Komedi Menyelamatkan Kisah Thor di Marvel Cinematic Universe

Konten Media Partner
14 April 2019 7:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Thor (Foto: Marvel/Mark Fellman)
zoom-in-whitePerbesar
Thor (Foto: Marvel/Mark Fellman)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Play Stop Rewatch, Inggris – “Thor selalu menjadi karakter yang paling sulit untuk ditangani”. Ucapan tersebut keluar dari mulut Joss Whedon, salah satu arsitek pertama Marvel Cinematic Universe, ketika 2015 lalu dimintai tanggapan oleh Vanity Fair perihal karakter sang dewa petir. Menurut Joss, latar belakang mitologi nordik yang dimiliki Thor membuatnya sulit untuk diintegrasikan dengan para superhero Marvel lainnya yang sangat ‘membumi’.
ADVERTISEMENT
Komentar Whedon tidak mengherankan. Di antara semua superhero Marvel dari fase pertama Marvel Cinematic Universe, memang hanya Thor yang beda sendiri. Di saat Iron Man, Captain America, dan Hulk berasal dari bumi dan sedikit banyak memiliki latar belakang sains di balik kekuatan mereka, Thor adalah seorang dewa dari dunia fantasi bernama Asgard. Perbedaannya, secara harafiah, memang seperti langit dan bumi.
Karena Marvel, sejak awal, sudah berencana untuk menyatukan semua superhero yang ada untuk mega event the Avengers, kompromi terhadap karakter Thor menjadi tak terhindarkan. Marvel terpaksa mengambil pendekatan setengah-setengah agar Thor bisa bergumul bersama Iron Man, Captain America, dan Hulk dengan mudah. Setengah-setengah di sini adalah memposisikannya lebih sebagai alien dan memasukkan unsur sains ke latar belakangnya.
ADVERTISEMENT
“Apa yang kalian sebut sebagai ilmu pengetahuan, nenek moyang kami menyebutnya sebagai magis,” ujar Thor kepada Jane Foster di film pertamanya, Thor (2011)
Salah satu adegan di film Thor (Sumber: Paramount Pictures)
Pendekatan separuh-separuh, pada akhirnya, malah menjadi beban dibandingkan solusi. Sutradara-sutradara film Thor terpaksa menahan diri untuk tidak berlebihan menampilkan unsur fantasi kisah Thor yang sangat kental di komik. Sebagai contoh, film pertama Thor lebih banyak menampilkan adegan di bumi dibandingkan di Asgard. Selain itu, lebih dari separuh film tidak menonjolkan sihir ataupun representasi magis lainnya di mana seharusnya hal tersebut lah yang menonjol.
Apa yang terjadi pada Thor: The Dark World (2013) lebih parah. Walaupun kadar fantasi yang tampil minimal di prekuelnya sudah ditingkatkan, tetap saja film tersebut kebingungan menyeimbangkan fantasi dan kenyataan. Malah, sang sutradara, Alan Taylor, mencoba menutupi kekurangan yang ada dengan menambah unsur komedi di mana membuat Thor: The Dark World makin campur aduk.
Thor dan ayahnya, Odin (Foto: Jay Maidmen/Marvel Studios)
Segala keterbatasan yang dipasang Marvel, pada akhirnya, berpengaruh juga ke pemeran Thor, Chris Hemsworth. Dalam wawancara dengan Vanity Fair, 2017 lalu, Hemsworth mengaku sempat mencapai titik bosan dengan karakter Thor karena ia tidak bisa berekspresi dengan bebas. “Saya merasa seperti sekarat, seperti diborgol,” keluh Hemsworth.
ADVERTISEMENT
Bos dari Marvel Studios, Kevin Feige, untungnya tidak tinggal diam. Dia mencatat semua keluhan dan masukan yang keluar dari mulut sutradara maupun pemeran franchise Thor. Dari catatan itu, ia kemudian mengambil langkah drastis untuk menyelamatkan kelanjutan kisah sang dewa petir: Rombak total.
Ya, Feige memutuskan untuk kembali ke papan tulis dan menyusun ulang franchise Thor tanpa merusak kontuinitas yang telah terbentuk. Kepada tim kreatif, ia memberi lampu hijau kepada mereka untuk berkreasi semaksimal mungkin terhadap kisah Thor. Bahkan, Feige memperbolehkan kisah Thor untuk sepenuhnya tampil fantastis dan penuh komedi, hal yang dihindari pada film-film sebelumnya.
“Harus lucu, harus sulit ditebak,” ujar Chris Hemwsworth kepada Vanity Fair. Ia ingat betul apa yang ia dan Feige ingin lakukan paska Thor: The Dark World mendapat respon buruk dari kritikus.
ADVERTISEMENT
Upaya rombak total itu, pada akhirnya, lahir sebagai Thor: Ragnarok. Memegang teguh kata Ragnarok yang berarti kiamat, film yang disutradarai Taika Waititi tersebut memusnahkan segala hal yang ada pada kedua prekuelnya dan menggantinya dengan hal baru yang lebih segar. Penampilan dan palu Thor termasuk yang tidak lolos dari pemusnahan besar-besaran itu.
Di Thor: Ragnarok, sang dewa petir dikisahkan kehilangan palunya karena dihancurkan oleh Hela, sang Dewi Kematian. Selain itu, ia juga kehilangan rambut panjangnya gara-gara menjadi tahanan the Grandmaster yang ingin menjadikannya gladiator di arena colosseum.
Thor gladiator (Foto: Marvel Studios)
“Ketika kami memulai pembuatan Thor, dia (Hemsworth) harus berambut pirang, memlilki palu, dan memakai jubah karena hal itulah yang membentuk karakter Thor. Sekarang, karena dia (Hemsworth) sudah berkali-kali tampil sebagai Thor, dia lah perwujudan Thor. Jadi, walaupun kami memotong rambutnya dan menghancurkan palunya, dia tetap Thor,” ujar Feige menjelaskan alasan di balik ‘rebranding’ tokoh Thor kepada Vanity Fair.
ADVERTISEMENT
Tokoh-tokoh pendukung dari Thor dan Thor: The Dark World juga ikut dimusnahkan Taika Waititi. The Warriors Three, misalnya, dibunuh oleh Hela dalam hitungan detik. Odin, ayah dari Thor, meninggal dunia dalam sepertiga pertama film. Selain itu, tokoh Jane Foster, yang diperankan oleh Natalie Portman, juga hanya disinggung dalam sepotong kalimat dan tak lagi disebut sepanjang film. Ibarat umpatan, Waititi seperti memberikan jari tengah kepada film-film Thor sebelumnya.
Sebagai ganti atas tokoh-tokoh yang dihilangkan, Taika Waititi menampilkan karakter-karakter baru seperti Valkyrie, Korg, Hela dan Grandmaster. Langkah yang paling dahsyat, ia ikut memasukkan Hulk sebagai partner Thor melawan kekejian Hela di Asgard. Mark Ruffalo, pemeran Hulk, bahkan tak menyangka bahwa dirinya akan menjadi bagian dari kisah Thor.
Teman-teman baru Thor selain Avengers (Foto: Marvel Studios)
“Feige menanyakan apa yang ingin saya wujudkan jika ada film solo Hulk. Saya tentu menyampaikan segala hal menarik yang bisa dieksplor. Mereka langsung mengiyakan apa yang saya sampaikan dan akan mewujudkannya lewat film ketiga Thor (Thor: Ragnarok),” ujar Ruffalo kepada Vanity Fair ketika ditanya bagaimana ia bisa berakhir di film Thor.
ADVERTISEMENT
Pertaruhan yang dilakukan Marvel terbukti jitu, Thor: Ragnarok disambut dengan gegap gempita oleh fans dan kritikus. Berbagai pujian didapat karena pendakatannya yang segar dan tanpa tedeng aling-aling (penuh komedi). Nyaris semuanya sepakat bahwa Thor: Ragnarok memberikan hasil yang berbeda karena Marvel tak lagi menahan diri dalam mengekspresikan latar belakang fantasi yang dimiliki sang dewa petir.
Keberhasilan Thor: Ragnarok tak hanya hadir dalam wujud pujian. Di Box Office, Thor: Ragnarok juga meraup pendapatan yang jauh melebihi para pendahulunya. Apabila ditotal, Thor: Ragnarok berhasil mengumpulkan kurang lebih 850 juta Dolllar AS atau setara dengan Rp 12 triliun. Sebagai perbandingan, Thor dan Thor: The Dark World hanya mengumpulkan 440 juta Dollar AS serta 660 juta Dollar AS.
ADVERTISEMENT
Hasil yang didapat Thor: Ragnarok sungguh ironis apabila mengingat sub judulnya yang berarti kiamat. Apa yang terjadi adalah sebaliknya, kisah Thor seperti bangkit dari kondisi sekarat sambil tertawa terbahak-bahak.

#CutiBersamaEndgame

Untuk menyambut Endgame, Play Stop Rewatch akan memberikan tiket gratis Premiere XXI di hari pertama film Endgame akan rilis. Selain itu, kami juga mengampanyekan sebuah tagar #CutiBersamaEndgame yang filosofinya adalah kita rela untuk cuti dari kantor demi bisa menonton film Endgame di jam pertama tayang untuk menghindari spoilers.
Untuk lebih lengkapnya, silahkan klik link berikut ini #CutiBersamaEndgame.
ISTMAN | VANITY FAIR