Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Tak Hanya Diam, Ini yang Bisa Dilakukan Istri jika Suami Memukul Menurut Islam
3 Februari 2022 19:42 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menurut 2 akademisi, Islam tidak menolerir KDRT. Bahkan, di Twitter-nya, Nadisyah Hosen atau Gus Nadir bilang, ”Istrimu bukan samsak tinju, woy!"

Nama Oki Setiana Dewi jadi sorotan publik di media sosial, baik Twitter maupun Facebook. Penyebabnya adalah penggalan ceramah Oki yang dinilai menormalisasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam video yang viral itu, Oki menceritakan sebuah kisah suami-istri di Jeddah yang sedang bertengkar hingga sang suami memukul wajah sang istri.
ADVERTISEMENT
Ketika sang istri sedang menangis, tetiba orangtuanya datang. Namun ketika ditanya, sang istri tidak mengatakan kalau dia menangis karena dipukul suaminya, melainkan karena sangat merindukan orangtuanya. Oki menjelaskan, tindakan sang istri tersebut semata-mata untuk menutupi aib suaminya. Hal itu kemudian membuat sang suami luluh dan akhirnya makin mencintai sang istri.
“Suaminya luluh hatinya. ‘Istriku masyaallah, menyimpan aibku sendiri ya Allah luar biasa’. Makin sayang dan cintalah suami tersebut. Jadi enggak perlu lah cerita-cerita yang sekiranya membuat kita menjelek-jelekkan pasangan kita sendiri,” kata Oki Setiana Dewi dalam penggalan video tersebut.
Tak pelak, video tersebut mendapatkan sorotan publik. Komentar-komentar pedas dari warganet terlontar, karena menganggap apa yang disampaikan oleh Oki adalah bentuk normalisasi terhadap KDRT.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak tanggapan, salah satunya dari penceramah sekaligus penulis dan akademisi, Nadirsyah Hosen. Gus Nadir, sapaan akrabnya, dalam cuitannya mengatakan bahwa aksi KDRT bukanlah aib yang harus ditutupi. Sebaliknya, KDRT merupakan tindakan yang mestinya dilaporkan ke pihak berwajib supaya tidak semakin banyak yang dirugikan.
“Kasih tahu sama sang ustadzah, kalau suami mukul istri itu sebenarnya bukan aib yang harus ditutupi oleh istri. Itu KDRT. Harus lapor polisi,” tegas Gus Nadir melalui akun Twitternya, @na_dirs, Kamis (3/2).
Cerita-cerita yang disampaikan oleh Oki, menurut Gus Nadir justru akan membuat istri hanya diam dan menerima saja semua yang dilakukan oleh suaminnya, meskipun itu merupakan perbuatan buruk.
“Istrimu bukan samsak tinju woy!” lanjut Gus Nadir.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Hamim Ilyas, mengatakan bahwa Islam tidak menolerir tindakan KDRT.
Memang ada ayat dalam Al-Quran yang memerintahkan seorang suami untuk memukul istrinya, namun itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat, dimana tingkat kesalahan yang dilakukan istrinya sudah melampaui batas. Itupun hanya boleh dilakukan dalam rangka untuk mendidik istrinya, bukan untuk meluapkan emosi.
“Sebetulnya semangatnya malah menghapus kekerasan. Larangan melakukan kekerasan juga jelas terdapat dalam hadis Nabi,” kata Hamim Ilyas saat dihubungi.
Adapun langkah yang bisa dilakukan oleh istri maupun suami jika mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya menurutnya adalah dengan melakukan komunikasi asertif. Komunikasi asertif adalah komunikasi yang dilakukan dengan tetap menghargai pasangannya. Caranya, korban bisa mengungkapkan perasaannya bahwa dia merasa tidak nyaman dan sakit atas kekerasan yang dia alami.
ADVERTISEMENT
“Komunikasi asertif demikian sesuai syariat yang mengajarkan mu’asyarah bil ma’ruf, pergaulan dengan indah dan lembut yang nilainya 10, sehingga mencapai puncak kesempurnaan pergaulan yang baik,” kata Hamim Ilyas.
Mu’asyarah bil ma’ruf ini menurutnya jadi kerangka penyelesaian masalah antara suami dan istri, sehingga keduanya berdamai dan dapat mempertahankan keluarganya yang telah mereka bangun. Mu’asyarah bil ma’ruf ini terus dilakukan sampai keduanya berdamai. Namun jika tak kunjung ada titik temu, maka pilihan berikutnya adalah berpisah atau bercerai. Namun setelah perceraian, silaturahmi antara keduanya mesti tetap terjalin dengan baik.
Jika tidak ada perdamaian dan terus terjadi perselisihan (kondisi ini disebut syiqaq), maka perlu ada hakam atau mediator untuk menyelesaikan masalah mereka, apakah bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau perlu dibawa ke ranah hukum. Namun yang pasti menurutnya adalah, setiap keluarga mesti menjunjung tinggi konsep mu’asyarah bil ma’ruf di dalam kehidupan rumah tangganya.
ADVERTISEMENT
“Karena mu’asyarah bil ma’ruf merupakan asas perkawinan, maka sebenarnya syariat Islam melarang kekerasan,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)