Konten Media Partner

Streaming Online Jadi Masa Depan Industri Film Indonesia yang Berbujet Rendah

2 Desember 2021 13:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nonton streaming di ranjang jadi kebiasanya pasangan di seluruh dunia selama pandemi. Foto: Anastasia Shuraeva dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Nonton streaming di ranjang jadi kebiasanya pasangan di seluruh dunia selama pandemi. Foto: Anastasia Shuraeva dari Pexels
ADVERTISEMENT
Streaming online dinilai akan menjadi masa depan industri film Indonesia, melihat semakin banyak platform atau aplikasi penyedia streaming film di Indonesia. Sebutlah Netflix, Bioskop Online, Disney Hotstar, Klik Film, Amazon, IFlix, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Platform-platform ini dinilai cocok untuk jalur distribusi film-film Indonesia yang mayoritas berbujet menengah ke bawah. Hal ini telah dibuktikan oleh industri-industri film Asia, terutama Korea, dimana di tengah pandemi mereka justru makin berkembang pesat. Bujet produksi film-film Korea memang rendah, tapi penulisan naskah mereka menutup semua kekurangan itu.
“Sangat banyak film dan drama Korea yang selama pandemi ini justru meledak, padahal mereka hanya lewat online kayak Netflix,” kata Richard Oh ketika ditemui dalam acara Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2021 di Empire XXI Yogyakarta, Selasa (30/11).
Kondisi ini berbanding terbalik dengan situasi studio besar Hollywood, dimana sepanjang pandemi kondisinya benar-benar lesu. Bujet yang besar untuk produksi film-film Hollywood, membuat mereka mesti menayangkan filmnya ke bioskop kalau ingin untung, atau paling tidak balik modal. Sedangkan selama pandemi, bioskop tutup, baru akhir-akhir ini saja mulai dibuka kembali.
Poster film terbaru Richard Oh, Menunggu Ibunda (kiri) dan Richard Oh (kanan). Foto: Widi Erha Pradana
Meski demikian, bukan berarti dengan bujet yang rendah para sineas dalam negeri mesti menurunkan kualitasnya. Sepanjang kariernya sebagai sutradara, Richard Oh mengaku tak pernah mendapatkan pendanaan yang besar untuk filmnya, termasuk film terbarunya: Menunggu Bunda. Namun, dia selalu berusaha untuk membuktikan bagaimana dengan bujet seadanya, film yang dihasilkan tetap berkualitas dan tidak terlihat murahan.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak pernah dapat funding yang cukup besar, itu justru selalu menantang saya kalau kamu dikasih segini bagaimana kamu bisa lakukan sebaiknya tanpa memunculkan kesan miskin dan sebagainya,” ujar inisiator Khatulistiwa Award, salah satu penghargaan sastra paling bergengsi di tanah air ini.
Pendanaan memang penting dalam sebuah produksi film. Tapi, itu bukan satu-satunya faktor penentu kualitas sebuah film.
“Banyak juga project yang didanai bermiliar-miliar tapi enggak jadi apa-apa,” lanjutnya.
Tak hanya untuk sineas atau rumah produksi, kehadiran platform-platform streaming online ini juga sangat positif untuk masyarakat. Masyarakat kini bisa menonton film di manapun dan kapanpun dengan biaya yang sangat murah. Mereka tak perlu lagi ke bioskop, dimana belum semua kota di Indonesia telah tersedia.
ADVERTISEMENT
“Sehingga film jadi semakin inklusif, tidak ekslusif lagi,” kata Richard Oh.
Kendati demikian, bukan berarti bioskop tidak penting lagi untuk industri film. Bioskop menurutnya akan tetap berperan, namun untuk film-film yang benar-benar spektakuler, baik dari segi pendanaan maupun yang lainnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)