Konten Media Partner

Ratusan Tahun Bersama, Sepasang Pohon Keramat di Makam Pleret Dipisahkan Api

13 Oktober 2023 19:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pohon radu alas keramat di makam Dusun Kauman, Pleret, Bantul, kini tinggal sendirian setelah pasangannya terbakar pada Kamis (12/10) malam. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Pohon radu alas keramat di makam Dusun Kauman, Pleret, Bantul, kini tinggal sendirian setelah pasangannya terbakar pada Kamis (12/10) malam. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Sebuah pohon randu alas (Bombax ceiba) tua di makam Dusun Kauman, Pleret, Bantul, terbakar hingga hangus pada Kamis (12/10) malam. Selama ratusan tahun, pohon itu dikeramatkan oleh masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Di makam itu, sebenarnya ada dua pohon randu alas tua berukuran besar yang bersebelahan. Pohon pertama adalah yang terbakar semalam, dan pohon kedua di sebelah selatannya sampai saat ini masih berdiri kokoh meski daunnya sedang berguguran karena musim kemarau.
"Konon pohonnya sepasang, laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki yang mati itu," kata Dukuh Kauman, Murdiyanto, pada Jumat (13/9).
Dukuh Kauman, Murdiyanto. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Sebelum terbakar, pohon randu alas tersebut sebenarnya sudah mati beberapa tahun lalu karena tersambar petir. Pemerintah kemudian memasang kerangka besi di sekitar pohon, agar jika sewaktu-waktu pohon itu tumbang tidak mengenai bangunan di sekitarnya.
"Soalnya di sekitarnya itu kan situs purbakala, karena kawasan ini kan dulunya kerajaan," lanjutnya.
Tak ada yang tahu pasti kapan sepasang randu alas di makam Kauman, Pleret, itu ditanam. Murdiyanto pernah bertanya kepada kakek buyutnya yang usianya sudah 100 tahun lebih soal asal-usul dua pohon itu.
ADVERTISEMENT
Jawabannya, sewaktu kakek buyutnya masih kecil, dua pohon itu juga sudah ada dengan ukuran seperti sekarang.
"Yang pasti, itu sudah ada dari zaman Mataram Islam, zaman Sultan Agung," kata dia.
Sisa kayu randu alas laki-laki yang hangus terbakar. Foto: WIdi RH Pradana/Pandangan Jogja
Jika mengacu pada tahun Sultan Agung memerintah Kerajaan Mataram Islam, yakni mulai tahun 1613, artinya pohon randu alas itu sudah berumur 410 tahun.
Sejak dulu, sepasang pohon randu alas itu menjadi petunjuk bagi masyarakat dalam bertani, terutama pohon randu alas perempuan yang ada di sebelah selatan. Jika pohon randu alas mulai bersemi dan daunnya mulai banyak setelah gugur semua pada musim kemarau, para petani baru mulai berani untuk menebar benih.
"Kalau daunnya belum banyak seperti sekarang, belum berani nebar benih. Terutama pohon yang selatan, yang perempuan, kalau yang laki-laki susah jadi patokan," ujarnya.
Randu alas perempuan di makam Kauman, Pleret, masih berdiri kokoh sampah saat ini. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Masyarakat percaya, hal itu berkaitan dengan randu alas perempuan yang menjadi simbol kesuburan. Karena itu, yang selama ini bisa menjadi patokan untuk pertanian adalah randu alas perempuan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang daunnya belum semi, kemungkinan kemarau masih akan panjang," kata dia.
Saat ini, setelah ditinggal "sang suami", pohon randu alas perempuan itu tinggal sendirian, meneduhi makam di bawahnya. Di sebelah selatan lagi sekitar 1 kilometer dari pohon tersebut juga ada satu pohon randu alas tua di Makam Karet.
"Konon yang di Makam Karet itu anaknya, kan yang di sini sepasang suami-istri," ujar Murdiyanto.
Pohon randu alas di Makam Karet, yang diyakini masih memiliki hubungan dengan randu alas di Makam Kauman, Pleret. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja