Konten Media Partner

Pengamat Hukum: Reshuffle Kabinet Harus Perkuat Sistem Politik dan Ekonomi

9 September 2025 19:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Konten Media Partner
Pengamat Hukum: Reshuffle Kabinet Harus Perkuat Sistem Politik dan Ekonomi
Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menekankan agar reshuffle kabinet oleh Presiden Prabowo harus bisa memperkuat sistem politik, hukum, dan ekonomi. #publisherstory #pandanganjogja
Pandangan Jogja
Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menilai reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto, termasuk pencopotan Menko Polkam, Budi Gunawan, harus dipandang sebagai evaluasi menyeluruh atas tata kelola politik, hukum, dan ekonomi nasional alih-alih sekadar kosmetik.
ADVERTISEMENT
“Pergantian Menko Polkam ini bukan sekadar soal siapa yang menduduki jabatan, melainkan bagaimana koordinasi antar lembaga bisa lebih solid, transparan, dan akuntabel. Menko Polkam bukan sekadar jabatan politik, tapi garda depan dalam memastikan stabilitas nasional berjalan dengan menjunjung tinggi kepentingan rakyat,” tegas Hardjuno dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/9).
Ia menekankan, reshuffle ini menjadi sinyal adanya persoalan serius dalam koordinasi politik dan keamanan. Namun menurutnya, pergantian pejabat tak boleh berhenti pada level kosmetik.
“Yang lebih penting adalah membangun sistem yang transparan, sehingga praktik-praktik yang melemahkan demokrasi dan merugikan rakyat bisa dihentikan,” ujarnya.
Hardjuno juga menyinggung reshuffle di bidang ekonomi, khususnya posisi Sri Mulyani. Ia mengkritik strategi anggaran berbasis defisit yang menurutnya telah membuat utang negara terus membengkak.
ADVERTISEMENT
“Selama ini, dengan model defisit, pemerintah cenderung menutup kebutuhan belanja dengan utang. Akibatnya, bank-bank lebih nyaman menaruh dananya di instrumen seperti SBI atau SUN, ketimbang menyalurkannya langsung ke sektor riil. Rakyat hanya jadi penonton, sementara uang berputar di lingkaran finansial,” paparnya.
Ia berharap, dengan tidak adanya Sri Mulyani dalam kabinet, arah kebijakan keuangan negara bisa lebih berani mengurangi penerbitan utang dan mendorong bank menyalurkan kredit kepada rakyat. “Kalau bank dipaksa mengalirkan uangnya ke sektor riil, UMKM bisa tumbuh, lapangan kerja tercipta, dan ekonomi rakyat bergerak. Inilah jalan agar ekonomi kita tidak terus bergantung pada utang,” ujar Hardjuno.
Menurutnya, reshuffle kabinet selalu punya dimensi politik yang tidak bisa diabaikan. Namun ia menegaskan bahwa kepentingan politik jangan sampai menyingkirkan kepentingan rakyat. “Kursi menteri bukan hadiah bagi kelompok tertentu, tapi amanah untuk mengelola negara. Publik akan menilai apakah reshuffle ini sungguh-sungguh untuk rakyat atau sekadar bagi-bagi kekuasaan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Hardjuno menutup dengan menekankan bahwa reshuffle harus memberi arah baru bagi pembangunan nasional. Menurutnya, pemerintahan ke depan membutuhkan kabinet yang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga punya visi hukum yang adil dan ekonomi yang inklusif.
“Indonesia sedang menghadapi tantangan besar, dari geopolitik global hingga ketimpangan domestik. Reshuffle harus memberi sinyal bahwa negara ini siap menjawab tantangan itu dengan kepemimpinan yang tegas, adil, dan berpihak pada rakyat,” ujarnya.