Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
OPINI: Hubungan Boleh Tanpa Status, Tapi Etika Komunikasi Tetap di Perhatikan
14 Mei 2025 10:22 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Pinkan Arulin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam era modern, istilah Hubungan Tanpa Status atau yang sering kita dengar dengan sebutan (HTS) kian populer di kalangan remaja. HTS umumnya merujuk pada relasi yang menyerupai pacaran. Ada kedekatan emosional, perhatian, bahkan ketertarikan, namun tanpa komitmen yang jelas.
ADVERTISEMENT
Meski terlihat fleksibel, hubungan ini menyimpan tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Sayangnya, karena tidak adanya “status resmi” dalam hubungan tersebut, etika berkomunikasi sering diabaikan.
Padahal, justru karena tidak adanya kejelasan status, komunikasi harus dijaga dengan lebih hati-hati dan jelas dibandingkan dengan yang sudah berstatus. Salah satu kasus yang sering terjadi dalam HTS adalah memberi harapan yang tidak sejalan dengan niatnya. Komunikasi yang ambigu dan manipulatif bisa menimbulkan luka emosional dan membuka ruang untuk kesalahpahaman yang dalam terhadap pihak yang berharap. Keterbukaan dan kejujuran adalah kunci utamanya.
Masalah lainnya yang sering terjadi dalam HTS adalah tidak adanya kesepakatan komunikasi dari awal. Adanya pihak yang merasa bahwa ia bebas berhubungan dengan orang lain, sementara satu pihak lainnya merasa dikhianati. Hal itu dapat menyebabkan perbedaan persepsi antara pihak satu dan pihak kedua. Dari perbedaan persepsi tersebut, menjadi bukti bahwa sangat penting adanya komunikasi yang efektif dan terbuka meskipun tidak ada “status resmi” dalam hubungan.
ADVERTISEMENT
Etika komunikasi dalam (HTS) seharusnya mencakup kesadaran penuh atas batasan, empati terhadap perasaan pihak lain, serta tanggung jawab atas pesan yang disampaikan, baik secara verbal maupun nonverbal. Jangan sampai intensitas perhatian yang diberikan membuat lawan bicara merasa "diberi harapan", padahal tidak ada komitmen di baliknya. Jika seseorang tidak siap berkomitmen, ia setidaknya harus siap untuk bersikap jujur dan tidak membiarkan hubungan menggantung tanpa arah.
Penting untuk menyadari bahwa tidak semua hal yang "tidak terikat" berarti boleh dilakukan seenaknya. Dalam hubungan apa pun, termasuk (HTS), masih ada tanggung jawab emosional yang perlu dijaga. Menyakiti seseorang karena ketidakjelasan komunikasi adalah bentuk pelanggaran etika yang sering dianggap sepele.
Hubungan tanpa status (HTS) seharusnya tidak menjadi dalih untuk lari dari tanggung jawab komunikasi. Justru karena tidak ada ikatan formal, kedua belah pihak perlu membangun pemahaman yang jujur dan saling menghargai. Dengan menjaga etika komunikasi interpersonal, HTS bisa menjadi ruang yang aman untuk saling mengenal, bukan medan luka yang ditinggalkan tanpa penjelasan.
ADVERTISEMENT
Penulis Pinkan Latifah Arulin, mahasiswi Ilmu komunikasi, Universitas Pamulang (UNPAM).
Artikel ini dibuat untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Etika dan Filsafat Komunikasi, Dosen pengampu bu surti wardani