Panduan Lengkap Bagaimana Vitamin D Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Melawan COVID

Konten dari Pengguna
5 April 2020 4:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Pinterest
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Pinterest
ADVERTISEMENT
Ada sebuah terbitan dari penelitian yang diterbitkan oleh jurnal terkemuka British Medical Journal (BMJ) pada tahun 2017, yang mengungkap bahwa Vitamin D berpengaruh kuat dalam meningkatkan dan merawat imunitas tubuh, khususnya untuk infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kategori penyakit dimana COVID termasuk di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Jurnal ini melaporkan penelitian tentang vitamin D dengan validitas tinggi, menggunakan randomized double-blind controlled trials, melibatkan placebo, dan dilakukan dalam controlled-environtment yang mengisolasi Vitamin D sebagai satu-satunya faktor yang diuji dalam tiap tes.
Tes dilakukan pada grup subjek yang besar yang melibatkan control group, dengan jumlah sampel (n) sebesar 10,933 subjek. Tidak diragukan lagi ini adalah sebuah penelilitian yang kuat, valid dan dengan kualitas data yang sangat tinggi.
Riset itu melaporkan korelasi kuat antara low serum 25-hydroxyvitamin D atau kurangnya metabolit utama vitamin D yang bersirkulasi dalam darah, dengan mudahnya seseorang mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Dengan kata lain, orang yang kekurangan vitamin D mudah sakit flu atau ISPA lainnya.
ADVERTISEMENT
Percepat Pematangan Sel Darah Putih
Jurnal ini mengumumkan nilai Adjusted Odds Ratio (AOR) sebesar 0.88. Odds Ratio adalah cara untuk mengukur perbandingan antara subjek yang dipaparkan pada suatu unsur yang diuji dengan subyek yang tidak dipapar. Dalam hal ini, orang yang diberi vitamin D dan yang tidak.
Bila angka AOR = 1, artinya pemberian vitamin D tidak berpengaruh, karena tidak ada perbedaan antara subyek yang diberi vitamin dan yang tidak. Bila AOR < 1, berarti vitamin D memberikan derajat proteksi terhadap infeksi.
Hasil penelitan ini memberikan AOR = 0.88, jadi vitamin D terbukti memberikan proteksi terhadap infeksi, dengan efek proteksi sebesar 12 persen. Proteksi ini meningkat menjadi 19 persen (AOR = 0.81) bila konsumsi vitamin D dilakukan rutin, setiap hari.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi, bagi orang-orang yang sehari-harinya sudah kekurangan vitamin D; yaitu mereka yang tinggal di wilayah non ekuatorial, atau di dalam ruangan terus menerus, atau konsumsi makanannya kurang kandungan vitamin D, maka konsumsi vitamin D akan meningkatkan proteksi bagi orang-orang tersebut sebesar 70 persen (AOR = 0.3).
Konsumsi suplemen vitamin D yang telah dinyatakan aman ini terbukti meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus dengan berbagai cara, diantaranya dengan meningkatkan regenerasi epithalial barrier atau membran anti mikroba di sepanjang saluran pernapasan, serta mempercepat pematangan sel-sel leucocytes, yaitu sel-sel darah putih seperti neutrophills dan dendritic cells. Ini terjadi karena secara natural, sel neutrophills dan dendritic cells adalah receptor vitamin D.
ADVERTISEMENT
Sumber Vitamin D
Ilustrasi matahari sebagai salah satu sumber vitamin D. Foto : Pixabay
Walaupun disebut “vitamin”, vitamin D sebenarnya bukanlah vitamin, melainkan prohormone, yaitu substansi bahan baku yang akan dikonversi oleh tubuh Anda menjadi hormon. Normalnya, tubuh Anda mendapatkan 10% vitamin D dari makanan, dan 90% sisanya diperoleh dari sintesis yang dilakukan tubuh Anda dengan bantuan sinar matahari. Karena itu, bagi tipe orang yang jarang terpapar sinar matahari, besar kemungkinan akan mengalami defisit vitamin D.
Sinar matahari yang menyentuh kulit Anda akan memicu reaksi dengan cholesterol (7-dehydrocholesterol) manghasilkan cholecalciferol alias “vitamin D3” yang akan mengalir dalam darah dan kemudian dikonversi oleh liver Anda menjadi calcidiol alias 25-hydroxyvitamin D—substansi yang diuji dalam penelitian—yang merupakan bentuk vitamin D metabolite yang membantu sistem imun, dan sistem tubuh lainnya. Ini adalah bentuk vitamin D yang diukur oleh dokter untuk menentukan ketercukupan vitamin D dalam tubuh Anda.
ADVERTISEMENT
Jadi sumber utama vitamin D secara natural adalah berjemur sinar matahari, dan sisanya dilengkapi dengan sumber makanan natural seperti lemak ikan Tuna, Makarel atau Salmon, makanan yang di-fortifikasi vitamin D seperti susu, susu kedelai dan seral, juga hati sapi, keju, atau kuning telur. Ada pula suplemen vitamin D yang dijual di pasaran.
Bila Anda memutuskan untuk hanya memasok vitamin D dari makanan dan suplemen untuk menghindari resiko kangker dari sinar matahari maka Anda harus rutin mengonsumsi sumber vitamin D dari berbagai makanan dan suplemen itu setiap hari.
Kebutuhan vitamin D harian untuk orang pada umumnya adalah 400–800 IU atau 10–20 microgram, namun jalan terbaik untuk menentukan situasi vitamin D tubuh Anda, adalah dengan pergi ke dokter dan minta untuk diperiksa.
ADVERTISEMENT
Berjemur untuk Vitamin D
Tiga band radiasi ultraviolet sinar matahari. Foto : Istimewa
Bila Anda memutuskan berjemur untuk mendapat pasokan vitamin D, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
Telah diketahui bahwa radiasi ultraviolet yang dibutuhkan agar tubuh Anda memproduksi vitamin D, juga mengakibatkan kangker kulit. Tapi radiasi ultraviolet tidak semua sama. Secara umum ia dibagi menjadi tiga band, yaitu UV-A, UV-B dan UV-C.
Radiasi yang dibutuhkan untuk memproduksi vitamin D adalah UV-B. Sementara ketiga band radiasi di atas dapat menyebabkan kangker. Band UV-C tidak perlu dikhawatirkan karena telah tertahan oleh lapisan Ozone, sehingga tidak mencapai permukaan Bumi; tidak menyentuh kulit Anda. Sedangkan sebagian radiasi UV-B tertahan oleh Ozone, dan UV-B sepenuhnya menembus atmosfir. Sehingga komponen radiasi UV yang diterima oleh kulit Anda ketika tersinari matahari, adalah UV-A dan UV-B.
ADVERTISEMENT
Sejak lama ada saran dari institusi kesehatan di berbagai negara untuk berjemur pada pagi hari atau sore, dengan pikiran bahwa energi UV pada jam-jam itu lebih aman. Ini dibuat dengan cara berpikir yang salah menurut riset mutakhir dan bisa justru lebih mempromosikan resiko kangker.
Karena sebagian radiasi UV-B—yang dibutuhkan untuk sintesis vitamin D—tertahan oleh atmosfir sedangkan UV-A tidak, maka semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh radiasi UV-B, semakin besar radiasi yang terserap, atau semakin sedikit radiasi yang tersisa. Sementara, ini tidak dialami oleh UV-A.
Sehingga bila matahari dalam derajat insiden besar (pagi hari, sore hari) seperti di gambar sub bab ini, komposisi ultraviolet yang diterima oleh kulit jadi lebih besar mengandung UV-A (hanya penyebab kangker) dibandingkan UV-B (yang mensintesis vitamin D). Semakin lama orang berjemur di pagi atau sore hari, semakin besar radiasi UV-A yang diterima kulit dibandingkan UV-B.
ADVERTISEMENT
Pada saat matahari tinggi di langit, jarak tempuh radiasi UV di atmosfir lebih pendek, sehingga lebih besar radiasi UV-B pada saat siang hari daripada pada pagi hari.
Sehingga, jauh lebih baik untuk berjemur pada siang hari dengan waktu singkat, daripada berjemur pada pagi hari dengan waktu lebih panjang, untuk mendapatkan eksposur UV-B untuk mensintesis vitamin D yang cukup.
Peneliti menyarankan untuk berjemur pada pukul 10 sampai 12 pagi dengan durasi singkat antara 5-30 menit pada saat derajat posisi matahari 45-90o, karena bila matahari tepat di kepala, hanya sedikit area kulit yang terpapar oleh matahari.
Bila kulit Anda terang, waktu jemur cukup sesingkat ~5 menit dan bila kulit Anda gelap, sesingkat 30 menit. Ini dikarenakan melanin—yang membuat kulit Anda lebih gelap—menahan radiasi UV, sehingga orang berkulit gelap membutuhkan waktu lebih lama dari orang berkulit terang.
ADVERTISEMENT
Krim pelindung kulit (sunscreen) juga sebaiknya tidak dikenakan, karena sekali lagi, sunscreen justru menahan radiasi UV-B lebih besar daripada UV-A. Sehingga persoalan yang sama seperti ditulis di atas, juga terjadi.
Penulis : Verdi Adhanta, Pendidik di SMK Rosma, Karawang, Jawa Barat / YK-1