Kontroversi Film 'The Passion of the Christ'

Konten Media Partner
13 April 2020 7:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
The Passion of the Christ (Foto: IMDb)
zoom-in-whitePerbesar
The Passion of the Christ (Foto: IMDb)
ADVERTISEMENT
Play Stop Rewatch, Jakarta - Film drama historis yang menggambarkan 12 jam sebelum Yesus Kristus mati di kayu salib. Selama 12 jam inilah kita diperlihatkan penyiksaan Yesus dari dicambuk hingga disalib dan meninggal di sana.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dideskripsikan pada judulnya, kata passion ini tidak mengacu kepada hasrat atau keinginan emosi yang kuat, tapi lebih kepada arti lainnya, yaitu untuk menderita, yang mana berakar dari kata latin pati dan berarti penderitaan.
Film garapan Mel Gibson ini sukses menggambarkan penderitaan Yesus Kristus hingga film ini menjadi semacam film wajib orang Kristen sampai hari ini.
Perjamuan malam terakhir Yesus (Foto: IMDb
Namun, di balik banyaknya apresiasi dari orang Kristen, ternyata film Passion of the Christ juga mengundang kontroversi dari berbagai macam pihak dengan alasannya masing-masing.
Passion of the Christ dianggap terlalu brutal dan sadis untuk menggambarkan penderitaan Yesus. Kritikus Roger Ebert sampai menyebutnya sebagai film tersadis yang pernah ia lihat.
Bagi komunitas Yahudi, film ini terkesan seperti anti-semitism. Karena orang Yahudi di sana diperlihatkan sebagai sesosok orang yang benar-benar jahat. Mereka terkesan sangat menikmati penderitaan yang Yesus alami.
ADVERTISEMENT
Menariknya, Mel Gibson selaku sutradara film ini juga dikenal sebagai figur yang rasis. Sehingga ia kesulitan dalam mempromosikan film ini.
Maka dari itu, Mel Gibson memanfaatkan gereja sebagai sarana promosinya. Ia menyebarkan materi promosinya dari satu gereja ke gereja lain, termasuk bagaimana cara menyelipkan ad-lib dalam khotbah. Meskipun banyak dikritik oleh pihak gereja, namun hal ini terbukti menarik perhatian para penonton.
Yesus memikul salib (Foto: IMDb)
Kontroversi terakhir, tim marketing Passion of the Christ mengklaim bahwa film tersebut sudah akurat dan diakui oleh Paus. Dengan sigap Vatikan pun membantah bahwa Paus sudah memberikan pernyataan tersebut.
Banyak pihak menduga tim marketing Passion of the Christ hanya memfabrikasi pernyataan tersebut untuk menaikkan hype dari film ini.
Terlepas kontroversi yang ada, film ini masih layak untuk ditonton pada saat masa-masa paskah. Mengingatkan kita kembali kepada penderitaan Yesus sebelum mati di kayu salib.
ADVERTISEMENT