEMENT
“Itu bisa kami tindaklanjuti langsung melalui program WKM (wajib kunjung museum),” kata Rully.
Potensi lain untuk meningkatkan kunjungan museum adalah dengan memberlakukan WKM untuk siswa-siswa sekolah, sekaligus sebagai upaya untuk memadukan kurikulum pembelajaran di sekolah dengan aspek pembelajaran museum.
Adanya kebijakan kampus merdeka yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menempuh pembelajaran di luar program studi juga memungkinkan museum untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan museum. Misalnya memanfaatkan mahasiswa untuk membantu program-program pengembangan di museum atau melakukan penelitian terkait permasalahan yang dihadapi museum atau topik-topik lain yang dibutuhkan.
“Itu juga menjadi peluang untuk museum, tapi butuh diskusi lebih lanjut dengan pihak terkait,” ujar Rully.
Baca Juga: