Sekolah di Desa dan Sekolah di Kota Kok Standarnya Sama? Kemendikbud Menjawab

Konten Media Partner
26 Juli 2022 19:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plt. Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP), Irsyad Zamjani (kiri) dan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, (kanan) dalam siniar PERSPEKTIF. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Plt. Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP), Irsyad Zamjani (kiri) dan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, (kanan) dalam siniar PERSPEKTIF. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan kondisi geografis dan kultur yang berbeda-beda. Bahkan dalam satu pulau saja seperti Pulau Jawa, antara desa dan kota memiliki variasi kehidupan yang berbeda. Maka dari itu apakah standar untuk sekolah bagi setiap daerah itu harus sama secara nasional?
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, berdasar pada Konsep Merdeka Belajar, pemerintah telah menerbitkan Standar Nasional Pendidikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2021 yang mengganti standar pendidikan sebelumnya yang menyeragamkan standar di semua sekolah dan daerah.
“PP 57 ini mengganti Standar Nasional Pendidikan sebelumnya yang semangatnya penyeragaman dan rinci sekali. Sistem yang seperti instruksi dan resep yang bisa diikuti oleh semua guru, kepala sekolah, dan dinas kependidikan di semua daerah di Indonesia, itu diubah oleh PP ini,” terang Anindito dalam Siniar (podcast) perdana PERSPEKTIF (Perbincangan Pendidikan Inspiratif) yang merupakan siniar (podcast) resmi Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP), Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, pada Selasa (26/7).
Delapan Standar Nasional Pendidikan. Foto: Istimewa
Nino, sapaan akbran Anindito menerangkan, dalam standar sebelumnya, aturan rinci dibuat untuk diikuti oleh semua sekolah, daerah, guru yang harapannya semua orang dengan kapasitas paling rendah sekalipun bisa mengikutinya, tinggal mengikuti langkah demi langkah saja.
ADVERTISEMENT
Problemnya, prosedur atau langkah atau petunjuk teknis tersebut belum tentu relevan dengan kondisi dan kebutuhan semua sekolah dan semua daerah. Standar bagi sekolah di pegunungan disamakan dengan sekolah yang ada di kota besar. Padahal karakter siswanya pun sangat berbeda.
“Nah, itu asumsi yang kita buang. Sekarang standar dibuat hanya acuan pokok-pokoknya saja yang memberi ruang untuk menerjemahkan secara berbeda-beda di tiap daerah, sekolah-sekolahnya," kata Nino.
Namun, tantangannya adalah ruang dan kemerdekaan untuk menerjemahkan secara kontekstual tersebutmemerlukan kapasitas yang cukup dari kepala sekolah dan guru.
"Tapi kalau takut memberi kepercayaaan pada sekolah, daerah, guru, untuk menerjemahkan itu maka selamanya gak akan meningkat kapasitas mereka, karena gak pernah dipercaya,” papar Nino yang di siniar yang dipandu langsung oleh Plt. Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP), Irsyad Zamjani atau yang akrab disapa Mas Irsyad.
Foto: Istimewa
Menurut Nino, PP 57 tentang standar pendidikan itu adalah regulasi kunci supaya Kemendikbud bisa menerapkan Konsep Merdeka Melajar.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 50 persen PP tersebut mengatur tentang standarnya sementara separuhnya mengatur tentang assesement nasional dan rapor pendidikan yang menggantikan konsep ujian nasional (UN) di era sebelumnya.
Dulu UN menjadi satu kali aktivitas untuk menguji kapasitas siswa atas kurikulum pendidikan secara keseluruhan. Belajar 3 tahun di SMP dan SMA diujikan selama 2 jam. Sementara hari ini Assesment nasional hanya mengukur kompetensi dan karakter mendasar dari pendidikan yang ingin pemerintah bangan.
“Kapasitas untuk berpikir, bertindak secara etis dan kompeten paling mendasar saja. bukan keluasan pengetahuan yang dimiliki anak-anak seperti pada UN di era sistem pendidikan sebelumnya,” jelas Nino.
Penghapusan UN juga berarti memberi kepercayaan sepenuhnya pada guru dan sekolah untuk mengevaluasi siswa didiknya apakah layak lulus atau tidak.
ADVERTISEMENT
Dalam sistem pendidikan yang baru di PP 57, fokus Kemendikbid hanyalah pada kewenangan dan tugas pemerintah untuk memetakan kualitas sistem dan tata Kelola pendidikan saja.
“Jadi Kemendikbud tidak bertugas menjudgement individu siswa seperti pada sistem UN. Fokus Kemendikbud saat ini adalah pada kualitas sistemnya, cara guru mengajar, menilai, anggaran, standar kepala sekolah, sarana prasarana,” jelas Nino.
Pada episode ini, dibahas pula tentang implikasi regulasi Standar Nasional Pendidikan dan perubahan konsep Standar Pendidikan pasca pandemi. Perbincangan berlangsung santai namun menyentuh berbagai aspek mendasar dalam Standar Pendidikan.