Jam Itu, Sambo, dan Yosua

Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
Konten dari Pengguna
12 Maret 2023 10:35
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Shutterstock Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Shutterstock Foto
Dia tidak pernah memakai jam itu. Jam itu terlalu sakral untuk digunakan. Dia juga sangat berhati-hati menyimpan jam itu. Tidak banyak yang boleh menyentuhnya. Sejarah jam itu cukup panjang. Jam itu menyimpan banyak kenangan. Cukup cengeng mungkin bagi sebagian yang lain, tapi begitulah cara dia memaknai kehadiran jam tersebut.
Dia tidak peduli, berapa harga dan merek jam tangan itu. Nyatanya dia tidak pernah mempermasalahkan arah jam itu. Mau di angka berapapun, jam itu tetaplah benda yang bermakna untuk dia. Jam itu dikirimkan jauh-jauh oleh seseorang. Seseorang yang menganggap bahwa mereka hanya kebetulan kenal saja di suatu tempat.
Manusia memang makhluk paling rumit di jagat raya. Hanya sempat kenal, mengapa bisa menorehkan kenangan? Tidak semua kenangan menjadi tawa. Sebagian kerap menjadi luka, itulah mengapa psikolog dan psikiater laku keras. Manusia butuh penawar atas banyak luka yang tertoreh di hati.
Dia lupa kapan tepatnya mereka kenal. Hal itu, bukan keinginanya, melupakan semuanya. Sang pemilik jam itu yang mengirimkan sinyal agar dia melupakannya. Menghapusnya dari circle yang selama ini menjadi pola kesehariannya.
Absurd memang. Awalnya dia begitu syulit lupakan pemilik jam itu. Mereka pernah menghabiskan hari-hari berat bersama di suatu tempat yang penuh dengan kebrengsekan. Sarang mafia yang hanya mengagungkan uang.
Uanglah yang menjadi penyebab mereka harus saling menghapus keberadaan masing-masing. Uang yang membuat beberapa orang menjadi licik dan mengorbankan semua nilai-nilai yang harusnya dijunjung tinggi.
Sebagaimana pesan sang pemilik jam, bahwa dia harus menghapus semua ingatan tentang sang pemilik jam. Maka dia pun mencoba melakukan itu. Pemilik jam memperlihatkan bahwa untuk dia tidak ada hal yang meringankan.
Seperti Sambo, dia pantas menerima hukuman terberat. Meskipun memang dia sangat marah pada banyak hari, namun sang pemilik jam hanya memperlihatkan wajah militer kepada dia di antara semua yang culas-culas.
Kini dia bisa menjalani hari-harinya dengan baik. Dia juga berhasil melewati cobaan-cobaan berat di mana sang pemilik jam kerap menangis ketika melewati cobaan-cobaan yang sama. Dia yang tidak bisa memperlihatkan sikap militer kepada sang pemilik jam, nyatanya ikutan larut sampai bertahun-tahun di persoalan yang sungguh sama sekali gelap dan tidak ada kaitannya dengan dia.
Sang pemilik jam tetap memperlihatkan wajah militer. Namun demikian, bukankah hidup harus tetap berjalan? Manusia adalah luka bagi manusia lain, dan serigala bagi manusia lain. Sehingga mungkin sikap yang paling tepat adalah juga mengikuti sikap militer sang pemilik jam.
Walaupun begitu, jam itu tetap dipajang di atas tempat tidurnya. Sebagai simbol bahwa dia pernah mungkin melewati hari-hari berat di tempat brengsek itu. Mungkin kalau suatu waktu jam itu berhenti berputar, dia harus tetap menyimpan jam itu.
Dia tidak terlalu bersedih sekarang. Kisah Sambo dan Yosua mengajarkan banyak hal, bahwa orang yang paling dekatlah yang akan menarik pelatuk di kepala untuk membunuh orang yang pernah membersamai hari-harinya.
Sambo dan Yosua mengajarkan banyak hal, bahwa mengenal seseorang jangan satu paket dengan banyak mengetahui kehidupan pribadi orang itu. Sebab, nyawa bisa jadi taruhannya.
Sambo mengajarkan bahwa justru bagus jika orang yang berpotensi menyeretmu ke masalah hukum jika tidak lagi memberi ruang dalam hidupnya. Mungkin jika Yosua menyadari kejanggalan-kejanggalan yang dilihatnya, dia akan tersadar dan mungkin berpura-pura tidak mengetahui banyak hal.
Namun, Yosua terlalu lugu. Dipikirnya bahwa orang-orang dekat tidak akan mungkin menarik pelatuk di atas kepalanya.
Sehingga, bijaklah untuk berlapang dada. Jika seseorang sudah sangat memperlihatkan keengganan dan pergi, jangan memaksa. Jangan bertanya dan jangan mengeluh. Allah mungkin sedang mengirim sinyal keras bahwa kamu dalam bahaya.
Ingatlah, Yosua yang lugu masih bisa tertawa-tawa menjelang hari-hari eksekusi. Mereka yang menarik pelatuknya adalah orang-orang yang sama—yang pernah tertawa dan menangis dengan dia bertahun-tahun.
Yosua tidak meyadari bahwa sebentar lagi maut menyergapnya di tangan orang-orang yang dianggap pahlawan sepanjang hidupnya. Tidak ada yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.
Dengan demikian, jam itu biarlah di situ pikirnya. Jam itu menyimpan banyak kenangan tentang persaudaraan dan pengkhianatan. Jam yang bisa mengingatkan untuk tidak mudah gegabah melangkah.
Manusia punya seribu wajah, banyak memakai topeng ketika pertama kali mengenal seseorang. Semua orang memakai topeng. Sebab jika tidak, maka tidak akan ada yang mau mengenal satu sama lain di awal.
Karakter tetaplah karakter. Mau disembunyikan bagaimanapun akan keluar pada suatu ketika. Jangan suka menjadi manusia lugu. Sebab pada akhirnya kita hanya perlu dan hanya akan bertanggung jawab pada hidup kita sendiri.
Saatnya dia tidak memandang bahwa manusia bukanlah malaikat, tentu saja tidak. Manusia bahkan tidak bisa mengontrol hatinya sendiri. Manusia tidak semua baik. Mereka bahkan bisa membunuhi manusia lain sambil minum kopi.
Itulah sebab neraka diciptakan karena memang banyak manusia-manusia yang jahat dan suka memanipulasi—dan perlu mampir bahkan menetap di sana. Namun demikian bukan berarti tidak ada manusia-manusia yang baik.
Akan tetap ada, dunia tidaklah pernah kekurangan orang baik. Namun, jangan hilang kewaspadaan. Sumber segala kecelakaan adalah karena hilang kewaspadaan.
Jam itu, Sambo, dan Yosua. Ketiganya membuatnya menarik banyak pelajaran. Bahwa hiduplah tidaklah hitam dan putih, namun penuh warna bahkan terkadang didominasi oleh warna hitam. Tinggal bagaimana kitalah yang pandai membaca situasi dan menyesuaikan diri.
Jangan menjadi pelangi untuk orang yang buta warna. Tidak perlu berlebihan dalam hidup. Sebab kata Nabi kita yang paling baik adalah sikap yang di pertengahan.