Konten Media Partner

Yogya Kota Sandi, Kisah Lahirnya Tiga Serangkai Tokoh Persandian Nasional

9 Juni 2023 16:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Roebiono Kertopati, Sri Sultan HB IX, dan Sri Sultan HB X, tiga serangkai tokoh persandian nasional mendapat penghargaan Adibhakti Sanapati dari BSSN Indonesia.
Roebiono Kertopati, Sri Sultan HB IX, dan Sri Sultan HB X, tiga serangkai tokoh persandian nasional mendapat penghargaan Adibhakti Sanapati dari BSSN Indonesia.
zoom-in-whitePerbesar
Roebiono Kertopati, Sri Sultan HB IX, dan Sri Sultan HB X, tiga serangkai tokoh persandian nasional mendapat penghargaan Adibhakti Sanapati dari BSSN Indonesia.
Semuanya bermula dari “Buku Code C” yang terdiri dari 6 buku yang masing-masing memiliki 10 ribu kata sandi dalam bahasa Belanda dan Inggris.
ADVERTISEMENT
Roebiono Kertopati, seorang dokter militer yang punya kegilaan akan bahasa sandi, menunjukkan kepada Sri Sultan HB IX, Soekarno dan Hatta di Yogyakarta tahun 1946, betapa karyanya tersebut jauh lebih layak digunakan dibanding sistem sandi masa Kolonial.
Dan kala itu, Indonesia sedang gawat-gawatnya. Republik yang baru saja merdeka -kas negara kosong melompong dan Belanda kembali ke Jakarta membonceng tentara Sekutu Amerika- musti berpindah ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta dalam asuhan langsung Sri Sultan HB IX, Raja Kraton Yogyakarta.
Agresi Militer Belanda I pada 1947 disusul oleh Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan langsung pada Ibu Kota Indonesia di Yogyakarta.
Rubiono Kertopati. Foto: Dok. Historia
Saat inilah peran besar si Jenius Roebiono Kertopati -bisa 4 bahasa dan menulis dengan 2 tangan sama bagusnya- dan Sri Sultan HB IX, benar-benar menyelamatkan republik dari kehancuran meriam Belanda.
ADVERTISEMENT
Oleh agresi tersebut, Soekarno-Hatta diasingkan Belanda ke Pulau Bangka. Yogyakarta dalam kepungan Belanda dan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara berada di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Oleh sebuah gagasan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada, pada 7 Februari 1949, Sultan HB IX minta izin kepada Jenderal Soedirman yang waktu itu sedang bergerilya ke timur untuk melakukan serangan umum. Sebuah serangan kepada pasukan Belanda untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia benar-benar masih ada.
Tapi serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang membuat Belanda kocar-kacir selama 6 jam -secara resmi kini disebut sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara- itu tak akan berarti apa-apa, tak akan didengar dunia internasional, jika “Buku Code C” yang disusun Roebiono Kertopati, tak pernah ada.
ADVERTISEMENT
Sandi yang disusun Roebiono, sehingga tak bisa dibaca oleh Belanda, dan dikirimkan melalui jaringan radio dan diterima oleh radio receiver di Bukittinggi, menjadi salah satu hal terpenting untuk mempertahankan republik di mata dunia.
Tanpa sandi yang dikirim Roebiono yang mengabarkan apa saja yang terjadi di Yogya sehingga PDRI di Bukittingi punya bahan untuk mengambil keputusan untuk diteruskan ke PBB, Indonesia barangkali sudah tamat.
Sri Sultan HB IX mendampingi Seokar-Hatta. Foto: Dok. DPPAD DIY
Atas jasa besar dua tokoh tersebut dalam perkembangan persandian nasional di atas, yakni Roebiono Kertopati dan Sri Sultan HB IX, mendapat anugerah Adibhakti Sanapati dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Indonesia.
Penghargaan diberikan langsung Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian, Kamis (8/6/2023) sore, di Avenzel Hotel and Convention, Bekasi, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Satu lagi tokoh yang dianggap berjasa besar dalam persandian nasional adalah Sri Sultan HB X.
Yogya Kota Sandi
Museum Sandi Yogyakarta. Foto: ESP
Atas perintah Sri Sultan HB IX, Dr. Rubiono Kertopati membentuk sebuah jawatan sandi yang diberi nama “Dinas CODE”, dimana lokasi awal markas dinas tersebut yaitu di Jalan Batarawangsa, Kotabaru, Yogyakarta. Inilah cikal bakal Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Indonesia.
Demikian alasan BSSN memberi penghargaan Adibhakti Sanapati kepada Sri Sultan HB IX dalam rilis yang diterima Kamis (8/6).
Dan catatan berikut ini, masih dari BSSN, bisa menjadi alasan Yogyakarta bisa disebut sebagai Kota Sandi.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di Perbukitan Menoreh, Kulon Progo terdapat Rumah Sandi yakni markas “Dinas CODE” saat gerilya pasukan Republik Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda II.
Tampak Depan Rumah Sandi (Foto: Muhammad Raihan/Kumparan)
Sementara di Gunung Kidul, DIY, terdapat situs persandian dimana dulu terdapat salah satu antena pemancar sehingga sandi yang dikirimkan bisa diteruskan hingga Bukittinggi.
ADVERTISEMENT
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X, meneruskan perkembangan persandian di Yogyakarta dengan memberikan banyak dukungan bagi dunia sandi nasional baik dari aspek fisik, regulasi, maupun kegiatan.
Dalam keterangan narator video anugerah Adhipati Sanapati oleh BSSN diterangkan bahwa Sultan HB X mengijinkan pembangunan Monumen Sanapati pada 1996 untuk memeringati 50 tahun persandian Indonesia di Yogyakarta. Monumen tersebut hingga saat ini masih kokoh berdiri di jantung kota Yogyakarta.
Sultan HB X juga memfasilitasi pendirian Museum Sandi pada 29 Juli 2008 dari sejak didirikan di Museum Perjuangan. Hingga kemudian pada 2014, Sultan HB X memberikan gedung tersendiri untuk Museum Sandi di Kotabaru, Yogya, sehingga semakin luas jangkauannya ke seluruh stakeholder terkait.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menerima penghargaan Adibhakti Sanapti dan Kepala BSSN Letjen (Purn) Hinsa Siburian, Kamis (8/6) sore, di Avenzel Hotel and Convention, Bekasi, Jawa Barat. Foto: Dok. BSSN
Video penghargaan juga menyebut bahwa Sultan HB X juga berjasa dalam pembentukan Forum Komunikasi Persandian Daerah atau Forkamsanda dan kegiatan-kegiatan yang bersifat pertemuan rutin dan insidental.
ADVERTISEMENT
“Beliau mendukung napak tilas persandian yang setiap tahun diadakan di DIY,” kata narator video tersebut.
Dari Aspek Kebijakan, Sri Sultan HB X juga sangat memperhatikan terkait keamanan siber dengan mengeluarkan regulasi tentang sistem manajemen keamanan informasi yang bertujuan melindungi kerahasiaan, ketersediaan, dan keutuhan aspek informasi di lingkungan Pemda DIY.
Wartawan mewawancarai humas Museum Sandi Yogyakarta. Foto: ESP
Selain hal tersebut Sultan HB X juga mendukung keamanan siber dan sandi dengan pelaksanaan MoU Pemda DIY dengan BSSN, Pembentukan Computer Security Incident Response Tim atau Jogjaprov CSIRT serta pembangunan security operation center atau SOC.
Arti penting sandi bagi jatuh bangunnya sebuah bangsa sebagaimana disampaikan oleh Bapak Sandi Indonesia, Roebiono Kertopati, kini terpatri dalam sebuah batu yang dipasang di Museum Sandi Yogyakarta. Begini bunyinya, “Ingatlah, Bahwa: Kechilafan Satu Orang Sahaja Tjukup Sudah Menjebabkan Keruntuhan Negara.”
ADVERTISEMENT