Selama Pandemi Anak Milenial Sedunia Gandrung Akuarium, Simak Ulasan Bisnisnya

Konten Media Partner
17 Mei 2021 12:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi akuarium. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi akuarium. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pandemi berperan besar dalam meningkatnya gelombang anak milenial sedunia menggandruni akuraium sebab ikan hias di dalam akuarium dianggap memberikan dampak positif psikologis bagi pemiliknya. Selain itu, gaya hidup dan preferensi milenial dalam memilih rumah minimalis juga membuat akuarium sebagai dekorasi rumah makin jadi pilihan.
ADVERTISEMENT
Demikian diungkapkan oleh Direktur Pemasaran Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Mahmud, dalam webinar yang diadakan oleh Balai Besar Pengujian Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) pekan terakhir Mei pekan kedua kemarin.
Mahmud mengatakan Indonesia sangat diuntungkan oleh tren pasar hias global tersebut, pasalnya ikan hias air tawar tropis sampai sekarang masih mendominasi pasar global mencapai 58,27 persen.
“Hal ini karena konsumen ikan hias baru lebih suka ikan hias air tawar tropis dibandingkan ikan hias air laut yang perawatannya lebih mahal,” jelasnya.
Ikan Hias Indonesia di Mata Dunia
Ikan Botia primadona ekspor Indonesia. Foto: Istimewa.
Benar, ikan hias Indonesia merupakan salah satu yang paling digemari oleh pasar ekspor. Selama pandemi saja, ekspor ikan hias terus meningkat dengan total nilai ekspor pada 2020 mencapai 30,8 juta dolar, dan pada 2021 sampai Maret, nilai ekspornya sudah mencapai 9,2 juta dolar. Untuk saat ini, ada dua jenis ikan hias air tawar asli Indonesia yang paling terkenal, yaitu arwana (Schleropages formosus) dan botia (Chromobotia macracanthus).
ADVERTISEMENT
Dengan nilai ekspor tersebut, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara eksportir ikan hias terbesar di dunia di bawah Jepang, Singapura, dan Spanyol. Namun posisi Indonesia terancam oleh Thailand yang dalam lima tahun terakhir nilai ekspornya terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dengan besarnya potensi ikan hias yang dimiliki Indonesia, Mahmud, mengatakan mestinya peringkat Indonesia bisa jauh lebih baik dari posisi saat ini. Produksi dan pemasaran ikan hias di Indonesia menurutnya mesti terus digenjot supaya bisa mendongkrak pendapatan dari pasar ekspor.
Terlebih, nilai pasar global ikan hias cukup besar, pada 2019 nilainya mencapai 6,8 miliar dolar dan diprediksi akan tumbuh sekitar 10 persen menjadi 11,3 miliar dolar pada 2025.
“Ini peluang bagi kita untuk bisa meningkatkan ekspor,” kata Mahmud.
ADVERTISEMENT
Pusat Bisnis Ikan Hias
Ikan Arwana merah primadona dunia. Foto: Pinterest
Dengan 650 spesies ikan hias yang hidup di perairan Indonesia, sayangnya Indonesia hanya menduduki nomor 4 eksportir dunia. Untuk itu, Balai Besar Pengujian Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP mendorong dibentuknya pusat bisnis ikan hias Indonesia.
Koordinator Pelayanan Pengembangan Usaha BBP3KP, Adi Wibowo, mengatakan memang pemerintah telah membangun raiser atau pusat pengembangan dan pemasaran ikan hias yang ada di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, namun belum optimal.
Raiser Cibinong ini merupakan fasilitas terbesar yang kini dimiliki oleh pemerintah untuk menangani pengembangan dan pemasaran ikan hias. Adapun beberapa fungsi utama raiser ikan hias ini adalah penyediaan sarana pemasaran, tempat promosi, pusat informasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pembesaran, penyeragaman ukuran, peningkatan mutu, serta penyangga stok atau persediaan.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan raiser belum optimal salah satunya jika dilihat dari pemanfaatan lahan baru 7,6 hektare padahal total lahan yang disediakan LIPI untuk fasilitas raiser tersebut mencapai 17,6 hektar.
“Status lahan yang masih milik LIPI kan juga menjadi belum leluasa. Selain itu juga belum terbentuk organisasi struktural yang definitif, sehingga sering mengalami pergantian seiring dengan perubahan organisasi di lingkup KKP sehingga menyebabkan raiser ikan hias belum berfungsi dengan baik,” kata Adi Wibowo, di kesempatan yang sama.
Tak hanya itu, sebagian kondisi sarana raiser ikan hias saat ini juga dalam keadaan rusak sehingga perlu ada perbaikan. Hal ini membuat fungsi dari raiser ikan hias ini semakin tidak bisa dijalankan secara optimal.
Dengan adanya perbaikan dan revitalisasi, dia berharap raiser ikan hias bisa berfungsi lebih optimal sebagai pusat pemasaran baik untuk melakukan pemasaran domestik maupun ekspor. Selain itu, program-program lain juga diharapkan bisa lebih optimal seperti pemasaran ikan secara digital, pusat logistik berikat (PLB), lembaga standardisasi dan sertifikasi ikan hias yang saat ini belum ada di Indonesia, serta inkubasi bisnis untuk menumbuhkan pelaku usaha ikan hias.
ADVERTISEMENT
“Serta perlu penyiapan kompetensi dan jumlah SDM yang harus disediakan. Kita juga belum punya lembaga sertifikasi ikan hias untuk menjamin kualitas,” jelas Adi.