Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Film Pulau Plastik dan Usahanya Peringatkan Bahaya Sampah Plastik
30 April 2021 12:43 WIB
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Visinema Pictures baru saja merilis film dokumenter berjudul Pulau Plastik di beberapa bioskop Indonesia. Film Indonesia yang dibuat dengan bekerja sama dengan Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc ini akan dirilis secara terbatas di beberapa kota, diantaranya Jabodetabek dan Bandung dari tanggal 29 April hingga 8 Mei.
ADVERTISEMENT
Film ini akan membawa penonton mengikuti perjalanan vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi dan ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Barat, Prigi Arisandi.
Keduanya tergerak oleh masalah yang sama, yaitu polusi sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan dan minimnya kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut.
Robi dan Prigi pun berusaha mencari dan mengumpulkan bukti tentang sejauh mana masalah sampah plastik yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat.
Mereka pun berkeliling Jawa, bertemu dengan pakar, aktivis, hingga melakukan penelitian termasuk pada diri mereka sendiri.
Hal itu dilakukan atas dasar keingintahuan yang tinggi tentang dampak plastik terhadap lingkungan dan juga kesehatan masyarakat.
Kemudian di Jakarta, Robi dan Prigi bertemu dengan Tiza Mafira. Seorang pengacara muda yang mendedikasikan dirinya untuk melobi pejabat publik dan sektor swasta untuk mengubah kebijakan mereka tentang plastik sekali pakai.
ADVERTISEMENT
Waktu yang Tepat
Pada awalnya, film Pulau Plastik tidak langsung dibuat menjadi film. Melainkan sebuah serial yang diputar di beberapa tempat di Bali.
“Awalnya Film Pulau Plastik ini, kan, dimulai dengan serial dulunya. 3 tahun yang lalu itu kita dengan scope Bali. Pemutaran di kampus-kampus, di balai-balai desa, atau di komunitas-komunitas,” ujar Robi seusai special screening film Pulau Plastik di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (29/4)
Robi mengaku kalau pandemi membuat prioritas orang-orang menjadi berubah, dimana hal itu berdampak pada kemasan-kemasan plastik yang kembali menggunung. Namun, ia yakin kalau sekarang adalah waktu yang tepat untuk merilis Pulau Plastik.
“Ini timing-nya bisa dibilang bagus lagi untuk diangkat karena (bisa) mengembalikan skala prioritas orang-orang supaya jangan sampai waktu kita pandemi, kita semua survival mode, produksi plastik tambah banyak,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, film yang disutradarai oleh Dandhy D. Laksono dan Rahung Nasution ini juga bisa sebagai pembuka wacana diskusi tentang gerakan stop plastik sekali pakai yang lebih masif di level masyarakat.
Robi mengatakan kalau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bali sekarang sudah penuh, sehingga desa-desa sedang dikampanyekan untuk melakukan swakelola.
Hal tersebut juga bisa menjadi alasan mengapa sekarang adalah waktu yang tepat untuk merilis film Pulau Plastik. Terlebih lagi, daerah-daerah lain bisa saja merasakan hal yang sama (TPA sudah penuh).
Gerakan yang Tiada Hentinya
Saat film ini dibuat pada pertengahan tahun 2019, ada 13 kota dan kabupaten yang sedang merumuskan peraturan pelarangan plastik sekali pakai. Hingga Kamis 29 April kemarin, Tiza menyebutkan kalau sudah ada 57 kota yang sudah melarang kantong plastik
ADVERTISEMENT
“Pawai bebas plastik yang dilihat di ujung film itu adalah upaya masyarakat menunjukkan bahwa mereka mendukung. Semua perencanaan untuk melarang (pemakaian plastik sekali pakai) itu mereka mendukung,” kata aktivis lingkungan tersebut.
Ia berharap, dengan menunjukkan dukungan tersebut, semakin banyak kota dan kabupaten yang percaya bahwa perlu adanya pelarangan plastik sekali pakai.
Tiza juga mengatakan bahwa mereka belum akan berhenti dan masih akan terus memperjuangkan hal ini sebagaimana sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya.
Tidak Menyangka Bisa Tayang di Layar Lebar
Awalnya Angga Dwimas Sasongko, eksekutif produser Pulau Plastik, merasa kalau film yang dirilis saat momen peringatan Hari Bumi ke-51 ini tidak mungkin bisa dirilis di bioskop karena filmnya selesai saat pandemi. Namun, berkat semangat teman-teman di balik film ini, Pulau Plastik akhirnya mampu tayang di layar lebar.
ADVERTISEMENT
“Saya berharap penonton bisa menontonnya di layar lebar karena menurut saya efek dari menonton sebuah visual di layar lebar itu tentu berbeda dengan menonton di layar yang lebih kecil. Sehingga, kita bisa merasakan problem utamanya apa dan merasakan urgensinya soal plastik ini seberapa besar, gitu,” pungkasnya saat diwawancara di luar studio.
Endrapta Ibrahim Pramudhiaz