UGM Bangun Lab untuk Riset Anggrek, Cendrawasih, sampai Komodo

Konten Media Partner
10 Maret 2023 16:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peletakan batu pertama pembangunan gedung MSIBC di Fakultas Biologi UGM. Foto: UGM
zoom-in-whitePerbesar
Peletakan batu pertama pembangunan gedung MSIBC di Fakultas Biologi UGM. Foto: UGM
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai membangun Pusat Laboratorium Biodiversitas Indonesia untuk melestarikan genetik flora dan fauna langka dan terancam punah di Indonesia. Beberapa sumber genetik yang akan diteliti dan dilestarikan di laboratorium ini di antaranya berbagai jenis anggrek, bunga rafflesia, komodo, burung cendrawasih, serta berbagai jenis flora dan fauna langka lain.
ADVERTISEMENT
Dekan Fakultas Biologi UGM, Budi Setiadi Daryono, mengatakan bahwa laboratorium yang diberi nama Moeso Suryowinoto Indonesia Biodiversity Center (MSIBC) tersebut nantinya juga akan dilengkapi dengan teknologi biometrik dan kultur jaringan yang sudah diterapkan dalam pelestarian berbagai jenis anggrek asli Indonesia.
“Untuk anggrek sendiri sudah diteliti lebih dari 40 tahun, sekarang ini banyak biodiversitas flora dan fauna termasuk mikroba dan virus, berbagai jenis flora dan fauna endemik bagi Indonesia akan kita teliti,” kata Budi Setiadi Daryono saat peletakan batu pertama pembangunan laboratorium MSIBC, Jumat (10/3).
Ilustrasi komodo, salah satu satwa endemik Indonesia yang terancam punah. Foto: Pixabay
Laboratorium ini akan dibangun dalam tiga lantai dengan ukuran 30x12 meter persegi yang didesain menyerupai biji anggrek.
“Kita juga bekerja sama dengan perusahaan metaverse untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga gedung ini nantinya bisa digunakan untuk riset, kerja sama kolaborasi, dan sinergi,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Nama Moeso Suryowinoto yang dipakai sebagai nama laboratorium tersebut menurut Budi diambil dari nama Profesor Moeso Suryowinoto yang telah mendedikasikan hidupnya dalam pengembangan fakultas dan pelestarian anggrek di Indonesia pada era tahun 1970-an.
“Kita membangun lab ini di atas lahan bekas bangunan laboratorium kultur jaringan yang didirikan Prof Moeso dulu dengan menggunakan uang pribadi. Kita ingin mengenang jasa beliau lewat nama bangunan ini,” ujarnya.
Dosen Fakultas Biologi UGM, Endang Semiarti (berjilbab) sedang bersama Ratu Maxima mengamati Vanda Tricolor Lindley Queen Maxima di UGM pada awal Maret lalu. Foto : Fristo UGM
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM, Ignatius Susatyo Wijoyo, mengatakan bahwa Prof Moeso memang sudah dikenal sebagai peneliti dan pemerhati tanaman anggrek di Indonesia. Bahkan, Prof Moeso dapat julukan sebagai Bapak Anggrek, sehingga sangat layak jika namanya dikenang dan dijadikan nama laboratorium tersebut.
ADVERTISEMENT
“Prof Moeso dikenal sebagai Bapak Anggrek, dan sekarang ini diteruskan oleh Prof Endang, kita bisa sebutkan sebagai ibundanya anggrek Indonesia,” kata Ignatius Susatyo Wijoyo.
Laboratorium pusat biodiversiti ini menurut Ignatius akan sangat penting bagi Indonesia yang memiliki keragaman hayati yang sangat melimpah namun saat ini kondisinya terus mengalami degradasi.
“Sekitar satu juta spesies tumbuhan terancam punah dan begitu juga dengan biota laut karena eksploitasi, polusi, dan akibat konversi lahan tidak terkendali,” tegasnya.