Ruang Publik di Yogya Makin Minim, Rakyat Kecil Makin Susah Cari Hiburan

Konten Media Partner
30 September 2022 16:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Widihasto Wasana Putra (baju putih) di sekretariat pasar malam Jogja Gumregah 2022 bersama GKR Bendara, KPH Yudanegara, dan Inung Nurzani. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Widihasto Wasana Putra (baju putih) di sekretariat pasar malam Jogja Gumregah 2022 bersama GKR Bendara, KPH Yudanegara, dan Inung Nurzani. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Koordinator Umum Pasar Rakyat Jogja Gumregah, Widihasto Wasana Putra, mengungkapkan sulitnya mencari lokasi untuk menggelar pasar rakyat yang mengusung konsep seperti pasar malam Sekaten itu. Pasalnya, saat ini minim sekali ruang publik di Kota Yogya yang bisa dipakai untuk menggelar event pasar malam seperti Pasar Rakyat Jogja Gumregah.
ADVERTISEMENT
“Hingga akhirnya kami mendapat tempat di area bekas kampus STIEKERS ini,” kata Widihasto Wasana Putra di Yogyakarta, Jumat (30/9).
Setelah Alun-Alun Utara Yogya yang sebelumnya bisa dipakai untuk menggelar pasar malam Sekaten direstorasi dan dipagar besi, praktis nyaris tak ada lagi tempat terbuka yang cukup luas dan bisa digunakan untuk mengadakan pasar malam. Padahal, menurut Widihasto pasar malam merupakan event penting bagi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Dia juga mengatakan bahwa ditutupnya Alun-Alun Utara sempat memunculkan reaksi dan gejolak di tengah masyarakat. Karena itu, dibutuhkan ruang-ruang lain yang bisa menggantikan fungsi dari Alun-Alun Utara.
“Kami memahami bahwa pemagaran Alun-alun Utara adalah dalam rangka restorasi warisan arkeologis dan pemurnian makna filosofi serta refungsi alun-alun, maka sebenarnya kan harus ada ruang-ruang pengganti,” ujarnya.
Keseruan wahana permainan Pasar Malam Jogja Gumregah 2022. Foto: Arif UT
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah terutama Pemda DIY menurut Widihasto harus bertanggung jawab dalam menyediakan ruang publik di Yogya. Jangan setiap ada ruang terbuka kemudian dibangun gedung-gedung, tanpa menyisakan ruang yang bisa diakses oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
“Harusnya pemerintah mencari solusi ruang-ruang publik yang bisa dipakai untuk ekspresi masyarakat, jangan semuanya dibangun gedung, kalau perlu ruang-ruang itu dibiarkan terbuka sehingga multifungsi,” lanjutnya.
Saat ini hanya ada beberapa ruang publik saja yang bisa dipakai untuk menyelenggarakan event-event besar, seperti Jogja Expo Center (JEC), Stadion Mandala Krida, Kridosono, dan Amongrogo. Namun biaya sewa tempat tersebut untuk menggelar suatu event tidaklah murah.
“Dan tidak semua masyarakat bisa mengaksesnya, beda dengan lapangan ini atau alun-alun,” kata dia.
Widihasto juga menggarisbawahi rencana pemerintah yang ingin membangun gedung pertunjukan kelas Internasional di area bekas kampus STIEKERS yang saat ini menjadi lokasi Pasar Rakyat Jogja Gumregah itu. Menurutnya, ketika kawasan itu dibangun gedung pertunjukan kelas internasional, maka kawasan itu akan menjadi ekslusif, tak bisa lagi dipakai untuk aktivitas masyarakat sehari-hari. Apalagi ruang-ruang terbuka di Yogya bagian selatan saat ini sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
“Kalau dibiarkan terbuka, apalagi ditambah fasilitas yang memadai, kan lebih bermanfaat untuk masyarakat daripada dibangun gedung pertunjukan yang sebulan sekali aja belum tentu ada kegiatan,” ujarnya.
Dengan dibiarkannya menjadi ruang publik yang bisa diakses semua orang, kawasan tersebut juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di level mikro. Seperti dalam event Pasar Rakyat Jogja Gumregah, dimana perputaran uang di stan-stan pasar malam tersebut dalam sehari bisa mencapai Rp 500 juta.
“Belum dari parkir. Artinya kan ini ada perputaran ekonomi, dan jangan lupa ekonomi Jogja kan ditopang oleh UMKM,” kata Widihasto Wasana Putra.