news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apakah Film 'Joker' Hanyalah Imajinasi Arthur Fleck?

Konten Media Partner
6 Oktober 2019 8:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joker (Foto: Warner Bros)
zoom-in-whitePerbesar
Joker (Foto: Warner Bros)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film Joker cenderung berakhir dengan pertanyaan daripada sebuah konklusi. Walaupun film garapan Todd Phillips itu apik menggambarkan perjalanan Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) menjadi the clown prince of crime, ada banyak hal yang membuat PSR mempertanyakan kisah Arthur. Pertanyaan yang muncul di kepala, apakah Joker benar-benar ada? Atau semua itu hanyalah imajinasi Arthur?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan tersebut mirip dengan apa yang terlintas di kepala setelah menonton American Psycho, Inception, the Usual Suspect, ataupun The King of Comedy yang menjadi referensi utama film Joker. Akhir dari keempatnya mampu membuat penonton mempertanyakan apakah kisah yang mereka tonton benar-benar terjadi atau tidak.
Sebagai contoh, Inception berakhir dengan adegan berputarnya gasing milik Cobb (Leonardi DiCaprio) yang biasa ia gunakan untuk mengetahui apakah dirinya berada di dunia mimpi atau bukan. Karena layar menjadi gelap sebelum gasing tersebut berhenti berputar, yang menegaskan bahwa Cobb berada di dunia nyata, penonton jadi menduga-duga bahwa Cobb mungkin masih di dunia mimpi. Hal itu memicu pencarian besar-besaran di mana berbagai orang menonton kembali Inception untuk mencari clue perihal keberadaan Cobb: Di dunia mimpi atau di dunia nyata. Jawabannya ternyata ada di cincinnya.
ADVERTISEMENT
Film Joker memiliki ‘sensasi’ serupa. Pemicunya adalah adegan terapi antara Arthur dengan psikiater Arkham Asylum di akhir Joker. Pada adegan tersebut, Arthur tertawa terbahak-bahak yang membuat psikiater Arkham bertanya-tanya perihal apa yang ia tertawai. Dengan singkat, Arthur menjawab, “Kamu tidak akan memahaminya”.
Arthur Fleck menderita penyakit Panthological Laughter (Foto: Warner Bros)
Jawaban itu membuka kemungkinan bahwa kisah Joker yang kita tonton sesungguhnya hanyalah karangan Arthur. Kelahiran Joker adalah interpretasi Arthur perihal komedi yang lucu. Walhasil, ketika kisah itu berakhir di kepalanya dengan Joker menjadi mesias di tengah kegilaan Gotham, Arthur tertawa puas yang kemudian membuat psikiater Arkham bertanya-tanya. Tentu saja, hanya Arthur yang paham kenapa kisah kelahiran Joker itu lucu.
Kemungkinan tersebut membuat Play Stop Rewatch kembali menonton Joker dan nyatanya memang banyak clue yang menunjukkan bahwa kisah yang terjadi hanyalah khayalan Arthur. Salah satu clue tersebut adalah ketidaktahuan psikiater Arkham perihal kondisi Arthur.
ADVERTISEMENT
Jika Arthur benar-benar menderita Pseudobulbar Affect (PBA), yang membuatnya tertawa terbahak-bahak ketika emosinya terguncang, seharusnya psikiater Arkham tidak lagi mempertanyakan hal tersebut. Apalagi, Arkham adalah institusi kejiwaan yang sudah sewajarnya memiliki catatan perihal kondisi masing-masing pasien.
Ketidaktahuan pegawai Arkham kenapa Arthur tertawa terbahak-bahak, menurut PSR, adalah petunjuk bahwa Arthur sesungguhnya tidak benar-benar menderita PBA. Kisah ia menderita PBA sepanjang film hanyalah bumbu yang ia masukkan ke dalam khayalannya agar terkesan dramatis. Di kenyataan, Arthur bisa mengontrol tawanya dan hal itu terlihat jelas dalam adegan dengan psikiater Arkham saat ia berhenti tertawa dengan mudah.
Petunjuk kedua adalah penampilan pegawai Arkham yang mirip dengan psikiater Arthur sebelumnya. Keduanya sama-sama perempuan, sama-sama berlatar belakang African-American, dan tampak di rentang umur yang serupa. Menurut Play Stop Rewatch, Arthur menjadikan psikiater Arkham sebagai inspirasi tokoh psikiater di kepalanya karena hanya pegawai itulah yang kerap ia temui. Di kenyataan, bukan hal aneh jika seorang storyteller memakai tokoh asli sebagai inspirasi karena hal tersebut akan menjadikan karakter yang dibuat terasa lebih nyata dibanding tokoh yang benar-benar baru.
ADVERTISEMENT
Pegawai Arkham bukanlah satu-satunya karakter yang memicu dugaan bahwa kisah kelahiran Joker hanyalah karangan Arthur. Karakter Bruce Wayne (Dante Pereira-Olson) juga merupakan clue yang menunjukkan bahwa Arthur menciptakan sebuah kisah dengan figur-figur nyata sebagai inspirasi karakter-karakternya. Jika kalian teliti, Arthur kecil memiliki wajah yang sama persis dengan Bruce. Hal itu menunjukkan bahwa kemungkinan besar Arthur memakai dirinya sendiri sebagai inspirasi tokoh Bruce yang dikisahkan sebagai saudaranya.
Hal ini mirip dengan ending The Usual Suspect. Di akhir film garapan Bryan Singer tersebut, Detektif Dave Kujan (Chazz Palminteri) menyadari bahwa Verbal (Kevin Spacey) adalah Keyser Soze karena semua keterangan yang ia berikan adalah hasil karangan dengan seluruh objek di sekitarnya sebagai inspirasi. Tokoh Arthur di akhir Joker mengingatkan Play Stop Rewatch dengan Verbal di mana keduanya sama-sama memiliki kisah (karangan) yang begitu meyakinkan.
ADVERTISEMENT
Petunjuk ketiga adalah twist di mana kencan antara Arthur dengan Sophie Dumond (Zazie Beetz) hanyalah imajinasinya. Arthur tidak pernah benar-benar kencan dengan Sophie karena semua itu adalah mekanismenya untuk menghibur diri. Play Stop Rewatch memandang adegan tersebut sebagai upaya sutradara Todd Philips untuk memperingatkan penonton agar jangan sepenuhnya percaya dengan kisah Arthur. Arthur adalah unreliable narrator, ia menipu dengan menebar simpati untuk mengalihkan perhatian penonton.
Perlu diakui bahwa clue terakhir ini memang cukup membingungkan. Jika seluruh kisah kelahiran Joker adalah karangan Arthur, maka Arthur mempertanyakan kewarasannya sendiri di karangannya. Namun, mengingat Arthur adalah pasien Rumah Sakit Jiwa Arkham Asylum, sangat wajar kalau ia membuat kisah yang rumit karena dirinya sendiri tidak bisa berpikir dengan normal.
ADVERTISEMENT

Apa Pesan di Akhir Film 'Joker'?

Joker mempersiapkan penampilannya di acara Murray Franklin (Foto: Warner Bros)
Secara garis besar, film Joker adalah sebuah kritik sosial. Film Joker blak-blakan mengkritik banyak hal mulai dari healthcare system yang tidak memperdulikan penderita gangguan mental hingga sistem pemerintahan yang tidak menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Namun, di satu sisi, ending Joker adalah sebuah penghormatan terhadap karakter Joker di komik.
Benar bahwa Todd Phillips berupaya untuk memisahkan karakter Joker yang ia buat dengan iterasi lainnya. Namun, diam-diam, ia memberikan sebuah penghormatan berupa latar belakang Arthur atau Joker yang sulit ditebak.
Tokoh Joker memiliki berbagai latar belakang di komiknya mulai dari komedian gagal, korban kekerasan rumah tangga, hingga penjahat kelas kecoak. Namun, dari sekian banyak latar belakang yang ia punya, tidak ada satu pun yang diakui sebagai kisah kelahiran yang paling benar. Alih-alih mengakui salah satunya, karakter Joker di komik The Killing Joke malah memilih untuk tidak memiliki masa lalu yang pasti.
ADVERTISEMENT
“Jika aku harus memiliki masa lalu, aku menginginkan berbagai pilihan,” ujar Joker dengan santainya untuk menegaskan bahwa ia sulit ditebak.
Film Joker bukanlah film pertama yang melakukan penghormatan ke The Killing Joke. The Dark Knight garapan Christopher Nolan juga memberikan penghormatan serupa. Hal tersebut ditunjukkan dengan aksi Joker (alm. Heath Ledger) yang selalu memberikan kisah berbeda-beda perihal asal luka di kedua ujung bibirnya. Namun, film Joker memberikan penghormatan yang lebih ‘halus’ di mana penonton tidak disuapi dengan ke-tidak-konsisten-an kisah kelahiran Joker, melainkan disentil lewat serangkaian petunjuk agar jangan sepenuhnya percaya dengan Arthur.
Istman