Perampasan Aset Koruptor Tanpa Proses Pidana Rumit: Tren Global yang Meningkat

Konten Media Partner
27 Maret 2024 12:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Shri Hardjuno Wiwoho memaparkan disertasinya di depan sidang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Shri Hardjuno Wiwoho memaparkan disertasinya di depan sidang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
SURABAYA – Penegakan hukum terhadap kejahatan yang merugikan keuangan negara di Indonesia terus menghadapi tantangan yang signifikan. Salah satu hambatan utamanya adalah kesulitan aparat penegak hukum mengidentifikasi jejak dan asal-usul hasil kejahatan, khususnya terkait aset. Dalam konteks ini, tren global menunjukkan adanya peningkatan dalam perampasan aset koruptor tanpa melalui proses pidana yang rumit.
ADVERTISEMENT
Dalam rilis pers yang diterima redaksi, Rabu (27/3), Shri Hardjuno Wiwoho, Mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan, Indonesia perlu mengikuti tren hukum global yang didorong oleh PBB (UNCAC) dengan melakukan percepatan reformasi hukum di Indonesia terkait pengambilalihan aset tanpa keterlibatan proses tuntutan pidana yang rumit.
Temuan Hardjuno tersebut merupakan hasil penelitiannya berjudul “Prinsip Kepastian Hukum Pada Akselerasi Reformasi Hukum Terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non-Conviction Based Asset Forfeiture)”.
Foto: Dok. Istimewa
Hardjuno, yang didampingi oleh penasehat akademiknya, Prof. Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H., LL.M., mengemukakan bahwa pendekatan ini diharapkan menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan aset negara secara lebih efisien, sekaligus tetap menjaga prinsip kepastian hukum. Hal ini diperkuat dengan adanya Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) yang telah dirumuskan sejak tahun 2012 oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, meskipun RUU PATP telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional tahun 2015-2019, pembahasannya oleh DPR belum terlaksana hingga kini, meskipun sebenarnya telah ada Surat Presiden yang mengingatkan untuk memprioritaskan pembahasan RUU tersebut.
Padahal, data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan peningkatan jumlah laporan terkait kejahatan keuangan, memperkuat urgensi penanganan kasus-kasus korupsi dan pencucian uang dengan pendekatan yang extraordinary.
“Salah satu pendekatan tersebut adalah perampasan aset tanpa melibatkan proses tuntutan pidana yang kompleks,” tandas Hardjuno.
Foto: Dok. Istimewa
Perampasan aset ini menjadi tren global seiring dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003 yang menggarisbawahi pentingnya menyita aset dari hasil kejahatan tanpa harus melalui proses tuntutan pidana yang rumit.
ADVERTISEMENT
Menurut Hardjuno, konsep Perampasan Aset tanpa Pemidanaan atau Non-Conviction Based (NCB) Asset Forfeiture merupakan bentuk restitusi kerugian negara, yang bertujuan mengembalikan kerugian negara akibat tindak kejahatan tanpa perlu melalui proses pidana terlebih dahulu terhadap pelakunya.
Konsep ini melibatkan aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana, termasuk yang telah dihibahkan atau diubah menjadi kekayaan pribadi, pihak lain, atau korporasi. Tujuannya adalah mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat tindak kejahatan tanpa perlu menghukum pidana terlebih dahulu pelakunya.
Berfoto bersama usai sidang. Foto: Dok. Istimewa
Dalam konteks kepastian hukum, perampasan aset tanpa tuntutan pidana memperoleh perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat, khususnya hak properti mereka. Proses perampasan aset dilakukan melalui jalur hukum perdata jika aset tersebut diperoleh melalui tindakan pengayaan yang tidak adil atau unjust enrichment, sehingga memberikan jaminan terhadap kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, model perampasan aset tanpa tuntutan pidana menjadi alternatif yang penting dalam upaya pemulihan aset negara dan penegakan hukum yang efektif terhadap kasus-kasus korupsi dan pencucian uang.