Tak Mustahil Ganti Gandum Pakai Singkong, Papua Pernah Ganti Sagu dengan Beras

Konten Media Partner
15 Juli 2022 15:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mengupas singkong: Foto oleh Marcio Skull, Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengupas singkong: Foto oleh Marcio Skull, Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana Indonesia melakukan diversifikasi gandum dengan bahan-bahan sumber karbohidrat lokal seperti singkong, ubi jalar, talas, atau porang, dinilai bukan sesuatu yang mustahil. Meskipun saat ini istilah mie singkong dan roti ubi masih terdengar aneh.
ADVERTISEMENT
Dewan Pembina Institusi Agroekologi Indonesia (INAgri), Achmad Yakub, mengatakan bahwa urusan makanan sebenarnya tinggal masalah kebiasaan saja. Dulu, orang Indonesia juga tidak ada yang makan roti, namun seiring berjalannya waktu apalagi dengan maraknya manfaat mengonsumsi gandum, makin banyak orang Indonesia yang sekarang justru lebih suka makan roti ketimbang nasi.
“Selera lidah itu dibentuk. Sekarang makin banyak yang makan roti, anak saya sekarang lebih suka makan sereal gandum, itu kan dibentuk juga terutama oleh iklan di TV,” kata Achmad Yakub kepada Pandangan Jogja @Kumparan, Jumat (15/7).
Masyarakat di Indonesia Timur seperti Papua, dulu juga tidak mengenal nasi. Setiap hari, mereka makan olahan sagu sebagai makanan pokok. Namun pada masa Orde Baru, program ketahanan pangan pemerintah membuat kesan bahwa orang yang tidak makan nasi berarti miskin.
ADVERTISEMENT
Hal itu membuat orang-orang Papua yang sebelumnya makan sagu mulai beralih ke nasi, bahkan saat ini lebih banyak orang Papua yang setiap harinya makan nasi ketimbang makan sagu.
Di tempat lain, misalnya di Wonosobo, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT), mulanya mereka juga tidak makan nasi sebagai makanan pokok, melainkan jagung.
“Tapi sekarang mereka juga makan nasi. Artinya, selera lidah hanya tinggal soal rekayasa pangan saja,” ujarnya.
Dewan Pembina INAgri, Achmad Yaqub. Foto: Dok. Pribadi
Hal itu menunjukkan bahwa selera lidah masyarakat sebenarnya bukanlah masalah utama jika Indonesia benar-benar ingin melakukan diversifikasi gandum. Apalagi, diversifikasi yang dimaksud ini bukanlah mengganti makanan seperti mie atau roti menjadi singkong, ubi, atau umbi-umbian lain. Melainkan mengganti bahan baku mie dan roti tersebut dengan bahan-bahan yang terbuat dari bahan pangan lokal.
ADVERTISEMENT
“Jadi tetap makan mie dan roti, hanya saja bahan bakunya misalnya dari tepung singkong,” kata Achmad Yakub.
Kegiatan di Laboratorium Kebijakan Pertanian Fakultas Pertanian UGM. Foto: Dok. Faperta UGM
Guru Besar sekaligus Kepala Laboratorium Kebijakan Pertanian Fakultas Pertanian UGM, Dwidjono Hadi Darwanto, mengatakan dari segi teknologi sebenarnya hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Saat ini, sudah semakin banyak industri yang berhasil mengolah singkong jadi tepung mocaf (modified cassava flour) yang rasanya hampir sama persis dengan tepung gandum.
Ketika digunakan untuk membuat mie instan atau roti, rasa yang dihasilkan juga sama persis dengan mie dan roti pada umumnya.
“Rasanya sama seperti mie dari gandum, begitu juga jika dipakai untuk membuat roti, sama, tidak ada rasa singkongnya,” kata Dwidjono.
Memang saat ini tepung mocaf belum bisa menggantikan gandum 100 persen untuk membuat mie atau roti, tapi substitusinya sudah mencapai 60 hingga 70 persen. Namun dengan riset dan teknologi yang terus berkembang, sangat mungkin tepung mocaf benar-benar bisa jadi bahan baku mie dan roti 100 persen dengan hasil rasa yang sama persis.
ADVERTISEMENT
“Sekarang tinggal pemerintah, mau serius atau tidak memanfaatkan momentum kenaikan harga gandum ini untuk diversifikasi,” ujarnya.