Kisah Pesugihan Tali Pocong: Mau Kaya Malah Dipukuli Warga

Konten dari Pengguna
10 September 2020 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kuburan (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kuburan (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Karmo sudah lama jadi pengangguran. Karena utang, ia terpaksa keluar dari perusahaan tempat ia bekerja empat tahun lalu. Ia malu punya utang dengan rekan-rekan kerjanya, akhirnya kabur dan tak mau muncul-muncul lagi.
ADVERTISEMENT
Untuk menyambung hidup, Karmo kerap jadi calo pembuatan KTP atau BPJS. Kadang-kadang ia kena omel pegawai desa karena terlalu besar menaruh laba. Maklum, utang Karmo banyak. Mungkin ia ingin cepat-cepat kaya.
Sudah berbagai jenis profesi lakoni demi menyambung hidup. Rencana kawinnya dengan sang pacar pun gagal akibat kebiasaannya meminjam uang. Kalau bukan Karmo, ia sudah pasti menceburkan diri ke sungai deras.
Biar begitu-begitu, Karmo lumayan kuat mental. Ia tetap bersikeras untuk mengubah nasibnya menjadi kaya. Ya, walaupun kebiasaan lamanya, yakni meminjam uang, tak pernah hilang.
Sebenarnya, kebutuhan Karmo tak begitu banyak sehingga mendesak ia meminjam uang. Karmo hanya hobi belanja barang-barang kesukaannya. Misal, ia pernah membeli satu galah pancing seharga satu juta rupiah. Uangnya dari mana? Jelas dari pinjaman.
ADVERTISEMENT
Atau, Karmo juga pernah mengganti velg motornya dengan velg mahal. Selain itu, Karmo juga perokok berat. Kadang-kadang, ia juga mentraktir teman-temannya minum-minuman keras.
Gaya hidupnya yang serba mewah itulah yang sedikit demi sedikit membuat Karmo kehilangan hartanya. Kerjaan tak dapat, utang malah menumpuk. Kasihan Karmo.
***
Pagi itu, kira-kira pukul 09.00, Karmo sedang bersantai di pelataran rumahnya. Ia duduk menunggu entah apa yang ditunggu. Memang seperti itu kebiasaan Karmo setiap pagi. Paling banter ia merokok sambil duduk saja.
Entah khayalan dari mana, Karmo tiba-tiba teringat sebuah serial sinetron di televisi yang mengkisahkan bahwa tali pocong bisa dipakai sebagai pesugihan. Ah, itu mudah, pikirnya.
Karmo suka dengan tantangan. Apalagi jika tantangan tersebut membuat Karmo kaya. Telah lama ia mengidamkan uang yang melimpah dan kehidupan mewah untuk dipamerkan ke setiap tetangga.
ADVERTISEMENT
Tanpa berpikir panjang, tanpa bertanya ke satu orang pintar pun, dengan modal cerita fiktif dari televisi, Karmo siap mencuri tali pocong di kuburan nanti malam. Ia seketika bangun dari duduknya dan menyiapkan cangkul.
Hari sudah malam. Bulu kuduk Karmo sedikit bergidik membayangkan rupa mayat yang akan ia curi tali pocongnya. Namun, tak ada cara lain yang bisa dilakukan Karmo. Hanya itu satu-satunya cara agar ia dapat banyak uang.
Pukul 22.00, Karmo bergegas pergi ke kuburan kampungnya. Ia menutupi kepalanya dengan kupluk hitam, mirip-mirip lah seperti pencuri. Ia membawa cangkul dan berjalan kaki menuju kuburan.
Ia sebentar duduk di sebuah saung di tengah sawah dekat pemakaman. Ia menunggu tepat pukul 12 malam. Sesekali ia menengok pemakaman tersebut memastikan agar tak ada satupun yang melihatnya.
ADVERTISEMENT
Ketika pukul 12 malam tiba, Karmo bergegas menuju pemakaman. Tanpa sedikitpun pengetahuan tentang pesugihan, ia dengan asal memilih kuburan siapa yang akan ia bongkar.
Tanpa pikir panjang, ia memilih kuburan yang lebih dekat dengannya. Sekitar satu jam ia menggali, akhirnya papan mayat yang biasa terpasang di liang lahat mulai terlihat.
Jantung Karmo semakin berdegup kencang. Ia sangat takut. Ia khawatir kalau-kalau mayat yang akan ia curi tali pocongnya hidup dan mencekiknya. "Ah, ada-ada saja," pikir Karmo. Ia meyakinkan diri.
Dibukalah papan-papan mayat tersebut dengan perlahan. Karmo gemetar bukan main. Selain karena udara yang dingin, rasa takut yang teramat membuat malam itu semakin dingin.
Karmo tak bergeming. Ia buka terus papan-papan tersebut dengan perlahan. Mulai tampaklah seonggok mayat yang sudah tak tampak wujudnya. Kain kafannya pun sudah pudar. Bahkan, bisa dibilang tidak ada.
ADVERTISEMENT
"Sialan. Mayat lama malah digali. Gara-gara merinding, aku malah lupa kalau tali pocong cuma ada di kepala mayat-mayat baru," kata Karmo menyesal.
Belum lagi ia naik meninggalkan liang lahat, tiba-tiba tangan mayat tersebut memegang kaki Karmo. Karmo kaget bukan main. Ia ingin berteriak, tetapi khawatir ada orang mendengar. Akhirnya ia menahan teriakannya sambil meneteskan air mata.
Setelah beberapa lama ia berusaha melepaskan cengkeraman mayat tersebut, akhirnya Karmo berhasil lepas. Ia buru-buru naik meninggalkan liang kubur. Cangkul yang ia bawa ditinggalkannya begitu saja. Karmo lari terbirit-birit sampai-sampai menabraki patok-patok makam.
Tanpa pikir panjang, Karmo masuk ke salah satu rumah warga. Ia masuk melalui jendela belakang rumah yang mungkin saja lupa dikunci oleh pemiliknya. Dengan berkeringat dingin, badan gemetar, Karmo meringkuk di sebuah sudut dapur di rumah tersebut.
ADVERTISEMENT
Belum lama ia masuk, lampu dapur yang tadinya gelap tiba-tiba menyala. Orang rumah menyadari ada seseorang yang masuk ke rumahnya. Tidak butuh waktu lama, sang pemilik rumah melihat Karmo yang masih mengenakan penutup kepala warna hitam di wajahnya.
Si pemilik rumah sontak saja teriak maling. Seluruh penghuni rumah dan warga-warga sekitar pun buru-buru menghampiri. Mereka seperti tidak tidur. Atau, mungkin kalau dengar kata "maling, insting bertahan hidup warga langsung menyala.
Tanpa ampun, Karmo yang berpakaian hitam-hitam lengkap dengan penutup kepala pun dihabisi warga. Ia dipukuli, bahkan nyaris ditelanjangi. Karmo diteriaki maling oleh warga kampungnya sendiri.
Untung saja ada Pak RT yang bijak. Ia buru-buru menarik Karmo dari kerumunan dan membawanya ke kantor polisi dengan motor. Karmo memang selamat dari amuk massa, tapi tubuhnya terlanjur luka-luka akibat diinjak, dipukul, dicekik, hingga diseret.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, hukuman kurungan mengintai Karmo yang ada di rumah warga dengan pakaian ala maling. Jikapun ia menjelaskan bahwa ia bukan bermaksud maling, jelas ia mesti menjelaskan mengapa sebuah kuburan yang tak jauh dari rumah tersebut harus rusak.
Belum lagi, sidik jari pada cangkul yang ia tinggal di sana akan menjelaskan semua perbuatan Karmo malam itu. Apapun yang dilakukannya nanti di kantor polisi, Karmo akan tetap kena pidana.
"Sinetron asu!" kata Karmo mengumpat.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanya kebetulan.