Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - IT: Chapter Two melanjutkan kisah Pennywise dan The Losers Club 27 tahun kemudian dari IT (2017). Masih dengan sutradara yang sama, Andy Muschietti kembali mengerjakan sekuel dari IT.
ADVERTISEMENT
Terlepas kesuksesannya di film pertamanya, nampaknya film keduanya tidak memenuhi ekspetasi dari para penonton. Memang, sebagai sebuah sekuel, film ini cukup memuaskan. Tapi, jika ditelisik lagi, film ini ternyata memiliki masalah yang cukup mengganjal.
Berikut 4 masalah dari IT: Chapter Two dalam penceritaannya:
Komedi yang tidak pada tempatnya
Dark Comedy adalah salah satu elemen yang sering muncul pada karya Stephen King, terutama dalam film IT. Bisa dibilang, IT: Chapter Two juga berusaha ingin mengembalikan elemen Dark Comedy dari Stephen King. Namun, banyak momen komedi yang disampaikan terlihat malah menganggu elemen horor utamanya.
Bisa dibilang, jokes yang disampaikan tidak pada tempatnya sehingga daripada dibilang lucu, malah terkesan annoying. Lama-kelamaan nuansa horornya jadi hilang tergantikan dengan kelucuan yang terus disampaikan tidak pada tempatnya.
ADVERTISEMENT
Terlalu banyak Flashbacks
Flashbacks tidak bisa dilepaskan dari dalam cerita IT: Chapter Two karena The Losers Club harus mengembalikan fragmen kecil ingatan mereka yang hilang. Masalahnya, IT: Chapter Two malah menyampaikan adegan baru di dalam flashbacks-nya. Seharusnya, flashbacks yang disampaikan hanya mengulang kembali apa yang sudah diceritakan pada IT. Adegan baru yang ada di dalam flashbacks itu malah menganggu development character The Losers Club dewasa.
Rahasia Richie
Salah satu twist yang ada di IT: Chapter Two adalah ketika terungkap bahwa Richie seorang gay. Tidak sampai di situ saja, ternyata ia memiliki crush dengan temannya sendiri, yaitu Eddie Kapsbrak. Sebenarnya rahasia Richie ini memang setia dengan novelnya walaupun cara penyampaiannya berbeda.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, hal tersebut sangat amat tidak perlu diungkapkan sebenarnya. IT: Chapter Two bisa berjalan sampai ending dengan tanpa gangguan sama sekali dengan ada atau tidaknya subplot ini. Kalau memang ingin memasukan subplot ini, seharusnya orientasi seksual Richie sudah di-planting sejak IT atau Richie ketika remaja. Sehingga, pada IT: Chapter Two momen Pennywise mengancam Richie akan terlihat lebih emosional.
IT: Chapter Two seharusnya dibuat secara back-to-back
Sama seperti Infinity War dan Endgame, seharusnya dua film IT ini juga dibuat secara back-to-back. Karena bisa dibilang kedua film merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses produksinya. Hal yang paling terlihat resikonya diproduksi secara terpisah adalah cast dari The Losers Club remaja mengalami pertumbuhan sehingga membuat penampilan fisiknya berubah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu saja, dari sisi penulis juga pasti akan lebih mudah untuk mengaitkan antara cerita ketika mereka remaja ke cerita ketika mereka sudah dewasa karena dibuat secara bersamaan. Apalagi IT: Chapter Two menggunakan penulis yang berbeda dengan IT, jadi cerita yang dikembangkan Chase Palmer dan Cary Joji Fukunaga di IT tidak diselesaikan dengan baik oleh Gary Dauberman karena satu dan lain hal.
Penulis: Andri