Konten dari Pengguna

Mentalitas Silo dan Ego Sektoral, Penyakit Kronis Organisasi yang Belum Sembuh

Perdhana Ari Sudewo
Aparatur Sipil Negara di Badan Pengawas Obat dan Makanan
4 September 2021 9:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Perdhana Ari Sudewo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat kita membuka google dan memasukkan kata kunci ‘ego sektoral’ pada mesin pencairan google, akan muncul begitu banyak bahasan dan berita terkait ego sektoral pada pemerintahan. Masalah ego sektoral ini sudah cukup lama menghiasi bahasan saat diskusi tentang organisasi pemerintahan, dan telah menjadi masalah akut yang sampai sekarang belum ada solusi pemecahannya. Kita juga mengenal istilah ‘mentalitas silo’ dalam konteks kehidupan berorganisasi, termasuk dalam perusahaan yang tidak jauh pengertiannya dengan ego sektoral. KRAT. Suharyono S. Hadinagoro menyampaikan bahwa istilah ego sektoral erat kaitannya dengan mental cerobong, disebut juga dengan silo mentality atau silo thinking, yaitu sebuah pola pikir dan tindakan yang melekat pada sektor atau bagian tertentu yang tidak ingin berbagi informasi dengan pihak lain dalam organisasi/perusahaan/negara yang sama. Dampaknya tidak hanya menurunkan efisiensi operasional secara keseluruhan, tetapi juga akan menggerus moral kebersamaan sehingga tidak mau berkontribusi dan sulit untuk mencapai sinergi.
ADVERTISEMENT
Kita kembali pada bahasan tentang ego sektoral yang ditampilkan mesin pencari Google, banyak tokoh dan pejabat negara, mulai dari Presiden, Menteri, sampai Akademisi yang bicara tentang ego sektoral dimana semua sepakat ini adalah sebuah masalah. Berita dengan judul buang ego sektoral, jangan berlindung di balik otoritas, jangan ada lagi ego sektoral, ego sektoral musuh bersama, jangan bangun tembok tinggi-tinggi, dan masih banyak judul berita lainnya yang membahas ego sektoral sangat mudah ditemui. Artinya ini adalah masalah bersama, tidak hanya di pemerintahan, tetapi juga bisa terjadi di organisasi, perusahaan, bahkan di lingkungan kehidupan sosial dan masyarakat.
Dalam organisasi pemerintahan atau perusahaan, ego sektoral dan mentalitas silo berpotensi menjadi kontraproduktif terhadap strategi pencapaian target dan tujuan organisasi. Meskipun demikian, dalam penyusunan rencana dan strategi organisasi, telah menjadi kebiasaan bahwa organisasi menetapkan target kinerja untuk masing-masing unit diturunkan dari target dan tujuan utama organisasi. Menjadi sebuah diskusi menarik mengingat setiap orang atau unit organisasi selalu berusaha dan fokus pada masing-masing target kinerja yang telah ditetapkan. Dalam beberapa kondisi, pilihan untuk fokus pada target kinerja masing-masing merupakan salah satu sebab orang menunjukkan perilaku ego sektoral dengan mentalitas silo.
ADVERTISEMENT
Pada organisasi pemerintahan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) telah menjabarkan dengan detail target-target pemerintah yang diturunkan dan dibagi habis menjadi target kinerja setiap Kementerian/Lembaga negara. Pada masing-masing Kementerian/Lembaga, target-target tersebut diturunkan lagi menjadi target kinerja unit eselon I, eselon II, sampai pada target kinerja pegawai. Menjadi rahasia umum bahwa setiap Kementerian/Lembaga, unit, atau bahkan pegawai memilih mengutamakan pencapaian target kinerjanya dibanding pencapaian target kinerja yang lain. Bahkan, beberapa organisasi, unit, atau pegawai merasa bahwa target kinerjanya lebih penting dan memberikan kontribusi terbesar terhadap kinerja organisasi. Di sisi lain, tumpang tindih peraturan dan tumpang tindih organisasi masih menjadi masalah yang belum selesai sampai saat ini. Pembagian target kinerja kepada organisasi, unit, sampai pegawai di sisi lainnya berpotensi menambah masalah baru mengingat tidak jarang ditemukan tumpang tindih target kinerja yang membuat efektivitas dan efisiensi organisasi makin menjauh untuk diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Saat pegawai memiliki mentalitas bahwa target kinerjanya harus diprioritaskan, atau target kinerjanya adalah adalah prioritas utama masih mendominasi karakteristik mayoritas birokrat atau anggota organisasi, bisa dipastikan akan begitu banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau unit organisasi untuk mewujudkan target kinerjanya masing-masing. Saat target kinerja organisasi atau unit masing tumpang tindih satu dengan yang lainnya, hal tersebut berpotensi menghasilkan banyak kegiatan yang sama terulang, atau dilakukan dengan sedikit perbedaan konsep saja, tetapi semua sama-sama menggunakan anggaran dan menghabiskan energi organisasi. Akan ada banyak rapat dan diskusi yang membahas masalah yang sama tetapi menggunakan sudut pandang yang berbeda karena penyelenggaranya berbeda dengan tujuan yang berbeda disebabkan target kinerja yang berbeda antar unit. Dan akhirnya akan terjadi banyak potensi ketidakefisienan dan ketidakefektifan terjadi dalam organisasi.
ADVERTISEMENT
Dampak dari ego sektoral maupun mentalitas silo adalah masyarakat dalam organisasi pemerintahan, atau konsumen dalam organisasi perusahaan. Sebagai contoh, mungkin menjadi hal yang biasa mendengar keluhan dari masyarakat, atau pelaku usaha yang diberikan pelatihan berkali-kali terkait dengan konteks membangun usaha oleh instansi yang berbeda dan tidak saling sinergis satu dengan yang lainnya. Pelatihan satu mengajari marketing, satunya mengajari perizinan usaha, satunya mengajari perizinan produk, satunya mengajari sanitasi, satunya mengajari mencari investor, dan sebagainya yang membuat pelaku usaha bingung. Disisi lain, masing-masing instansi menyampaikan memiliki alasannya masing-masing untuk memberikan pelatihan kepada pelaku usaha. Salah satu alasannya adalah mengejar target kinerja masing-masing instansi. Alasan lainnya terkait sulitnya koordinasi, atau menyangkut masalah serapan anggaran yang tidak optimal jika pelatihan dilakukan bersama-sama dengan instansi atau unit lainnya, atau kebingungan dalam pelaporan capaian kinerja mengingat yang menyelenggarakan berbagai unit organisasi.
ADVERTISEMENT
Diskusi terkait organisasi dapat diibaratkan membahas sebuah rumah yang memiliki banyak kamar dan masing-masing kamar telah dihuni oleh anggota keluarga. Kamar-kamar adalah struktur organisasi yang disebut unit-unit organisasi, dan anggota keluarga adalah pegawai yang menempati setiap ‘kotak’ struktur organisasi. Pada saat target-target kinerja masing-masing unit juga ikut dibatasi oleh dinding kamar, atau setiap anggota organisasi hanya fokus pada pencapaian target di kamarnya masing-masing tanpa mau untuk melihat dan berkolaborasi dengan anggota di kamar lain, maka inilah mentalitas silo yang berpotensi untuk menghambat akselerasi kinerja organisasi.
Untuk menghilangkan ego sektoral atau mentalitas silo, tidak cukup hanya dengan imbauan atau ajakan pimpinan. Desain pekerjaan dan penetapan target kinerja masing-masing organisasi, unit, maupun pegawai harus dilihat kembali, apakah mampu menggerakkan organisasi, unit, maupun pegawai untuk menghasilkan budaya kolaborasi dan berbagai data dan informasi satu sama lainnya sehingga mentalitas silo dapat dikurangi. Selain itu, desain bisnis proses dalam mengelola tata hubungan kerja antar pegawai juga harus dilihat kembali, jangan sampai ikut memelihara tumbuh suburnya mentalitas silo dalam organisasi. Akhirnya komitmen pimpinan dan setiap anggota organisasi diperlukan untuk menurunkan dan bahkan menghilangkan ego sektoral maupun mentalitas silo dalam organisasi.
ADVERTISEMENT