Tradisi Padusan Sambut Ramadhan di Sendang Jogja di Masa Pandemi

Konten Media Partner
12 April 2021 18:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Meski tak seramai masa sebelum pandemi, tradisi padusan jelang puasa tetap dilakukan terutama oleh anak-anak. Foto: Widi Erha
zoom-in-whitePerbesar
Meski tak seramai masa sebelum pandemi, tradisi padusan jelang puasa tetap dilakukan terutama oleh anak-anak. Foto: Widi Erha
ADVERTISEMENT
Menjelang bulan Ramadhan, sebagian masyarakat Yogyakarta berbondong-bondong melakukan padusan di sejumlah sendang atau mata air. Padusan merupakan sebuah ritual atau tradisi penyucian diri, baik untuk menyucikan raga maupun jiwa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika menyambut bulan Puasa.
ADVERTISEMENT
Meski tidak seramai tahun-tahun sebelum pandemi, sejumlah masyarakat masih tetap melakukan tradisi tersebut, salah satunya di Sendang Sombomerti di Maguwoharjo, Depok, Sleman. Pengelola Sendang Sombomerti, Martono, mengatakan bahwa tidak hanya penduduk setempat saja yang melakukan padusan di sana. Sebagian besar justru datang dari kampung tetangga.
“Ya biasa pada ciblon, puncaknya sebelum dan setelah asar,” kata Martono, Senin (12/4).
Masyarakat yang melakukan padusan di Sendang Sombomerti juga beragam, dari anak-anak sampai dewasa, meski lebih dominan anak-anak. Menurut Martono, Sendang Sombomerti memang selalu menjadi tempat padusan setiap tahun ketika menjelang bulan Ramadhan baik oleh masyarakat setempat maupun dari kampung sekitar.
“Tahun ini juga masih digunakan, walaupun tidak seramai biasanya memang,” ujarnya.
Sendang lain yang juga digunakan oleh masyarakat untuk padusan adalah Sendang Pengantin yang ada di Dusun Nambongan, Desa Tlogoadi, Mlati, Sleman. Pengelola Sendang Pengantin, Daruki Kartini, mengatakan bahwa pada Senin (12/4) jumlah orang yang mandi di Sendang Pengantin memang lebih banyak dari hari-hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini menurut dia memang biasa terjadi setiap menjelang bulan Ramadhan. Meskipun memang jumlahnya lebih sedikit ketimbang saat sebelum adanya pandemi.
“Memang setiap mau puasa biasanya ramai orang padusan di sendang,” kata Daruki.
Sendang menjadi pilihan banyak orang untuk padusan menurutnya selain karena tradisi turun-temurun sejak lama juga karena airnya yang relatif lebih jernih dan segar ketimbang sumber-sumber air lainnya. Apalagi air di sendang biasanya terus berganti karena mata air yang terus mengalir, sehingga kebersihannya tetap terjaga.
“Pasti beda air sendang dengan air sungai, apalagi air laut,” ujarnya.
Namun tidak semua sendang tetap digunakan untuk padusan. Misalnya Sendang Tirtomoyo di Dusun Ngepas Kidul, Donoharjo, Ngaglik, Sleman. Dukuh Ngepas Kidul, Sigit Krisnanto mengatakan bahwa pandemi membuat kegiatan padusan di Sendang Tirtomoyo tahun ini tidak dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Biasanya setiap tahun juga ada padusan, tapi karena sekarang sedang pandemi ditiadakan dulu,” kata Sigit Krisnanto.
Penyucian Jiwa dan Raga
Foto: Widi Erha
Mengutip laman Indonesia.go.id, secara harfiah padusan dalam bahasa Jawa berarti mandi yang berasal dari kata adus. Secara tradisi, padusan bermakna sebagai kegiatan masyarakat Jawa untuk menyucikan diri, membersihkan jiwa dan raganya untuk menyambut bulan suci Ramadhan.
Tradisi yang diwariskan leluhur turun-temurun ini dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumur-sumur atau di sumber mata air. Tujuannya, supaya ketika bulan Ramadhan, mereka bisa menjalankan ibadah dalam kondisi suci lahir maupun batin.
Masih dari sumber yang sama, jika ditelisik lebih jauh sebenarnya padusan memiliki makna yang sangat dalam. Padusan merupakan media untuk merenung dan intropeksi diri dari berbagai kesalahan yang telah dibuat pada masa lalu. Karena itu, ritual ini mestinya dilakukan seorang diri di tempat yang sepi.
ADVERTISEMENT
Sebab di dalam sepi diharapkan akan muncul kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam kondisi hening, akan hadir keyakinan dan kesadaran untuk melangkah memasuki bulan Ramadhan yang suci sebagai pribadi yang lebih baik.
Namun seiring berjalannya waktu telah terjadi pergeseran nilai terhadap ritual atau tradisi padusan ini. Padusan yang idealnya dilakukan dalam hening dan kusyuk, kini berubah menjadi keramas atau berendam beramai-ramai sehari sebelum bulan Ramadhan. (Widi Erha Pradana / YK-1)